MK Ingatkan Pembentuk UU Jangan Sering Ubah Syarat Usia, Bisa Politis
MK menolak permohonan IM57+ untuk melonggarkan syarat usia capim KPK khusus untuk pegawai KPK, tak harus 50 tahun.
JAKARTA, KOMPAS — Mahkamah Konstitusi menolak pengujian permohonan mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan dan kawan-kawan, yang meminta ada kelonggaran bagi mantan pegawai KPK yang belum berusia 50 tahun mengikuti seleksi calon pimpinan KPK. MK menegaskan, penentuan syarat usia minimal ataupun maksimal untuk menduduki jabatan tertentu menjadi kewenangan pembentuk undang-undang.
Namun, MK juga memberikan penegasan bahwa pembentuk undang-undang tidak boleh terlalu sering untuk mengubah syarat usia, baik usia paling rendah maupun usia paling tinggi. Sebab, hal tersebut berpotensi menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan. Selain itu, juga rentan dengan tudingan adanya motif politik di balik perubahan itu.
Baca juga: ”IM57+” Uji Materi Syarat Usia Capim KPK, Novel Baswedan Akan Maju?
”Jika hal tersebut sering diubah, besar kemungkinan pembentuk undang-undang akan merumuskan kebijakan ’penyesuaian usia’ untuk menghalangi hak konstitusional warga negara lainnya dengan tujuan, diantara lain, untuk motif politik tertentu,” kata Hakim Konstitusi Arief Hidayat saat membacakan pertimbangan hukum, Kamis (12/9/2024), dalam sidang yang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo.
Sebelumnya, sejumlah mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) seperti Novel Baswedan, Mochamad Praswad Nugraha, Harun Al Rasyid, dan sembilan orang lainnya yang tergabung dalam IM57+ menguji Pasal 29 Huruf e Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Pasal tersebut mengatur syarat usia minimal untuk menjadi calon pimpinan (capim) KPK adalah 50 tahun dan paling tinggi 65 tahun.
Sudah menguji pasal serupa
MK sebelumnya sudah menguji pasal yang sama dan mengabulkan permohonan yang diajukan oleh salah satu pimpinan KPK, Nurul Ghufron. MK memberi pemaknaan baru sehingga saat ini pasal tersebut mengatur syarat usia minimal calon pimpinan KPK paling rendah 50 tahun atau berpengalaman sebagai pimpinan KPK dan paling tinggi 65 tahun pada proses pemilihan.
Kini, para pemohon yang merupakan mantan pegawai KPK itu meminta MK memberi makna baru terhadap Pasal 29 Huruf e UU KPK tersebut menjadi, berusia paling rendah 50 tahun atau berpengalaman sebagai pimpinan KPK atau berpengalaman sebagai pegawai KPK yang menjalankan fungsi utama KPK, yaitu pencegahan atau penegakan hukum tindak pidana korupsi selama satu periode masa jabatan pimpinan KPK, atau paling tinggi berusia 65 tahun.
Novel Baswedan dkk juga meminta MK untuk menjatuhkan putusan sela, yaitu dengan memerintahkan penundaan proses seleksi pimpinan KPK yang tengah berlangsung, hingga ada putusan MK.
Novel Baswedan dkk juga meminta MK untuk menjatuhkan putusan sela, yaitu dengan memerintahkan penundaan proses seleksi pimpinan KPK yang tengah berlangsung, hingga ada putusan MK. Namun, hakim konstitusi menolak permohonan provisi tersebut sebab pada dasarnya MK telah memeriksa perkara tersebut dengan relatif cepat, tanpa mendengarkan keterangan dari pemerintah dan DPR.
Dalam pertimbangannya, MK menegaskan kembali bahwa penentuan syarat usia paling rendah atau usia paling tinggi terkait jabatan tertentu adalah kewenangan sepenuhnya pembentuk undang-undang atau open legal policy. Ini karena UUD 1945 sebagai panduan sekaligus parameter pengujian undang-undang tidak mengatur secara spesifik mengenai syarat usia untuk mendaftarkan diri sebagai calon pejabat tertentu, termasuk KPK.
MK baru mengadili permasalahan tersebut apabila ada pelanggaran moralitas, rasionalitas, serta ada ketidakadilan yang intolerable; tidak melampaui kebijakan pembentuk undang-undang; tidak ada penyalahgunaan kewenangan; tidak bertentangan dengan UUD 1945, dan lainnya.
Meskipun demikian, MK menegaskan, pembentuk undang-undang dalam keadaan tertentu tidak boleh dengan mudah maupun terlalu sering mengubah syarat usia untuk menjadi pejabat publik, baik pejabat publik yang dipilih maupun yang diangkat. Penegasan ini diperlukan mengingat seringnya mengubah syarat usia baik paling rendah ataupun paling tinggi dapat menimbulkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan.
Baca juga: Komplikasi Pemberantasan Korupsi
Persoalan integritas
Salah satu alasan para mantan pegawai KPK tersebut terpanggil untuk menguji seleksi capim KPK adalah untuk memperbaiki kondisi KPK. Batasan usia minimal 50 tahun dinilai telah menghalangi orang-orang yang punya kualifikasi dan kemampuan memimpin KPK untuk mengikuti proses seleksi.
Hal tersebut mengakibatkan hilangnya atau berkurangnya peluang mendapatkan capim KPK yang punya kemampuan dan kualifikasi Istimewa. Padahal, hal tersebut saat ini dibutuhkan karena menurut para pemohon KPK sedang dalam posisi titik nadir dan mengalami krisis kepemimpinan.
Namun, Suhartoyo saat membacakan pertimbangan mengungkapkan, perbaikan lembaga KPK dapat dilakukan dengan proses seleksi yang menghasilkan calon-calon pimpinan yang lebih baik, berintegritas, memiliki kompetensi yang andal, serta teruji independensinya.
Namun, pembatasan usia minimal 50 tahun tidak serta-merta membuat orang-orang yang usianya kurang dari batas minimal tersebut (termasuk para pemohon) tidak dapat berkontribusi dalam upaya pemberantasan korupsi. Mereka dapat memberi kontribusi melalui peran serta masyarakat dan turut serta dalam memberantas korupsi yang dilakukan KPK.
MK dapat mengadilinya apabila dalam penentuan usia melanggar berbagai batasan kebijakan hukum yang terbuka.
Adili jika langgar kebijakan hukum
Sekali lagi, MK menegaskan bahwa penentuan batasan usia paling rendah ataupun paling tinggi dalam suatu undang-undang merupakan kewenangan pembentuk undang-undang. MK dapat mengadilinya apabila dalam penentuan usia melanggar berbagai batasan kebijakan hukum yang terbuka.
”Lebih lanjut Mahkamah juga menilai permasalahan yang dihadapi KPK saat ini, sebagaimana diuraikan oleh para pemohon, tidak berkorelasi langsung dengan syarat usia paling rendah atau syarat usia paling tinggi untuk menjadi pimpinan KPK. Menurut Mahkamah, permasalahan yang dikemukakan para pemohon, jika hal tersebut benar, lebih berkaitan dengan permasalahan komitmen dan integritas, baik secara personal dari pimpinan KPK dan jajarannya maupun secara kelembagaan, seperti yang para pemohon sendiri kutipkan dalam permohonan para pemohon,” papar Suhartoyo.
Meskipun demikian, MK berpandangan argumentasi pemohon tersebut perlu disertai fakta dan data yang lebih valid dan konkret.
Ketentuan mengenai syarat usia minimal yang dinaikkan oleh pembentuk undang-undang dari 45 tahun menjadi 50 tahun, menurut MK, tidak akan menyebabkan berkurangnya jumlah pendaftar yang berintegritas. Apalagi, faktor usia bukan satu-satunya hal yang memengaruhi hasil seleksi. Namun, ada hal lain, seperti kemampuan manajerial (leadership), untuk mengelola dan menyinergikan semua sumber daya.
”Kemampuan demikianlah yang bagi Mahkamah justru secara substansial membedakan antara persyaratan seleksi pimpinan KPK dan persyaratan seleksi pegawai KPK. Sebab, antara pimpinan KPK dan pegawai KPK terdapat perbedaan karakter tugas serta tanggung jawab,” kata Suhartoyo.
Baca juga: Pertanyakan Syarat Formal UU KPK
Pendapat berbeda
Walaupun demikian, putusan yang dijatuhkan MK tersebut tidak bulat. Salah satu hakim, Arsul Sani, mengajukan dissenting opinion atau pendapat berbeda. Menurut Arsul, MK seharusnya mengabulkan sebagian permohonan yang diajukan Novel Baswedan dkk. MK seharusnya memberikan ruang pengecualian yang sama kepada pegawai yang bekerja di KPK untuk menjadi calon unsur pimpinan KPK, khususnya bagi mereka yang sudah bekerja selama 10 tahun berturut-turut serta bekerja di bidang pencegahan dan/atau penindakan (penegakan hukum) korupsi.
”Menurut saya, masa waktu 10 tahun tersebut cukup untuk menjadi ukuran guna menguji kompetensi dan kapabilitas yang bersangkutan dalam melaksanakan tugas dan fungsi kepemimpinan KPK,” kata Arsul dalam pertimbangannya.
Dengan demikian, dalam pandangan mantan politisi Partai Persatuan Pembangunan tersebut, Pasal 29 Huruf e UU KPK menjadi berbunyi, ”Untuk dapat diangkat sebagai pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: e. berusia paling rendah 50 (lima puluh) tahun atau berpengalaman sebagai pimpinan KPK atau berpengalaman sebagai pegawai KPK yang bekerja di bidang pencegahan atau penindakan (penegakan hukum) tindak pidana korupsi sekurang-kurangnya selama 10 tahun secara berturut-turut atau paling tinggi berusia 65 (enam puluh lima) tahun.”
Novel Baswedan juga mengapresiasi dissenting opinion yang dikemukakan Arsul.
Sementara itu, Novel Baswedan mengatakan pihaknya menghormati putusan MK. Ia memberi sejumlah catatan penting terkait dengan perubahan batas usia pimpinan KPK yang dinilainya bisa jadi potensi atau motif tertentu untuk menghadang orang-orang tertentu menjadi capim KPK.
”Tentunya ini menggambarkan kepedulian dan kejelian MK terkait persoalan ini,” ungkapnya. Novel Baswedan juga mengapresiasi dissenting opinion yang dikemukakan Arsul.