Mantan Kapolda Babel Disebut di Sidang Korupsi Timah, Harvey Moeis Pernah ke Kantornya
Saksi Adam Marcos menyebut, sempat mengantar Harvey Moeis ke kantor Kapolda Kepulauan Bangka Belitung.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi pengelolaan timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan atau IUP PT Timah Tbk 2015-2022, mantan Kepala Kepolisian Daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Inspektur Jenderal Syaiful Zachri disebut memerintahkan PT Refined Bangka Tin atau PT RBT untuk membantu meningkatkan produksi PT Timah Tbk. Adapun Syaiful Zachri telah meninggal beberapa tahun silam.
Hal itu terungkap dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi timah di wilayah IUP PT Timah Tbk, Kamis (12/9/2024), di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Eko Ariyanto tersebut mengagendakan pemeriksaan saksi terhadap terdakwa Harvey Moeis, Suparta, dan Reza Andriansyah. Dalam sidang itu, jaksa penuntut umum menghadirkan 12 saksi.
Salah seorang saksi bernama Adam Marcos, pegawai bagian umum atau general affairs PT Refined Bangka Tin (RBT). Adam mengatakan, pertama kali dia bertemu dengan Harvey Moeis sekitar 2017. Saat itu, Adam diperintah Direktur Utama PT RBT, Suparta, untuk menjemput Harvey Moeis di bandara Pangkalpinang. Menurut Adam, Harvey adalah tamu dari Suparta.
Dari bandara, Adam mengaku diminta mengantar ke kantor Kepolisian Daerah Provinsi Bangka Belitung (Polda Babel). Saat itu, Adam mengemudi mobil yang ditumpangi Harvey.
”Saudara yang nyetir?” tanya Ketua Majelis Hakim.
”Betul,” jawab Adam.
”Sampai di Polda, (Harvey Moeis) ngapain?” tanya Ketua Majelis Hakim.
”Enggak tahu, Yang Mulia,” jawab Adam.
”Berapa lama?” tanya Ketua Majelis Hakim.
”Sekitar 2 jam,” jawab Adam.
”Tahu masuk ke ruangan mana?” tanya Ketua Majelis Hakim kembali.
”Tidak tahu,” jawab Adam.
Menurut Adam, Harvey adalah tamu Suparta. Setidaknya Adam bertemu dengan Harvey sebanyak tiga kali. Dari tiga kali perjumpaan itu, Harvey disebut mengadakan pertemuan dengan Suparta dan menyambangi pabrik PT RBT.
Adam mengaku diminta mengantar ke kantor Kepolisian Daerah Provinsi Bangka Belitung (Polda Babel). Saat itu, Adam mengemudi mobil yang ditumpangi Harvey.
Adam mengaku tidak mengetahui secara persis keperluan Harvey dan menganggapnya hanya sebagai tamu Suparta. Namun, Adam pernah diminta Suparta untuk bertemu dengan pemilik sebuah smelter timah bernama Tamron. Melalui Adam, Suparta meminta Tamron agar menerima telepon dari Harvey.
Dalam kasus itu, Harvey disebut sebagai perwakilan PT RBT. Harvey didakwa telah bersepakat dengan direksi PT Timah Tbk untuk menerbitkan surat perintah kerja (SPK) kepada pihak swasta untuk menambang di wilayah IUP PT Timah Tbk. Hal itu bertujuan untuk melegalkan pembelian biji timah oleh pihak smelter swasta yang berasal dari penambangan ilegal di IUP PT Timah Tbk.
Ada imbauan Kapolda
Pada persidangan tersebut, Majelis Hakim dan jaksa penuntut umum menggali keterangan dari Adam mengenai peran PT RBT terkait dengan keterlibatan para terdakwa. Menurut Adam, dia pernah dipanggil Suparta untuk melakukan kerja sama terkait biji timah.
”Saya dipanggil Pak Suparta, ada imbauan dari Pak Kapolda untuk membantu PT Timah, untuk meningkatkan produksi. Tolong hubungi PT timah,” tutur Adam menirukan perintah Suparta saat itu.
Di berita acara pemeriksaan (BAP), Adam menyebut Kapolda Kepulauan Bangka Belitung saat itu, yakni Inspektur Jenderal Syaiful Zachri. Beliau telah meninggal beberapa tahun silam.
Adam kemudian diminta Suparta untuk menghubungi orang dari PT Timah Tbk sebagai tindak lanjut imbauan Kapolda tersebut. Adam mengaku sempat diajak berkeliling ke wilayah IUP PT Timah Tbk dan diminta membantu PT Timah Tbk dengan mengumpulkan pasir Timah yang ditambang oleh pihak luar, termasuk perseorangan.
Selama ini pasir timah yang ditambang para petambang itu tidak dijual ke PT Timah Tbk. Para petambang beralasan, mereka ingin langsung dibayar tunai ketika pasir timahnya dibeli. Hal itu tidak tidak bisa dilakukan oleh PT Timah Tbk.
Atas permintaan itu, Adam kemudian diberi uang oleh Suparta untuk membeli pasir Timah dari petambang. Setelah terkumpul banyak di gudang, pasir Timah tersebut dibawa ke smelter PT Timah Tbk. Uang yang dikeluarkan PT RBT itu disebutnya sebagai talangan, baru kemudian diganti PT Timah Tbk. Total jumlah transaksi pembelian yang dibayar PT Timah Tbk sebesar Rp 183 miliar.
Selama ini pasir timah yang ditambang para penambang itu tidak dijual ke PT Timah Tbk.
Karena tidak bisa membeli timah dari perseorangan, kata Adam, kemudian transaksi dilakukan oleh CV Bangka Karya Mandiri. Namun, Adam mengaku tidak mengetahui keterkaitan antara CV tersebut dan PT Timah Tbk.
”Saya di lapangan mencari pasir. Lalu disampaikan agar tidak lagi pakai nama sendiri, tapi pakai nama CV Bangka Karya Mandiri,” ujarnya.