Dua Tersangka Teroris, Anggota JAD, Ditangkap di Bima, Polri: Perekrutan Sistematis
Dari penangkapan dua tersangka terorisme di Bima ini menunjukkan kelompok teror melakukan perekrutan secara sistematis.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri menangkap dua orang tersangka tindak pidana terorisme di Bima, Nusa Tenggara Barat. Keduanya adalah anggota kelompok Jamaah Ansharut Daulah atau JAD yang diduga tengah mempersiapkan diri melakukan aksi teror.
Penangkapan ini menunjukkan bahwa JAD yang telah dilarang di Indonesia masih terus berkembang. Bahkan, dari penangkapan dua tersangka terorisme di Bima ini juga menunjukkan bahwa kelompok teror masih melakukan perekrutan secara sistematis.
Kepala Bagian Perencanaan dan Administrasi Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri Komisaris Besar Aswin Siregar, dalam keterangan tertulis, Sabtu (7/9/2024), menyampaikan, Densus 88 menangkap dua tersangka teroris dari kelompok JAD di Bima, Rabu (4/9/2024). Keduanya berinisial LHM dan DW.
Densus 88 Antiteror Polri menangkap dua tersangka teroris dari kelompok JAD di Bima, Rabu (4/9/2024). Keduanya berinisial LHM dan DW.
Menurut Aswin, tersangka LHM merupakan anggota Tauhid Wal Jihad (TWJ) Kota Bima. Ia juga menyebutkan bahwa LHM juga telah mengikuti deklarasi atau baiat massal untuk mendukung Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS/ISIS) serta bergabung menjadi anggota JAD Bima.
Selain itu, tersangka LHM menjadi penggerak terhadap rangkaian aksi hijrah dan aksi teror di beberapa tempat di wilayah Bima. LHM juga disebut kerap mengisi kajian dan penasihat untuk kaderisasi JAD di Bima. Dia juga merupakan sosok yang dituakan di dalam kelompok JAD Bima yang mengarahkan ketangkasan fisik, menggerakkan kegiatan halaqoh, diskusi agama, anggota Anshor Daulah Islamiyah.
”Serta memberikan khotbah Jumat dengan tema radikal kepada masyarakat umum dan anggota JAD Bima,” terang Aswin.
Adapun tersangka DW disebut telah mengikuti deklarasi atau baiat massal dan bergabung menjadi anggota JAD Bima. Yang bersangkautan juga menjadi pengisi kajian atau pengajar dalam proses kaderisasi JAD dengan tema Daulah Islamiyah dan materi tauhid.
Tidak hanya itu, kata Aswin, tersangka DW juga melakukan pelatihan fisik berupa bela diri Taekwondo, berlari jarak jauh, serta berenang di laut yang dilakukan di beberapa lokasi di sekitar Bima. Hal itu dilakukan dalam rangka penguatan fisik dan persiapan untuk melakukan aksi teror.
Dari penangkapan tersebut, Densus 88 menyita barang bukti antara lain sebuah senapan angin, beberapa buku berisi ajaran radikal, serta lima buah buku catatan bertema Daulah Islamiyah.
Aswin mengingatkan bahwa JAD sudah diputuskan oleh pengadilan sebagai kelompok teror.
Terkait dengan penangkapan dua tersangka teroris itu, Aswin mengingatkan, bahwa JAD sudah diputuskan oleh pengadilan sebagai kelompok teror. Oleh karena itu, masyarakat diharapkan lebih peka dan tidak menjalin hubungan dengan kelompok tersebut.
Berdasarkan catatan Kompas, majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada akhir Juli 2018, yang menjatuhkan putusan menetapkan kelompok teroris, JAD, sebagai korporasi atau organisasi terlarang di Indonesia. Dampak dari keputusan itu, aparat hukum dapat memproses hukum seluruh individu yang berkaitan dengan JAD.
”Menyatakan terdakwa JAD yang diwakili pengurus, Zainal Anshori, telah terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana terorisme. Majelis hakim menyatakan untuk membekukan organisasi JAD dan organisasi lain yang berafiliasi dengan Negara Islam di Irak dan Suriah,” ujar Ketua Majelis Hakim Aris Bawono Langgeng dalam sidang pembacaan putusan, Selasa (31/7/2018), di PN Jakarta Selatan.
Selain JAD, Aris menekankan, semua organisasi yang memiliki hubungan dengan NIIS dinyatakan sebagai organisasi terlarang di seluruh wilayah Indonesia. Kemudian, JAD juga dijatuhi hukuman denda sebesar Rp 5 juta.
Perekrutan sistematis
Aswin pun menyampaikan bahwa penangkapan LHW dan DW di Bima juga memperlihatkan fakta bahwa kelompok teror mampu secara sistematis merekrut dan menanamkan pemahaman yang keliru di masyarakat. ”Masyarakat hendaknya waspada dan mampu memilah agar tidak memasukkan anak-anaknya ke lembaga pendidikan yang mengajarkan pemahaman radikal,” ujar Aswin.
Secara terpisah, pengamat terorisme dari Universitas Malikussaleh, Al Chaidar, berpandangan, kelompok-kelompok yang berafiliasi ke ISIS, seperti JAD, sangat anti dengan kelompok nonmuslim dan antidemokrasi. Oleh karena itu, anggota yang tergabung dalam JAD berpotensi menjadi ancaman bagi berbagai macam kegiatan terkait dengan kelompok yang mereka tentang.
”Demokrasi memang sudah dianggap oleh kelompok ini harus dilawan dan hal itu sudah masuk agenda ISIS. Nah, saat ini kelompok ISIS bukan lagi JAD, atau Mujahidin Indonesia Timur, tetapi yang berkembang adalah kelompok yang disebut Daulah Islamiyah. Dan mereka menyebutnya demikian, tidak disingkat,” ujarnya.
Beberapa hari sebelumnya, Densus 88 Antiteror Polri juga menangkap tujuh orang di sejumlah tempat di Sumatera dan Jawa. Mereka ditangkap karena melakukan provokasi dan teror di media sosial terkait dengan kedatangan Paus Fransiskus di Indonesia (Kompas.id, 6/9/2024)
Ketujuh orang tersebut ditangkap di sejumlah tempat pada Senin hingga Kamis (2-5/9/2024). Pada Senin, aparat Densus 88 menangkap HFP di Bogor, Jawa Barat, dan LB di Pejaten Timur, Pasar Minggu, Jakarta Selatan. Hari berikutnya, Selasa (3/9/2024), aparat menangkap DF di Rawalumbu, Bekasi, Jabar, dan FA di Aren Jaya, Bekasi Timur, Kota Bekasi.
Pada Rabu (4/9/2024), aparat menangkap HS di Pangkalan Baru, Kabupaten Bangka Tengah, Kepulauan Bangka Belitung, dan ER di Cibitung, Kabupaten Bekasi. Terakhir, Kamis (5/9/2024), aparat menangkap RS di Nan Sabaris, Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat.