Wapres Amin: Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan Butuh Kerja Sama Erat
Seluruh pemimpin dunia diajak bersinergi dalam merumuskan inisiatif kebijakan global yang inklusif dan berkeadilan.
Oleh
MAWAR KUSUMA WULAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS— Kegiatan ekonomi konvensional dengan fokus pendapatan jangka pendek telah mengakibatkan krisis iklim, degradasi lingkungan, ketimpangan sosial, dan hilangnya keanekaragaman hayati. Oleh karena itu, transisi menuju pembangunan ekonomi berkelanjutan menjadi suatu keniscayaan dan tanggung jawab global yang memerlukan kerja sama internasional yang erat.
Terkait dengan upaya tersebut, Wakil Presiden Ma’ruf Amin ketika menghadiri Gala Dinner Indonesia International Sustainability Forum (IISF) di Plaza Barat Monas, Jakarta, Kamis (5/9/2024) malam, menyampaikan, regulasi dan komitmen global yang lebih mengikat jadi sangat dibutuhkan.
”Untuk itu, kami terus berupaya menguatkan kerja sama internasional melalui kemitraan strategis dan inisiatif multilateral,” ujar Wapres Amin.
Gala Dinner ini juga dihadiri Wakil Perdana Menteri dan Menteri Transisi Energi dan Transformasi Air Malaysia Dato’ Sri Haji Fadillah bin Haji Yusof, Menteri Senior dan Menteri Koordinator Bidang Keamanan Nasional Singapura Teo Chee Hean, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan, para Menteri Kabinet Indonesia Maju, para duta besar negara sahabat, serta para pemimpin organisasi internasional.
Salah satu upaya untuk mendongkrak kerja sama internasional ini adalah melalui forum IISF yang memungkinkan para pemimpin dunia dan pakar global berdiskusi dan mencari solusi bersama. Sebagai bagian dari masyarakat dunia, Indonesia ditegaskan memiliki komitmen tinggi untuk berperan aktif dan berkontribusi dalam mendorong upaya mitigasi krisis iklim global melalui tekad penuh terhadap Perjanjian Paris dengan visi mencapai Emisi Nol pada tahun 2060.
Fokus pertumbuhan hijau
Langkah-langkah strategis, seperti penguatan regulasi lingkungan, investasi energi terbarukan, hingga kerja sama pengelolaan sumber daya alam di tingkat internasional juga terus dilakukan. Dalam beberapa tahun terakhir, proyek tenaga surya dan panas bumi telah memberikan akses listrik kepada ribuan rumah tangga dan menjadi model bagi negara lain.
Wapres Amin lantas mengajak seluruh delegasi peserta forum ini untuk menciptakan pembangunan global yang lebih berkelanjutan dan inklusif.
Pemerintah juga memiliki fokus lain, yaitu pertumbuhan hijau melalui pemberdayaan masyarakat lokal, menciptakan lapangan kerja hijau, dan praktik pertanian berkelanjutan yang memperhatikan keseimbangan ekosistem. ”Kegiatan ini adalah momentum untuk memperkuat komitmen kita terhadap masa depan yang lebih hijau dan sejahtera,” ucap Wapres Amin.
Wapres Amin lantas mengajak seluruh delegasi peserta forum ini untuk menciptakan pembangunan global yang lebih berkelanjutan dan inklusif. ”Saya mengajak para pemimpin dunia untuk bersama-sama mengoptimalkan kerja sama internasional di bidang teknologi hijau. Dengan dukungan seluruh negara, baik secara teknis maupun finansial, saya meyakini transisi global menuju ekonomi rendah karbon dapat terwujud dengan lebih adil dan merata,” tambahnya.
Kebijakan global inklusif
Seluruh pemimpin dunia diajak bersinergi dalam merumuskan inisiatif kebijakan global yang inklusif dan berkeadilan. Inisiatif yang dihasilkan hendaknya memiliki jaminan atas pemerataan pembangunan ekonomi berkelanjutan, khususnya bagi masyarakat rentan. Peran lembaga keuangan internasional juga perlu diperluas dalam pembiayaan proyek hijau di negara berkembang.
”Kemudahan mengakses mekanisme pembiayaan dan variasi skema yang dapat ditawarkan akan memberikan kontribusi signifikan terhadap keberlanjutan dan pertumbuhan ekonomi ramah lingkungan,” kata Wapres Amin.
Sebelumnya, Opening Ceremony IISF 2024 digelar di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta, pada Kamis (5/9/ 2024) pagi. Presiden Joko Widodo menegaskan pentingnya melibatkan kolaborasi global dalam menangani perubahan iklim. Pada kesempatan itu, Presiden menyampaikan bahwa masalah tersebut tidak dapat terselesaikan apabila dunia masih menggunakan pendekatan ekonomi dan mementingkan egosentris.
”Untuk menyelesaikannya butuh pendekatan yang kolaboratif, butuh pendekatan yang berperikemanusiaan, dan kolaborasi antara negara maju dan berkembang, dan juga kemanusiaan agar prosesnya tidak mengorbankan kepentingan rakyat kecil,” ucap Presiden Jokowi.
Presiden menegaskan bahwa ekonomi hijau tidak hanya mengenai perlindungan lingkungan, tetapi tentang menciptakan kesejahteraan yang berkelanjutan bagi masyarakat. Presiden menuturkan bahwa Indonesia berkomitmen untuk memberikan kontribusi signifikan dalam mencapai net zero emission melalui berbagai potensi energi hijau.
”Indonesia memiliki potensi energi hijau yang melimpah, mencapai lebih dari 3.600 gigawatt. Kami juga memiliki PLTS (pembangkit listrik tenaga surya), PLTS Apung Pembangkit Listrik Tenaga Surya Apung di Waduk Cirata dengan kapasitas 192 megawatt peak (MWp), terbesar di Asia Tenggara dan terbesar ketiga di dunia,” kata Presiden.
Presiden menuturkan bahwa Indonesia berkomitmen untuk memberikan kontribusi signifikan dalam mencapai ’net zero emission’melalui berbagai potensi energi hijau.
Presiden Jokowi menjelaskan bahwa Indonesia memiliki hutan mangrove seluas 3,3 juta hektar yang dapat menyerap karbon secara efektif dan memiliki salah satu kawasan industri hijau terbesar di dunia. Namun, Presiden menekankan hal tersebut tidak dapat memberi dampak signifikan apabila dukungan serta akses riset dan teknologi masih terbatas.
”Semua itu tidak akan memberi dampak signifikan bagi percepatan penanganan dampak perubahan iklim selama negara maju tidak berani berinvestasi, selama riset dan teknologi tidak dibuka secara luas, dan selama pendanaan tidak diberikan dalam skema yang meringankan negara berkembang. Tiga hal itu penting untuk menjadi catatan kita semuanya,” tambahnya.