Pesan Inklusivitas dari Misa Akbar Paus Fransiskus di GBK
Perayaan misa akbar yang dipimpin Paus Fransiskus penuh dengan pesan inklusivitas. Ada apa saja di sana?
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO, PRADIPTA PANDU
·2 menit baca
Seorang remaja laki-laki, Benediktus Dustin, naik ke panggung dan membacakan bacaan pertama dalam misa akbar yang dipimpin oleh Paus Fransiskus di Stadion Utama Gelora Bung Karno, Jakarta, Kamis (5/9/2024). Dengan menggunakan teks huruf Braille, ia kemudian membaca Surat Pertama Rasul Paulus kepada Jemaat di Korintus.
Itu hanya sebagian kecil momentum menarik dari misa akbar yang dihadiri 86.000 umat Katolik tersebut. Di bagian lain, saat pembacaan doa umat, sejumlah orang berpakaian adat naik ke panggung.
Mereka bergantian memanjatkan doa dengan bahasa daerah masing-masing. Bahasa daerah yang dipakai untuk membacakan doa antara lain bahasa Jawa, Toraja, Manggarai Nusa Tenggara Timur, Batak Toba, Dayak Kanayatn, dan Malind Merauke Papua.
Doa yang dipanjatkan di antaranya untuk para pemimpin negeri supaya dalam pengambilan keputusan dapat senantiasa memperjuangkan kebaikan, keadilan, dan kedamaian bangsa. Ada pula doa untuk mereka yang sedang sakit, terkena bencana, dan lanjut usia agar penderitaan mereka bisa diringankan. Kemudian, doa untuk umat Katolik supaya selalu teguh dalam iman sehingga mampu membangun masa depan persaudaraan dan bela rasa terhadap sesama.
Dua momentum ini menunjukkan adanya penghargaan dan pengakuan atas keberadaan atau eksistensi dari perbedaan dan keberagaman. Paus Fransiskus dalam khotbahnya juga menyinggung pentingnya menghargai keberagaman di Indonesia.
Paus memberikan pesan kepada seluruh umat dan bangsa Indonesia untuk senantiasa membangun peradaban perdamaian. Seluruh masyarakat juga didorong untuk menaburkan kasih dan berdialog untuk menjadi pembangun persatuan dan perdamaian.
”Ini adalah keinginan yang diungkapkan baru-baru ini oleh uskup-uskup Indonesia dan saya juga ingin untuk melibatkan seluruh umat Indonesia. Berjalanlah bersama untuk kebaikan Gereja dan masyarakat,” tuturnya.
Ditemui seusai misa, Juru Bicara Panitia Kunjungan Paus Fransiskus ke Indonesia Romo Anthonius Steven Lalu mengatakan, keterlibatan difabel dan tokoh daerah dalam perayaan misa akbar merupakan pesan keberagaman yang ingin disampaikan oleh Gereja Katolik.
Selain itu, lanjut Romo Lalu, hal ini sebagai bentuk penghargaan terhadap budaya. Di Vatikan, hal serupa juga kerap dilakukan. Hal itu diterapkan dengan doa umat yang diambil dari sejumlah bahasa. Suatu ketika, ia pernah mengikuti perayaan misa Minggu Palma di Lapangan Santo Petrus, Vatikan. Kala itu, salah satu doa umat menggunakan bahasa Indonesia, pernah pula bahasa Arab, bahasa Tagalog (Filipina), dan lain-lain.
”Paus Fransiskus dan Gereja Katolik mau menyampaikan pesan bahwa perbedaan itu kekayaan dan harus dihormati. Di antara berbagai keberagaman, Bhinneka Tunggal Ika menjadi pegangan bangsa ini. Karena itu, bisa dilihat, bahasa yang digunakan dalam misa berbeda-beda, penyanyinya macam-macam, petugas misa yang terlibat juga bermacam-macam. Jadi, pesan keberagamannya yang ingin kami angkat,” kata Romo Lalu.
==========
Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam Whatsapp Group Pembaca Kompas ”Liputan Khusus Kunjungan Paus”. Melalui grup tersebut, Kompas akan mengirimkan rekomendasi bacaan terkait kunjungan Paus Fransiskus. Klik di sini untuk mendaftar dan bergabung.