Mengenal Paus Fransiskus lewat Film ”The Two Popes”
Kembali dari sana, ia berubah dengan perspektif yang jelas berpihak kepada kaum miskin.
Adegan pembuka film The Two Popes menggambarkan Paus Fransiskus dengan jeli.
”Saya mau memesan tiket Roma ke Lampedusa,” suara seorang pria sambil menelepon.
”Nama Anda?” tanya perempuan operator travel.
”Jorge Bergoglio.”
”Seperti nama paus?”
”Ya, kira-kira begitu. Yaa sebenarnya….”
”Kode pos?”
”Wah…, saya kurang tahu. Vatican City.”
”Hmmmm… lucuu.”
Tuttttttt……. Tuttttt……
Walaupun fiksi, adegan tersebut bermaksud menggambarkan kesederhanaan dan kerendahan hati Paus Fransiskus, dua hal yang menonjol dalam dirinya. Media The Atlantic, yang mengikuti perjalanan Paus Fransiskus ke Argentina empat bulan setelah dinobatkan, bercerita bagaimana Paus Fransiskus berusaha menjadi orang normal. Ia meminta agar bisa membawa kopernya sendiri yang berisi buku bacaan dan pisau cukur. ”Kita harus tetap normal,” kata Paus Fransiskus.
Tidak ada dalam tradisi, seorang paus membawa sendiri kopernya. Kenormalan menjadi hal yang kompleks bagi Gereja Katolik Roma sebagai salah satu institusi tertua di dunia. Tradisi dan pengaruhnya yang kuat mengingat ada 1,39 miliar umat Katolik di seluruh dunia. Jorge dikenal sebagai pastor yang sering berkunjung ke daerah-daerah kumuh di Argentina. Ia biasa naik kendaraan umum dan memasak makanannya sendiri. Hubungan dengan masyarakat tidak berjarak. Ia lebih menekankan kerja-kerja sosial daripada seremoni gereja. Pesan bahwa ia akan memberikan nuansa yang berbeda telah terasa di jam-jam awal ia menjadi paus.
Tidak saja menjadi paus pertama yang memakai nama Fransiskus, ketika berdiri di balkon seusai terpilih, dengan membungkukkan badan, ia meminta agar umat mendoakannya. Tradisinya, seorang paus yang baru akan memberkati umat yang menunggu di plaza Vatikan.
Baca juga: Ini Terjemahan Khotbah Lengkap Paus Fransiskus Saat Misa Akbar di GBK
Film The Two Popes yang berlatar belakang tahun 2005-2013 ini memotret tradisi serta ruang-ruang yang selama ini tertutup. Tidak saja pergulatan nilai, tetapi juga sosok-sosok yang berada di tengah pusaran itu, seperti Jorge Bergoglio (Jonathan Pryce), seorang Argentina yang kemudian menjadi Paus Fransiskus pada tahun 2013.
Dalam film, Jorge digambarkan sebagai sosok yang bertolak belakang dengan paus pendahulunya, Paus Benediktus XVI (Anthony Hopkins). Jorge tidak saja berasal dari paruh selatan dunia, tetapi juga punya temperamen yang berbeda. Ia digambarkan senang melakukan misa di tempat terbuka, sangat peduli pada kemiskinan, dan cenderung santai dan akrab dengan umat. Sementara Paus Benediktus XVI, seorang Jerman yang lahir dengan nama Joseph Ratzinger, adalah seorang yang memegang teguh prinsip. Ia pengajar dogma dan teologi di Vatikan. Sosok yang terkenal cerdas ini menjadi penjaga teologi pada masa Paus Yohanes Paulus II.
Bagian awal, film ini menampilkan pertemuan Jorge dan Joseph di kamar kecil. Joseph bertanya kepada Jorge yang sedang mencuci tangan sambil bersiul, himne apa yang ia nyanyikan. Jorge mengatakan, ia menyiulkan lagu ABBA, kelompok musik pop asal Swedia. ”Menarik,” kata Joseph yang berlalu.
Baca juga: Kedatangan Paus Fransiskus Sarat Kesederhanaan
Seperti ABBA yang dalam bahasa Ibrani berarti Bapa atau Tuhan, banyak simbol yang digunakan dalam film ini. Yang paling utama, terjadi perdebatan-perdebatan di antara keduanya yang mewakili perdebatan nilai dan kebiasaan dalam gereja Katolik kontemporer. Tercetus berbagai diskusi, mulai dari perlu tidaknya penggunaan bahasa Latin sehari-hari, peran perempuan dalam gereja, sampai kontroversi pelecehan seks bocah laki-laki. Oleh karena itu, walau banyak unsur fiksi untuk menyederhanakan cerita, film ini dekat dengan kenyataannya.
Film ini tidak menempatkan Paus Benediktus XVI ataupun Paus Fransiskus sebagai tokoh yang sempurna. Ketika Jorge telah membeli tiket ke Roma untuk menyerahkan langsung surat pengunduran dirinya sebagai kardinal, untuk menjadi pastor biasa, ia mendapat surat undangan ke Vatikan, langsung bertemu Paus Benediktus. Di tengah latar media-media yang menceritakan skandal pelecehan anak laki-laki di gereja, Jorge berangkat. Ketegangan sempat terjadi di antara keduanya lewat bahasa tubuh dan bahasa oral. Jorge, yang terus-menerus berusaha menyerahkan surat pengunduran dirinya, dialihkan terus oleh Paus Benediktus XVI.
Perlahan, keduanya menjadi dekat. Paus Benediktus XVI bertanya tentang perjalanan iman Jorge. Sebelumnya, Paus Benediktus XVI juga bercerita tentang imannya. Betapa ia merindukan komunikasi bahkan hubungan pribadi dengan Tuhan. Baginya, tidak bisa mendengar suara Tuhan adalah hal yang paling membuatnya sedih.
Baca juga: Ungkap Kesederhanaan Paus Fransiskus, Kardinal Suharyo: Pakai Sepatu yang Sudah Berlekuk
Sementara Jorge menceritakan ganjalan hidupnya tentang peristiwa yang sempat menjadi kontroversi di Argentina. Jorge yang bergabung dengan Serikat Yesus (SJ) memiliki karier cemerlang di Argentina. Penggemar tari tango ini pada usia 36 tahun sudah menjadi pemimpin Yesuit di Argentina dan Uruguay. Namun, tahun 1976-1983 ia menghadapi tantangan besar ketika diktator militer menculik dan membunuh rakyat. Dalam kehidupan nyata, seusai terpilih menjadi paus, Jorge mengatakan, kecepatannya mengambil keputusan membuatnya dituduh sebagai ultrakonservatif pada era 80-an itu. Tahun 1990, Jorge dikirim ke pedalaman Argentina selama dua tahun sebagai kebijakan gereja agar ia banyak berkontemplasi. Kembali dari sana, ia berubah dengan perspektif yang jelas berpihak kepada kaum miskin.
Dalam tiga hari terakhir ini, warga Indonesia bisa melihat bagaimana kesederhanaan dan kerendahan hati Paus Fransiskus hadir. Manusia menjadi yang utama. Walau bukanlah sosok yang sempurna, ia terus berupaya memberikan warna yang berbeda, juga di Indonesia, hari-hari ini.
========
Kami mengajak Anda untuk bergabung dalam Whatsapp Group Pembaca Kompas ”Liputan Khusus Kunjungan Paus”. Melalui grup tersebut, Kompas akan mengirimkan rekomendasi bacaan terkait kunjungan Paus Fransiskus. Klik di sini untuk mendaftar dan bergabung.