Soal Jet, Jubir KPK: Kaesang Tak Perlu Terburu-buru, Bobby Perlu Klarifikasi
KPK sedang menelaah dua laporan masyarakat terkait dugaan gratifikasi jet pribadi oleh Kaesang dan Bobby Nasution.
JAKARTA, KOMPAS — Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi Tessa Mahardhika Sugiarto, di Jakarta, Rabu (4/9/2024), menyampaikan, KPK batal memanggil Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia Kaesang untuk klarifikasi dugaan penerimaan gratifikasi dalam penggunaan pesawat jet pribadi dari Indonesia ke Amerika Serikat. Walakin, dua laporan masyarakat mengenai penggunaan jet oleh anak bungsu Presiden Joko Widodo itu dialihkan dari Direktorat Gratifikasi KPK ke Direktorat Penerimaan Layanan Pengaduan Masyarakat KPK.
Karena laporan dialihkan ke Direktorat Penerimaan Layanan Pengaduan Masyarakat (PLPM) KPK, Tessa pun menyampaikan, Kaesang pun tidak perlu terburu-buru datang ke KPK untuk mengklarifikasi dugaan penerimaan gratifikasi itu. Jika laporan itu tetap ditangani di Direktorat Gratifikasi KPK, sesuai aturan, dugaan penerimaan gratifikasi harus diklarifikasi maksimal 30 hari setelah gratifikasi diterima.
Baca juga: Soal Jet, KPK Mau Klarifikasi, tetapi Tak Tahu Keberadaan Kaesang
”Saat ini penanganan isu terkait saudara K (Kaesang) difokuskan pada proses penelaahan yang ada di Direktorat PLPM. KPK sedang berfokus di proses telaah dan akan ada beberapa tindakan untuk melakukan klarifikasi,” kata Tessa.
Adapun terkait dengan dugaan penggunaan jet oleh Wali Kota Medan Bobby Nasution dan Kahiyang Ayu, kakak ipar dan kakak kandung Kaesang, harus diklarifikasi segera. Tessa mengatakan, mengingat Bobby adalah penyelenggara negara, ia harus segera mengklarifikasi 30 hari setelah penerimaan jika hal tersebut memang bersumber dari gratifikasi atau hadiah.
Jangkauan pemeriksaan lebih luas
Terkait dengan penggunaan jet oleh Kaesang, sejauh ini KPK memperoleh laporan perihal tersebut dari Koordinator Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) dan laporan dari dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ubedilah Badrun.
Kedua laporan itu, menurut Tessa, kini ditangani oleh Direktorat PLPM KPK. Menurut dia, dengan ditangani oleh Direktorat PLPM, maka jangkauan pemeriksaannya akan lebih luas terutama terkait kewenangan KPK dalam mengusut kasus tersebut. KPK tidak hanya akan berfokus pada dugaan penerimaan gratifikasi oleh penyelenggara negara, tetapi juga jabatan Kaesang sebagai ketua umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI), maupun anak dari penyelenggara negara.
”Data yang sudah dikumpulkan oleh Direktorat Gratifikasi KPK tidak akan berhenti, tetapi digunakan untuk diberikan kepada Direktorat PLPM,” kata Tessa.
Bisa atau tidaknya kasus ditindaklanjuti ke proses penyelidikan didasarkan pada kelengkapan bukti awal.
Untuk mekanisme penanganan laporan atau pengaduan, KPK akan melakukan verifikasi selama lebih kurang 1-2 hari kerja. Setelah itu, laporan akan ditelaah yang memakan waktu antara 8-14 hari kerja. Jika memenuhi syarat, selanjutnya akan akan ditindaklanjuti dengan proses pengumpulan bahan dan keterangan atau pengumpulan informasi yang memakan waktu hingga 30 hari.
Setelah itu, akan diadakan gelar perkara untuk memutuskan apakah kasus layak naik ke tingkat penyelidikan atau tidak. Bisa atau tidaknya kasus ditindaklanjuti ke proses penyelidikan didasarkan pada kelengkapan bukti awal maupun dokumen pendukung lainnya dari pihak terkait.
”Untuk saat ini, saya belum bisa memberikan jawaban apakah nanti pihak terlapor juga akan diklarifikasi atau tidak. Tapi, yang jelas pelapor pasti diklarifikasi atau pihak-pihak terkait mungkin yang diduga ada kaitannya terhadap laporan tersebut. Kepastian apakah K (Kaesang) akan dipanggil untuk klarifikasi atau tidak, kita tunggu sama-sama prosesnya,” jelasnya.
Tessa memastikan bahwa perubahan sikap KPK mengalihkan laporan penggunaan jet oleh Kaesang ke Direktorat PLPM KPK, tidak dipengaruhi intervensi atau tekanan dari pihak mana pun. Sampai saat ini pun, KPK masih membuka kesempatan kepada Kaesang untuk mengklarifikasi isu tersebut kepada publik.
”KPK bukan berarti menggebu-gebu atau tidak menggebu-gebu. KPK bekerja berdasarkan kerangka hukum, kewenangan berdasarkan undang-undang. Pada saat ini penanganan perkara sudah dilakukan di Direktorat PLPM, tentunya itu tetap bisa ditindaklanjuti, bukan berarti kasus distop,” tegasnya.
Dengan penanganan perkara dialihkan ke Direktorat PLPM, lanjut Tessa, peluang saksi-saksi atau pihak-pihak terkait untuk dimintai keterangan justru semakin terbuka. Baik itu Kaesang sendiri, maupun penyelenggara negara yang memiliki hubungan saudara dengannya.
Baca juga: Gaya Hidup Kaesang dan Erina, Mengapa Jadi Sorotan?
Perlu segera klarifikasi
Adapun terkait dengan penggunaan jet oleh Wali Kota Medan Bobby Nasution dan istrinya, Kahiyang, menurut Tessa, perlu diklarifikasi oleh Bobby. Sebab, fungsi pelaporan gratifikasi adalah untuk mencegah pegawai negeri dan penyelenggara negara dijerat dengan Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam beberapa kasus di KPK, penyelenggara negara yang menerima gratifikasi dapat dijerat dengan pasal tersebut jika ditemukan bukti penerimaannya. ”Jadi, sebenarnya melapor jika memang menerima gratifikasi itu untuk memberikan rasa aman dan nyaman bagi penyelenggara negara termasuk bagi saudara B (Bobby),” ungkap Tessa.
Pemakaian jet pribadi itu pun sudah diakui oleh Bobby saat diwawancarai wartawan di Medan, Selasa. Bobby membenarkan bahwa dia naik jet pribadi sebagaimana foto yang beredar di media sosial. Namun, dia tidak menjelaskan kapan, dari mana, dan hendak ke mana dia dan Kahiyang menggunakan pesawat tersebut.
”Coba lihat tanggalnya berapa, punya siapa pesawatnya, pakai dana siapa,” kata Bobby di Medan, Selasa (3/9/2024), saat ditanya wartawan tentang foto yang memuat sosok dirinya yang hendak naik jet pribadi dari sebuah bandara (Kompas.id, 3/9/2024).
Tessa menyebut, jika Bobby sudah membenarkan hal itu, tentu saja pihaknya bisa melaporkan ke KPK. Apalagi jika hal itu adalah bentuk penerimaan gratifikasi. ”Yang jelas, terkait subyek saudara B ini juga masih dikumpulkan bahan-bahannya dari Direktorat Gratifikasi,” ucap Tessa.
Tessa menyebut, jika Bobby sudah membenarkan hal itu, tentu saja pihaknya bisa melaporkan ke KPK.
Sementara itu, Koordinator MAKI Boyamin Saiman menyampaikan bahwa KPK harus mengklarifikasi karena jabatan Bobby sebagai penyelenggara negara. Hal-hal yang harus diklarifikasi di antaranya adalah apakah fasilitas itu dibayarkan normal, diskon, atau gratis dari pihak lain. Kemudian, Bobby juga harus mengklarifikasi terkait pemilik jet pribadi, apakah ada kaitannya dengan Pemkot Medan atau tidak, baik untuk perizinan ataupun proyek.
”Jika ada unsur-unsur itu perlu pendalaman lebih lanjut. Namun, jika membayar normal dan pemilik pesawat tidak ada kaitan atau konflik kepentingan, tidak ada masalah,” kata Boyamin.
Harus diselidiki
Dihubungi terpisah, Peneliti Pusat Studi Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Zaenur Rohman mengatakan, dugaan gratifikasi dalam penggunaan jet pribadi oleh Kaesang Pangarep sudah layak untuk diselidiki oleh KPK untuk menemukan ada tidaknya tindak pidana dalam peristiwa tersebut. Penyelidikan dan juga proses hukum dapat dilakukan meskipun Kaesang bukan penyelenggara negara. Sebab, dalam banyak kasus, gratifikasi itu diterima tak langsung oleh penyelenggara negara tetapi melalui keluarga, kolega, ataupun sanak familinya.
”Logika hukumnya adalah penerimaan gratifikasi tersebut karena terkait dengan penyelenggara negara. Ini, kan, semua dugaan. Oleh karena itu, tugas dari KPK untuk melakukan investigasi agar didapatkan Kesimpulan apakah ada tindak pidana atau tidak,” tambah Zaenur.
Baca juga: Desakan agar KPK Usut Dugaan Gratifikasi Kaesang Terus Bergulir
Penerimaan gratifikasi melalui keluarga dapat dijerat pidana. Hal ini terlihat dalam putusan kasasi Mahkamah Agung Nomor 77 K/Kr/1973 tertanggal 19 November 1974 yang sudah menjadi yurisprudensi. Disebutkan, ”Terdakwa dipersalahkan melakukan korupsi cq menerima hadiah, walaupun menurut anggapannya uang yang diterima itu dalam hubungan kematian keluarganya, lagi pula penerima barang-barang bukan terdakwa melainkan isteri dan/atau anak-anak terdakwa.”
Dalam konteks penggunaan jet pribadi oleh Kaesang dan istrinya untuk bepergian ke Amerika Serikat, menurut Zaenur, KPK tinggal membuktikan status services tersebut. Misalnya, apakah benar ada transaksi sewa-menyewa jet pribadi.
”Bagaimana cara KPK membuktikannya? Cek apakah ada pembayaran. Cek, apakah ada transaksi. Setahu saya perusahaan operasional pesawat tersebut bukan perusahaan sewa. Jadi, saya pikir alasan sewa-menyewa juga akan mudah dibantah,” ungkap Zaenur.
Selain itu, ia mengatakan, KPK harus mencari pemilik jet pribadi tersebut untuk mengetahui apakah ia memiliki suatu hubungan yang potensial mengarah pada adanya konflik kepentingan atau menggunakan pengaruh dari status sebagai keluarga penyelenggara negara. Dalam hal ini, Kaesang konteksnya dengan bapaknya yang seorang Presiden dan juga dengan kakak-kakaknya yang merupakan Wali Kota.
”Apakah (ini) bisa diselidiki? Bisa. Apakah perlu gerak cepat? Betul. Itulah pentingnya KPK segera melakukan pengumpulan data dan juga melakukan pemanggilan kepada Kaesang,” kata Zaenur.
Kasus dugaan penerimaan gratifikasi dalam penggunaan pesawat jet pribadi oleh Kaesang dan istrinya tersebut sudah sangat layak untuk dilakukan penyelidikan.
Menurut dia, kasus dugaan penerimaan gratifikasi dalam penggunaan pesawat jet pribadi oleh Kaesang dan istrinya tersebut sudah sangat layak untuk dilakukan penyelidikan untuk menentukan ada atau tidaknya tindak pidana dalam peristiwa tersebut. Ia juga berharap, KPK tidak berlarut-larut dalam menginvestigasi kasus tersebut yang membuat spekulasi publik bisa menjadi liar.
”Dan itu merugikan semua pihak. Publik melihat KPK tidak berani, ketakutan, berada dalam kontrol kekuasaan presiden. Kaesang sendiri kalau memang ternyata tidak menerima gratifikasi bisa semakin rusak namanya. Jadi untuk kepastian hukum, perlu segera dilakukan penyelidikan untuk menjawab pertanyaan apakah ditemukan tindak pidana atau tidak,” pungkas Zaenur.