Kerusakan di DPR Mengundang Keprihatinan, tetapi Juga Pelajaran
Kerusakan di DPR jadi pelajaran. Fasilitas umum tidak boleh dirusak. Tapi dari situ, DPR harus belajar memahami publik.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pihak Sekretariat Jenderal DPR menyatakan kerusakan yang ditimbulkan oleh unjuk rasa penolakan terhadap Revisi Undang-Undang Pilkada pada Kamis (22/8/2024) kemarin merupakan yang terparah dibandingkan beberapa demonstrasi sebelumnya. Pengamat politik memandang, kerusakan tersebut memang sebuah kekeliruan, tetapi juga pelajaran agar DPR memperhatikan kepentingan masyarakat dan negara.
Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar, Jumat (23/8/2024), menyatakan, unjuk rasa penolakan terhadap Revisi Undang-Undang Pilkada pada Kamis (22/8/2024) kemarin mengakibatkan kerusakan fisik di sejumlah bagian di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta. Pintu gerbang, pagar, hingga kamera CCTV mengalami kerusakan berat. Sejauh ini, DPR belum menghitung jumlah kerugian karena masih fokus merapikan.
”Kalau dari sisi fisik, ini kerusakan terparah sepanjang demo yang (pernah) terjadi di DPR. Karena CCTV (kamera pemantau) juga dirusak, (yakni untuk) jaringan utama di sisi utara dan selatan,” kata Indra Iskandar di Jakarta, Jumat.
Sejak Jumat pagi, sejumlah petugas mulai merapikan dan memperbaiki kerusakan pascademonstrasi akbar yang menuntut pembatalan pengesahan Revisi UU Pilkada pada Kamis kemarin. Gerbang yang roboh mulai dipasang kembali, pagar yang jebol ditutup. Coretan-coretan di dinding Gedung DPR perlahan dicat ulang. Kamera pemantau di Kompleks Parlemen yang rusak juga diperbarui.
Indra mengaku, berdasarkan pantauannya bersama jajaran Sekretariat Jenderal DPR yang dilakukan sejak Kamis malam, gerbang utama utara dan sejumlah ruas pagar mengalami rusak berat. Coretan juga memenuhi dinding dari batas Taman Ria sampai batas pagar Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Di sisi selatan, gerbang utama juga mengalami kerusakan berat. Coretan-coretan turut mewarnai dinding depan sepanjang Hotel Mulia sampai Stasiun Palmerah. Fokus Sekretariat DPR, kata Indra, memperbaiki dan merapikan secepatnya. Pekerjaan utama yang dilakukan adalah menutup seluruh pagar dan dinding yang jebol saat unjuk rasa terjadi sehingga bisa meminimalkan akses ilegal ke Kompleks Parlemen.
Oleh karena itu, DPR belum sempat menghitung kerugian pascademonstrasi bertajuk ”Kawal Putusan MK”. Hingga kini, semua sudah dirapikan tetapi belum sempurna. ”Fokus kami memperbaiki dulu. Belum menghitung detail kerugian. Sementara tertutup dulu sambil dirapikan seperti semula. Pagar yang roboh itu terparah karena besinya bengkok,” terangnya.
Kalau dari sisi fisik, ini kerusakan terparah sepanjang demo yang terjadi di DPR. Karena CCTV juga dirusak, jaringan utama di sisi utara dan selatan.
Ditemui terpisah, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad enggan berkomentar soal kerusakan pascademonstrasi serta kaitannya dengan proses-proses politik di parlemen. Menurut dia, hal-hal berkaitan kerusakan dan upaya perbaikan merupakan ranah Sekretariat Jenderal DPR.
Jadi pelajaran
Menurut pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komaruddin, demonstrasi yang muncul di sejumlah daerah menolak revisi UU Pilkada dan menuntut Putusan Mahkamah Konstitusi diterapkan pada UU Pilkada merupakan bagian dari ekspresi kemarahan publik. Kemuakan masyarakat memuncak setelah DPR secara kilat membahas RUU Pilkada untuk mengakali putusan MK.
”Kerusakan kemarin tentu menjadi pelajaran bagi kita bahwa memang di satu sisi itu adalah sebuah kekeliruan, sebuah kesalahan, bagaimanapun tidak boleh merusak fasilitas umum. Tapi di saat yang sama juga DPR mestinya paham dengan logika rakyat, dengan logika mahasiswa,” terangnya.
Massa demonstrasi berangkat dengan keresahan dan pertanyaan mengapa DPR bisa mengebut pembahasan aturan main pilkada demi kepentingan tertentu. Apalagi, RUU Pilkada, apabila disahkan, membuka ruang bagi putra bungsu Presiden Joko Widodo untuk berkontestasi. Padahal, putusan MK sudah secara tegas mengatur persyaratan batas usia.
Upaya DPR mengakali putusan MK, lanjut Ujang, menyakiti hati publik. Sebab, aturan bisa diubah sesuka hati demi golongan tertentu, apalagi berkaitan dengan putra pejabat nomor satu RI.
”DPR itu buat aturan bersama pemerintah untuk kepentingan masyarakat bangsa negara, bukan untuk orang-orang atau individu-individu tertentu. Karena itu tadi, mungkin rakyat marah, rakyat terakumulasi kemarahannya, kekecewaannya kepada DPR, maka yang terjadi tadi ada kerusakan beberapa fasilitas di DPR kemarin,” tambahnya.