Divonis 20 Tahun Penjara, Jessica Wongso Hanya Jalani 8 Tahun
Terpidana kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin, Jessica Wongso, bebas bersyarat Minggu pagi. Ia wajib lapor hingga 2032.
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Terpidana kasus pembunuhan Wayan Mirna Salihin, Jessica Kumala Wongso, bebas bersyarat pada Minggu (18/8/2024). Ia keluar dari Lembaga Pemasyarakatan Pondok Bambu, Jakarta Timur, pukul 09.39 WIB dengan dijemput oleh kuasa hukumnya, Otto Hasibuan, dan tim.
Kepala Kelompok Kerja Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Deddy Eduar Eka Saputra dalam siaran persnya mengatakan, Jessica mendapatkan pembebasan bersyarat setelah mendapatkan total potongan hukuman atau remisi 58 bulan 30 hari. Selama menjalani masa pidana, yang bersangkutan berkelakuan baik berdasarkan Sistem Penilaian Pembinaan Narapidana.
”Warga binaan atas nama Jessica Kumala Wongso mendapatkan pembebasan bersyarat berdasarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI Nomor: PAS-1703.PK.05.09 Tahun 2024,” kata Deddy, Minggu.
Sebelumnya, Jessica divonis 20 tahun penjara berdasarkan putusan kasasi Mahkamah Agung Nomor 498K/PID/2017 tertanggal 21 Juni 2017. Ia terbukti sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan berencana terhadap Wayan Mirna Salihin sesuai dengan Pasal 340 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Jessica sendiri sudah ditahan sejak 30 Juni 2016. Artinya, ia berada di dalam penjara selama 8 tahun 1 bulan 18 hari.
Kasus tersebut sempat mengundang perhatian masyarakat secara luas, apalagi persidangannya yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan disiarkan secara langsung oleh sejumlah stasiun televisi. Kasus itu dikenal dengan pembunuhan kopi Vietnam.
Menurut Deddy, pemberian pembebasan bersyarat kepda Jessica sudah sesuai dengan aturan yang berlaku, yaitu Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor 3 Tahun 2018 tentng Syarat dan Tata Cara Pemberian Remisi, Asimilasi, Cuti Mengunjungi Keluarga, Pembebasan Bersyarat, Cuti Menjelang Bebas, dan Cuti Bersyarat.
Berdasarkan permenkumham ini, pembebasan bersyarat dapat diberikan kepada narapidana yang sudah menjalani 2/3 masa pidananya, berkelakuan baik selama menjalani masa pidana paling singkat 9 bulan terakhir sebelum tanggal 2/3 masa pidana, telah mengikuti program pembinaan dengan baik, tekun, dan bersemangat. Selain itu, syarat pembebasan bersyarat adalah masyarakat dapat menerima program kegiatan pembinaan narapidana.
Selama menjalani bebas bersyarat, mengacu pada permenkumham tersebut, Jessica harus berkala melaporkan diri ke Balai Pemasyarakatan Kelas I Jakarta Timur-Utara. Menurut Deddy, Jessica akan menjalani pembimbingan hingga 27 Maret 2032.
Catatan Kompas, Jessica Kumala Wongso ditangkap polisi pada Sabtu (30/1/2016) pukul 07.45 setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus kematian Wayan Mirna Salihin yang merupakan teman dekatnya (Kompas, 31/1/2016).
Hasil penyidikan kala itu, Jessica bertemu dengan Mirna dan Hani pada 6 Januari di Kafe Olivier, Grand Indonesia, Jakarta Pusat, pukul 17.15. Sebelum Mirna dan Hani datang, Jessica telah lebih dulu tiba di Olivier dan memesan tiga jenis minuman dan langsung membayar tagihannya. Salah satu minuman adalah es kopi vietnamese yang dikonsumsi Mirna.
Seusai memesan minuman di meja bar, Jessica mengamati situasi kafe. Perempuan itu kemudian duduk di meja nomor 54. Tempat duduknya berwarna kuning berbentuk setengah lingkaran dengan meja bulat hitam. Ia duduk di sana selama 51 menit. Setelah pelayan menyajikan pesanan, semua minuman berada dalam penguasaan Jessica selama 45 menit. Selama masa itu, menurut pihak kepolisian, ada titik kritis selama 3 menit yang diyakini adalah saat sianida ditaburkan ke kopi.
Menurut kepolisian, selama duduk, Jessica menunjukkan gerak-gerik mencurigakan, mulai dari menata letak minuman, meletakkan tas kertas di atas meja yang menghalangi pandangan kamera pengawas ke arah minuman, hingga terlihat memindahkan kopi ke dekatnya. Ada waktu ketika dia memegang kopi dan pada saat bersamaan melihat kondisi sekitar, berkali-kali memegang rambut, setelah melakukan sesuatu pada kopi, dia mengembalikan gelas kopi ke tempat semula. Setelah itu, tersangka memindahkan tas kertas dari meja ke tempat duduk.
Kemudian, begitu sampai di Kafe Olivier, Mirna minum kopi tersebut. Tak berapa lama, korban menunjukkan reaksi aneh, seperti kejang-kejang dan beberapa bagian tubuh mengeras. Perempuan itu lalu dibawa ke Klinik Damayanti yang berada di lantai dasar mal sebelum dirujuk ke Rumah Sakit Abdi Waluyo, Jakarta Pusat. Dokter menyatakan Mirna meninggal pukul 18.30.
Dari hasil otopsi jenazah disimpulkan bahwa Mirna mengalami gejala klinis sianosis akibat racun sianida. Gejala itu terlihat dari warna kulit kebiruan atau pucat di bagian bibir karena kandungan oksigen yang rendah di dalam darah.
Selain itu, hasil investigasi juga menunjukkan indikasi kuat adanya zat korosif yang menghancurkan sistem pencernaan dan organ lambung. Polisi juga memeriksa uji racun terhadap empat jenis kopi sejenis di Olivier. Warna kopi yang dikonsumsi Mirna kehijauan, seperti kopi dengan sianida. Warna kopi ini tidak seperti warna kopi tanpa sianida saat pertama kali pelayan menyajikan minuman itu. Pemeriksaan sementara menunjukkan tersangka sebagai pelaku tunggal.
Selanjutnya, kasus itu bergulir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Pada 27 Oktober 2016, majelis hakim yang dipimpin Kisworo memvonis Jessica 20 tahun penjara karena Jessica secara sah dan meyakinkan memenuhi seluruh unsur dakwaan jaksa penuntut umum pada Pasal 340 KHUP tentang pembunuhan berencana. Sidang dengan agenda pembacaan vonis kemarin merupakan sidang ke-32 sejak sidang pertama digelar pada 15 Juni 2016. Vonis hakim ini sama dengan tuntutan jaksa.
Menurut Kisworo, hal yang memberatkan terdakwa adalah perbuatan dia terhadap temannya tergolong keji. Terdakwa juga tidak menyesali dan mengakui perbuatannya. Hal yang meringankan, terdakwa masih muda sehingga diharapkan bisa memperbaiki diri.
Jessica tampak tenang ketika majelis hakim membacakan vonis lalu berkonsultasi sebentar dengan penasihat hukumnya. Menurut Jessica, putusan itu tidak adil dan memihak.
”Keputusan hakim sangat tidak adil, berpihak, dan sangat tidak berdasarkan hukum. Kami melihat ada lonceng kematian di pengadilan ini, maka kami secara tegas menyatakan banding,” kata pengacara Jessica, Otto Hasibuan (Kompas, 28/10/2016).