Saat Presiden Jokowi Dibayang-bayangi Kolonial Ketika Berada di Istana...
Dari 6 istana, ada 5 dibangun zaman kolonial. Hanya Istana Tampaksiring Bali buatan sendiri dan kini Istana Negara IKN.
Momen pengarahan kepala daerah yang digelar di Istana Garuda, Ibu Kota Nusantara, Selasa (13/8/2024), tak disia-siakan Presiden Joko Widodo untuk mengenalkan istana baru kepada ”raja-raja” daerah. Mereka juga diajak berfoto di depan Istana sebagai bukti telah menapaki calon ibu kota baru yang dibangun sejak dua tahun silam.
Ketika memberikan pengarahan, Presiden Jokowi bahkan ”curhat” di hadapan kepala daerah tentang istana yang dibangun di periodenya. Menurut dia, Istana Negara dan Istana Garuda atau Kantor Presiden, yang berada di IKN merupakan istana baru buatan bangsa Indonesia.
Berbeda dengan istana-istana lain yang digunakannya dalam menjalankan roda pemerintahan. Beberapa istana itu merupakan warisan kolonial Belanda yang pernah menjajah Indonesia. Bahkan, istana-istana itu pernah menjadi kediaman sejumlah gubernur jenderal Belanda dan Panglima Tinggi Tentara Jepang ketika berkuasa.
Baca juga:”Huma Betang Umai” untuk Istana Wapres di IKN
Ia mencontohkan, Istana Negara, Jakarta, dihuni oleh Gubernur Jenderal Peter Gerardus van Overstraten. Kemudian Istana Merdeka, Jakarta, ditempati Gubernur Jenderal Johan Wilhelm van Lansberge. Istana Bogor juga pernah dihuni Gubernur Jenderal Belanda, Gustaaf Willem Baron van Imhoof.
”Saya hanya ingin menyampaikan bahwa itu sekali lagi Belanda, bekas Gubernur Jenderal Belanda, dan sudah kita tempati 79 tahun. Jadi, 'bau-baunya kolonial' selalu saya rasakan setiap hari, dibayang-bayangi,” ujar Presiden Jokowi.
Oleh karena itu, kata Presiden Jokowi, istana yang dibangun di IKN membuktikan bahwa bangsa Indonesia mempunyai kemampuan untuk membangun ibu kota sesuai keinginan dan desain sendiri. Ibu kota bisa terwujud meski pembangunannya memerlukan waktu yang panjang, bahkan bisa lebih dari dua kali masa jabatan presiden.
”Jadi, kalau Bapak-Ibu Gubernur, Bupati, dan Wali Kota tadi melihat, ini baru awal, ini belum selesai. Jangan keliru, ini belum selesai, mungkin baru 20-an persen,” kata Presiden Jokowi.
Istana kolonial dan buatan bangsa Indonesia
Dikutip dari situs Kementerian Sekretariat Negara, Istana Negara pada awalnya merupakan kediaman pribadi seorang warga negara Belanda yang bernama JA van Braam. Ia mulai membangun kediamannya tersebut selama sekitar delapan tahun.
Pembangunan Istana Negara dimulai pada 1796 ketika masa pemerintahan Gubernur Jenderal Pieter Gerardus van Overstraten sampai 1804 di pada masa pemerintahan Gubernur Jenderal Johannes Sieberg.
Namun, pada 1816, bangunan tersebut diambil alih oleh pemerintah Hindia Belanda dan digunakan sebagai pusat kegiatan pemerintahan. Bangunan dipakai pula sebagai kediaman para Gubernur Jenderal Belanda sehingga kerap dijuluki ”Hotel Gubernur Jenderal”.
Setelah Istana Negara dianggap kurang memenuhi syarat untuk keperluan kegiatan pemerintah Hindia Belanda, dibangunlah Istana Merdeka. Pembangunan Istana Merdeka dimulai pada 1873 dan selesai pada 1879.
Bangunan yang dulu disebut Istana Gambir itu pernah digunakan sebagai kediaman sejumlah pimpinan Belanda dan Jepang. Tercatat 15 gubernur jenderal Hindia-Belanda dan tiga Saiko Syikikan atau panglima tertinggi tentara XVI Jepang di Jawa tinggal di istana tersebut.
Istana Bogor pertama kali dibangun tahun 1745 oleh Gubernur Jenderal van Imhoff. Pada mulanya, bangunan ini merupakan sebuah pesanggrahan yang diberi nama Buitenzorg yang berarti bebas masalah atau kesulitan.Pada 1870, Istana Buitenzorg ditetapkan sebagai kediaman resmi para Gubernur Jenderal Belanda.
Demikian pula Istana Cipanas dan Istana Yogyakarta atau Gedung Agung atau gedung negara, yang sama-sama dibangun di zaman kolonial Belanda, dan kini menjadi Istana Kepresidenan.
Tercatat hanya Istana Tampaksiring di Bali yang khusus dibangun oleh bangsa Indonesia sendiri, yaitu RM Sudarsono, dan dikerjakan oleh Jawatan Pekerjaan Umum pada 1957-1960 atas perintah Presiden Soekarno. Pesanggarahan yang pernah dijadikan tempat peristirahatan dan menerima tamu-tamu negara oleh Presiden Soekarno itu, oleh Sekretariat Negara, kini dijadikan salah satu dari enam Istana Kepresidenan.
Hadirkan istana buatan sendiri
Sejarawan Universitas Gadjah Mada, Sri Margana, menilai pernyataan Presiden Jokowi bukan berarti bahwa pemimpin negara ini tidak menghargai sejarah. Presiden Jokowi dinilai justru ingin menghadirkan istana yang dibuat sendiri sebagai refleksi atas kemajuan bangsa setelah hampir 80 tahun merdeka.
Menengok ke belakang, Margana menyebut bahwa hal pertama yang dilakukan Soekarno begitu diangkat menjadi Presiden adalah berupaya menghilangkan kesan-kesan kolonial, antara lain dengan menghancurkan patung-patung Gubernur Jenderal Hindia Belanda hingga benteng yang mengelilingi Jakarta. Setelah menghilangkan simbol kolonialisme itu, Bung Karno kemudian membangun monumen baru, seperti Monas, Patung Selamat Datang, dan Patung Pancoran, sebagai simbol nasionalisme.
Baca juga: Istana Kepresidenan Kini Menggunakan Listrik Ramah Lingkungan
Bung Karno pun kala itu berniat membangun ibu kota baru di Palangkaraya dari keringat dan kreasinya sendiri. Sebagai refleksi 80 tahun kemerdekaan Indonesia, kehadiran Istana Negara di IKN yang bernuansa lokal harus diapresiasi. Hal ini kian penting karena gedung heritage seperti Istana Negara dan Istana Merdeka di Jakarta sudah berumur ratusan tahun dan sudah tak layak untuk terus dihuni sebagai istana kepresidenan.
”Untuk bangunan yang umurnya sudah sekian itu, memang tidak perlu difungsikan sebagai seperti Istana Presiden. Saya setuju dibuat istana yang baru untuk tidak saja memperlihatkan kemampuan bangsa, tetapi juga menjaga keselamatan wibawa pemerintah,” ujar Margana.
Bangunan Istana Merdeka dan Istana Negara di Jakarta sebaiknya beralih fungsi menjadi museum kepresidenan yang masih tetap bisa dinikmati dan dimanfaatkan bagi kepentingan ilmu pengetahuan. Kehadiran museum ini sekaligus menjadi bukti bahwa rakyat Indonesia pernah mengalami suatu periode yang tidak mudah dalam sejarah bangsa ini.
Pada era kejayaannya, gedung-gedung seperti Istana Negara dan Istana Merdeka di Jakarta memang pernah menjadi simbol dari kolonialisme atau penjajahan. Gedung-gedung ini lantas menjadi simbol penindasan. ”Sebagai bangsa, kita akan lebih bangga memiliki istana sendiri yang dibangun sendiri,” tambah Margana.
Pendiri Komunitas Historia Indonesia (KHI), Asep Kambali, menegaskan bahwa Istana Merdeka, Istana Negara di Jakarta, dan Istana Bogor memang merupakan peninggalan kolonial sehingga "berbau kolonial". Namun, ia khawatir jika semangat antibangunan kolonial yang berlebihan menumbuhkanrasa kebencian pada bangunan-bangunan bersejarah.
Rasa benci bangunan kolonial ini disebut sudah tidak pada tempatnya lagi. ”Yang kita takutkan, karena dianggap sebagai peninggalan kolonial, bangunan itu harus dihancurkan,” ujarnya.
Menurut Asep, peninggalan sejarah berupa gedung-gedung tua yang dijadikan istana justru bukti bahwa Indonesia pernah dijajah. Namun, peninggalan masa lalu ini harus diperlakukan dengan baik sebagai aset pariwisata yang justru akan menarik wisatawan.
Asep menekankan, bangunan peninggalan kolonial berbeda dengan paham kolonialisme itu. "Saya khawatir karena tidak memahami sejarah, persoalan kolonial dan kolonialisme ini kemudian menjadi sesuatu yang menakutkan, misalnya dengan menghancurkan gedung bersejarah,” ujarnya.
Kehadiran bangunan kolonial dipastikan menjadi bukti bahwa Indonesia memang pernah dikuasai penjajah. Namun, rakyat Indonesia terbukti berhasil mewujudkan kemerdekaannya sendiri dengan perjuangan.
”Jangan sampai para pemimpin bangsa, Pak Jokowi melupakan sejarah gitu ya. Saya kira kolonialisme itu bukan bangunan. Kolonialisme itu adalah pikiran. Jadi, bangunannya yang bergaya arsitektur kolonial itu sekarang sudah menjadi milik bangsa. Oleh sebab itu, harus kita jaga,” katanya.