Bobby-Kahiyang Disebut di Pengadilan, Mungkinkah Keduanya Menyusul Politisi PDI-P Bolak-balik di KPK?
Ketika nama Bobby Nasution dan Kahiyang Ayu disebut di dalam persidangan, wajib bagi KPK untuk mendalaminya.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·4 menit baca
Setiap orang mempunyai kedudukan yang sama di hadapan hukum. Karena itu, jika Komisi Pemberantasan Korupsi kini memeriksa sejumlah politisi PDI Perjuangan terkait kasus Harun Masiku, pengadaan barang dan jasa di Semarang, Jawa Tengah, dan kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial (bansos), seharusnya KPK juga membuka ruang memanggil anak dan menantu PresidenJoko Widodo, Kahiyang Ayu dan Bobby Nasution, dalam penyidikan sehingga perkaranya terang benderang di pengadilan.
Nama Kahiyang dan Bobby saat itu muncul dalam sidang dugaan suap dan gratifikasi bekas gubernur Maluku Utara, Abdul Ghani Kasuba, baru-baru ini. Sebelumnya, di sidang yang digelar di Pengadilan Negeri Ternate pada 31 Juli 2024 nama Bobby dan Kahiyang turut disebut-sebut. Kepala Dinas ESDM Provinsi Maluku Utara Suryanto Andili yang dihadirkan sebagai saksi mengatakan, Abdul Gani Kasuba menggunakan kode ”Blok Medan” saat memuluskan pengurusan izin tambang yang diduga dimiliki Bobby Nasution.
Menurut Suryanto, untuk pengurusan perizinan usaha pertambangan milik Bobby yang kini masih menjabat Wali Kota Medan, Suryanto sempat diajak bertemu dengan salah satu pengusaha di Medan, Sumatera Utara. Saat itu, Suryanto menggantikan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Maluku Utara Bambang Hermawan yang tidak bisa datang.
Di dalam sidang, Abdul Gani mengatakan, istilah Blok Medan dipakai untuk pengurusan izin tambang di Halmahera sebagai usaha milik Kahiyang Ayu. Ia pun tidak membantah adanya pertemuan dengan salah satu pengusaha di Medan.
Untuk itu, publik berharap perlakuan KPK terhadap keduanya sama dengan kasus yang tengah disidik KPK dalam dugaan politisi PDI Perjuangan terkait Harun Masiku, pengadaan barang dan jasa di Semarang, serta bantuan sosial (bansos).
Bergantung kebutuhan penyidik
Menyikapi hal itu, Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto di Jakarta, Senin (5/8/2024), mengatakan, keterangan di persidangan dapat diberikan jaksa kepada penyidik jika ada surat perintah penyidikan yang masih berjalan. Keterangan itu dapat ditindaklanjuti apabila dibutuhkan untuk memperkuat penyidikan yang tengah berlangsung.
”Pemanggilan saksi siapa pun itu bergantung kepada kebutuhan penyidik. Tidak serta-merta apabila namanya disebut di persidangan itu penyidik akan langsung memanggil,” kata Tessa.
Ia menjelaskan, perlu dilihat terlebih dahulu apakah keterangan tersebut akan mendukung proses penyidikan atau sebuah tindak pidana berbeda yang tidak berkaitan langsung dengan perkara Abdul Ghani. Karena itu, perlu dilihat lagi proses persidangan. Tessa mengajak publik ikut mengawal perkara ini dan melihat bagaimana jaksa penuntut umum bersikap terhadap keterangan yang sudah muncul di persidangan.
Blok Medan
Bobby dan Kahiyang tak kunjung diperiksa, KPK justru terus mengusut perkara yang diduga melibatkan politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P). Pada Senin kemarin, misalnya, KPK memeriksa anggota Komisi VII DPR dari Fraksi PDI-P, Herman Herry. Adapun Kahiyang dan Bobby yang namanya sudah muncul di pengadilan hingga kini belum juga ditindaklanjuti oleh pengadilan ataupun KPK.
Tessa menjelaskan, Herman diperiksa seputar pengetahuannya tentang perkara dugaan korupsi bantuan sosial presiden untuk penanganan Covid-19 di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek).
Dalam hal ini, (didalami terkait) salah satu perusahaan yang belum bisa saya sebutkan namanya.
”Dalam hal ini, (didalami terkait) salah satu perusahaan yang belum bisa saya sebutkan namanya,” kata Tessa. Ia menambahkan, perusahaan tersebut diduga terlibat dalam proses pengadaan bansos.
KPK juga memeriksa calon legislatif DPR 2019 daerah pemilihan Kalimantan Barat (Kalbar) atau eks Kepala Dinas Pendidikan Pendidikan dan Kebudayaan Kalbar Alexsius Akim terkait perkara dugaan suap dengan tersangka Harun Masiku yang sudah buron empat tahun.
Tessa mengungkapkan, penyidik mendalami modus yang mirip dengan perkara Harun dan terjadi di Dapil Kalbar pada waktu yang sama. Penyidik juga mendalami keberadaan Harun.
Seusai diperiksa, Alexsius mengakui telah dikonfirmasi terkait perkara Harun. Namun, ia mengaku tidak mengenal Harun.
Ia banyak didalami terkait dengan persoalannya sendiri. Alexsius seharusnya dilantik sebagai anggota DPR, tetapi justru diberhentikan oleh PDI-P tanpa alasan yang jelas. Alexsius yang dalam Pemilihan Legislatif 2019 menduduki posisi kedua dinyatakan tidak memenuhi syarat karena dipecat. Karena itu, kursinya digantikan oleh caleg yang menduduki posisi keempat. Saat ini, Alexsius menjadi Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kalbar.
KPK tak boleh beda-bedakan
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Zaenur Rohman, menegaskan, semua orang memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum. ”Karena itu, terhadap Bobby, Kahiyang, atau siapa pun itu seharusnya berlaku treatment (perlakuan) prosedur yang sama dengan orang lain,” ujarnya menegaskan.
Ketika nama Bobby dan Kahiyang disebut di dalam persidangan, wajib bagi KPK untuk mendalaminya. Keduanya perlu ditelusuri perannya dalam pengurusan tambang di Maluku Utara. KPK tidak boleh memberikan perlakuan khusus kepada mereka.
Berdasarkan sejarah, KPK selalu mengembangkan perkara. Ketika mengungkap sebuah kasus korupsi dan diketahui banyak perkara lainnya, KPK selalu membongkarnya. Karena itu, KPK harus memperjelas perkara ini demi menjamin hak asasi dari Bobby dan Kahiyang agar tidak terjadi pembunuhan karakter.
Zaenur berharap, selain menelusuri di luar sidang dengan mengumpulkan informasi penyelidikan, KPK juga perlu mendalaminya di dalam persidangan. Jaksa penuntut umum harus menanyakan lebih detail kepada para pihak yang menyebut atau diduga mengetahui perkara ini, khususnya Abdul Ghani. Sebab, Abdul Ghani yang paling mengetahui apa saja yang diurus oleh Bobby dan Kahiyang.
Sejauh ini, menurut Zaenur, KPK tidak berani menyebut nama Bobby dan Kahiyang. Hal itu mengindikasikan ada perlakuan yang berbeda terhadap keduanya.
KPK tidak berani menyebut nama Bobby dan Kahiyang. Hal itu mengindikasikan ada perlakuan yang berbeda terhadap keduanya.
Padahal, KPK pernah menangani kasus penyelewengan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia (YPPI) sebesar Rp 100 miliar pada 2003 dan menjerat Aulia Pohan selaku mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia. Aulia merupakan besan dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Ia melihat KPK saat itu berada dalam kondisi yang sangat independen. Sekarang, publik sudah melihat KPK tidak sepenuhnya independen. Meski demikian, ini menjadi momentum bagi pimpinan KPK untuk menunjukkan kepada publik bahwa mereka bebas dari campur tangan kekuasaan mana pun, termasuk presiden.
”Ini juga akan menjadi pembuktian apakah mereka itu bekerja secara profesional, secara prosedural, menunjukkan independensi; atau mereka bekerja penuh dengan kekhawatiran, ketakutan, apalagi dalam tekanan,” kata Zaenur menegaskan.