Babak Baru Kasus Timah Rp 300 Triliun, Tiga Terdakwa Mulai Diadili
Masih ingat kasus timah yang merugikan negara hingga Rp 300 triliun? Bagaimana kelanjutan penanganan kasus tersebut?
Oleh
HIDAYAT SALAM
·4 menit baca
Masih ingat dengan kasus timah yang merugikan negara hingga Rp 300 triliun? Kasus yang juga menyeret crazy rich Pantai Indah Kapuk, Helena Lim, serta suami dari aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis, itu kini telah memasuki babak baru. Tiga terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pengelolaan timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk 2015-2022 mulai diajukan ke meja hijau.
Sidang perdana perkara dugaan korupsi pengelolaan timah digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (31/7/2024) kemarin. Sidang digelar dengan terdakwa tiga mantan Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Mereka adalah Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung 2015-2019 Suranto Wibowo, Kepala Dinas ESDM Bangka Belitung 2019 Rusbani, dan Kepala Dinas ESDM Kepulauan Bangka Belitung 2021-2024 Amir Syahbana.
Amir Syahbana dan Suranto Wibowo yang hadir dalam ruang sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, sedangkan Rusbani hadir secara daring dari kantor Kejaksaan Negeri Bangka. Sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan tersebut dipimpin oleh Hakim Ketua Fajar Kusuma Aji didampingi oleh Rios Rahmanto dan Sukartono sebagai hakim anggota.
Surat dakwaan dibacakan secara bergantian oleh tim jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Agung yang dipimpin Ardito Muwardi. ”Para terdakwa telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dengan kerugian negara mencapai Rp 300 triliun,” ucap jaksa penuntut umum.
Kerugian negara sebesar Rp 300 triliun itu dihitung dari Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara Perkara Dugaan Tindak Pidana Korupsi Tata Niaga Komoditas Timah di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah Tbk 2015-2022 dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BKPP).
Di dalam dakwaan jaksa penuntut umum, Suranto, Rusbani, dan Amir Syahbana disebut telah melawan hukum karena tidak melakukan pembinaan dan pengawasan secara benar terhadap perusahaan-perusahaan smelter. Ketiganya juga tidak membina dan mengawasi perusahaan tambang yang menambang tidak sesuai dengan Rencana Kerja Anggaran dan Biaya (RKAB) yang telah disetujui.
Para terdakwa telah melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dengan kerugian negara mencapai Rp 300 triliun.
Bahkan, Suranto dan Amir Syahbana disebut turut menyetujui RKAB milik kelima smelter beserta perusahaan afiliasinya. Padahal, keduanya mengetahui bahwa isi RKAB tersebut tidak benar dan hanya formalitas.
Lima perusahaan smelter yang dimaksud ialah PT Refined Bangka Tin, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa. PT Stanindo Inti Perkasa. PT Tinindo Internusa, serta beserta para perusahaan afiliasinya.
Tindakan ketiga terdakwa itu, menurut jaksa, telah mengakibatkan tidak terlaksananya tata kelola pengusahaan tambang yang baik. Dampaknya, lingkungan di Provinsi Bangka Belitung menjadi rusak. Kerusakan lingkungan tidak hanya terjadi di kawasan hutan, tetapi juga di luar kawasan hutan dalam wilayah IUP PT Timah Tbk. Akibatnya, terdapat kerugian ekologi, kerugian ekonomi lingkungan, dan pemulihan lingkungan.
Tak hanya itu, perusahaan pemilik IUJP (izin usaha jasa pertambangan) yang bermitra dengan PT Timah Tbk juga dengan leluasa melakukan penambangan ilegal. Mereka pun bertransaksi jual-beli bijih timah dengan PT timah Tbk selaku pemegang IUP. Padahal, PT Timah Tbk seharusnya tidak membeli bijih timah yang berasal dari wilayah IUP-nya sendiri.
Kantongi keuntungan
Selain Suranto, Rusbandi, dan Amir, masih ada 18 tersangka lain dalam kasus timah yang belum diadili. Mereka di antaranya adalah Helena Lim, Harvey Moeis, serta sejumlah mantan pejabat PT Timah, seperti Mochtar Riza Pahlevi, Emil Ermindra, dan Alwin Akbar.
Dalam sidang perdana di Pengadilan Tipikor Jakarta juga terungkap, Amir Syahbana menerima keuntungan hingga Rp 325 miliar dari perbuatannya melawan hukum dan menyalahgunakan kewenangan.
Sejumlah pihak lain yang memperoleh keuntungan dari perkara dugaan korupsi tata niaga komoditas timah di IUP PT Timah adalah Suparta dari PT Refined Bangka Tin mendapat Rp 4,5 triliun, Tamron alias Aon melalui CV Venus Inti Perkara sebesar Rp 3,6 triliun, dan Robert Indarto melalui PT Sariwiguna Binasentosa sebesar Rp 1,9 triliun.
Kemudian Suwito Gunawan melalui PT Stanindo Inti Perkasa sebanyak Rp 2,2 triliun, Hendry Lie melalui PT Tinindo Internusa sebesar Rp 1,05 triliun, Emil Ermindra melalui CV Salsabila sebanyak Rp 986 miliar, serta Harvey Moeis dan Helena LIm sebesar Rp 420 miliar.
Selain itu, perbuatan para terdakwa juga telah memperkaya sebanyak 375 Mitra Jasa Usaha Pertambangan (pemilik IUJP), di antaranya CV Global Mandiri Jaya, PT Indo Metal Asia, CV Tri Selaras Jaya, PT Agung Dinamika Teknik Utama mencapai Rp 10,3 triliun dan CV Indo Metal Asia dan CV Koperasi Karyawan Mitra Mandiri (KKMM) setidak-tidaknya Rp 4,1 triliun.
Atas perbuatannya, baik Suranto Wibowo, Amir Syahbana, maupun Rusbani didakwa telah bersama-sama melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri dan orang lain hingga merugikan keuangan serta perekonomian negara.
Terhadap dakwaan tersebut, Suranto Wibowo, Amir Syahbana, dan Rusbani mengaku mengerti. Meski demikian, hanya Amir Syahbana dan Suranto Wibowo yang akan menyampaikan nota keberatan di persidangan selanjutnya. Persidangan akan digelar kembali pada 7 Agustus 2024 mendatang.