Edukasi Antikorupsi, dari Dongeng Si Kumbi hingga Kantin Kejujuran
Beragam cara dilancarkan KPK untuk mengedukasi perilaku antikorupsi sejak dini.
Ada yang berbeda di Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi, Jakarta, Selasa (23/7/2024) pagi. Tidak seperti biasanya, gedung milik Komisi Pemberantasan Korupsi itu dipenuhi dengan anak-anak dan remaja.
Mengenakan pakaian berwarna dominan kuning, anak-anak dari sejumlah taman kanak-kanak (TK) memasuki Ruang Randy Yusuf yang dipenuhi dengan hiasan. Ada balon warna-warni, ada pula papercraft Kumbi, tokoh animasi ikon Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), dan keluarganya. Pada bagian depan terpasang layar lebar untuk menonton video.
Puluhan anak itu berasal dari TK Latihan II, Jakarta Selatan; TK Kristen 9 Penabur, Jakarta Selatan; dan TK Aisyiyah Bustanul Athfal 14, Jakarta Selatan. Mereka duduk dengan rapi mengikuti acara yang digelar KPK untuk memperingati Hari Anak Nasional Ke-40. Dari senam bersama, mendengarkan dongeng Si Kumbi: Piknik di Kumbinesia, hingga permainan interaktif.
Beberapa kali, pembawa acara melemparkan pertanyaan terkait korupsi.
”Korupsi itu adalah mengambil hak orang lain,” ucap Adan, siswa TK Aisyiyah Bustanul Athfal, saat menjawab pertanyaan dari pembawa acara terkait apa itu korupsi, di Ruang Randy Yusuf.
Jawaban Adan itu sontak mendapat respons tepuk tangan dari para peserta dan para pegawai KPK.
”Siapa yang ajarin, Adan?” tanya pembawa acara.
”Dari keluarga,” ucap Adan.
Pada peringatan Hari Anak Nasional ini, KPK menggelar acara edukasi tentang perilaku antikorupsi. Bagi KPK, pembelajaran sikap antikorupsi dimulai dari mengenal makna korupsi serta mengidentifikasi tindakan-tindakan yang termasuk korupsi dan juga upaya mencegah secara sederhana.
Baca juga: KPK Nilai Pendidikan Masyarakat Jadi Kunci Peningkatan Indeks Perilaku Antikorupsi
”Jika kawan-kawan mengambil mainan milik orang lain, itu adalah perilaku korupsi,” ujar Direktur Sosialisasi dan Kampanye KPK Amir Arief saat menyapa puluhan siswa TK yang hadir.
”Kayak maling,” sahut siswa TK lainnya.
Setelah acara bersama siswa TK berakhir, KPK melanjutkan kegiatan berikutnya dengan puluhan siswa SMP. KPK mengundang puluhan siswa SMP yang berasal dari SMP Al-Fath BSD, Tangerang Selatan, dan SMP Strada Santa Anna, Jakarta Timur, untuk menyaksikan film antikorupsi.
Tumbuh fondasi integritas
Amir Arief mengatakan, terdapat sembilan nilai antikorupsi, yaitu jujur, peduli, mandiri, disiplin, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, adil, dan berani, yang harus selalu ditanamkan kepada anak sejak dini. Di sekolah, selain siswa, juga ada guru yang dituntut memberikan teladan kepada siswa dalam hal pencegahan korupsi. Melalui penanaman sikap-sikap tersebut, diharapkan akan tumbuh generasi muda yang beretika dan memiliki fondasi integritas.
Sejumlah pendekatan bisa dijalankan untuk menanamkan nilai-nilai antikorupsi. Metode edukasi yang menarik dan menyenangkan dapat diterapkan untuk menanamkan sikap antikorupsi kepada anak-anak.
Bagi siswa SMP, lanjut Amir, mereka diberikan edukasi perilaku antikorupsi dengan cara menonton film. Ada sejumlah film bertema antikorupsi yang disaksikan oleh mereka, seperti Liburan Diam-diam dan Loma.
”Hari ini kami memanfaatkan momentum Hari Anak Nasional. Kita peringati dan kita berikan pembekalan sikap jujur kepada peserta-peserta dari sekolah,” ujar Amir.
Kami lebih mendorong agar siswa punya kesadaran dan mengakui mereka tidak jujur.
Sampai saat ini, KPK terus membangun integritas pada ekosistem pendidikan sebagai bagian dari strategi nasional dalam implementasi pendidikan antikorupsi. Menurut Amir, dalam hal pencegahan, KPK tidak bisa sendirian. Perlu kolaborasi bersama, termasuk dengan satuan pendidikan.
Kantin kejujuran
Amir mengapresiasi sekolah yang masih menerapkan kantin kejujuran. Program kantin kejujuran merupakan salah satu cara untuk melatih dan menguji kejujuran sebab proses jual beli dilakukan secara mandiri tanpa ada pengawasan. Meski demikian, ditemukan juga sekolah yang gagal menerapkan kantin kejujuran.
”Setiap ke daerah dan berkunjung ke sekolah selalu kami tanyakan, sekolah bapak ibu itu berhasil enggak menerapkan kejujuran? Ternyata, sebagian besar gagal karena banyak kantin kejujuran yang tekor. Nah, karena apa tadi? Ada kebiasaan yang makannya lima, tapi bayarnya cuma satu,” tutur Amir.
Meski kantin kejujuran di sekolah itu rugi, KPK terus mendorong agar sekolah tetap punya kantin kejujuran. Menurut dia, tantangan bagi sekolah adalah konsistensi dan komitmen pimpinan dari setiap instansi pendidikan tersebut.
”Ini, kan, tak hanya buat ujian bagi siswa, tapi orang dewasa sekalipun diuji kejujurannya. Sampai sekarang itu kita percaya dan kita minta setiap sekolah harus punya kantin kejujuran atau warung kejujuran,” katanya.
Selain itu, lanjut Amir, KPK juga punya program Roadshow Bus KPK yang bertujuan memberikan edukasi dan mengajak publik ikut berpartisipasi aktif menyebarkan program pencegahan dan pemberantasan korupsi. Dalam kegiatan Roadshow Bus KPK ini, KPK menargetkan masyarakat umum di daerah yang terdiri dari pelajar, guru, mahasiswa, dan lainnya.
”Melalui Roadshow Bus KPK, kita lakukan juga pengajaran antikorupsi ini kepada pelajar. Jadi, banyak media yang bisa dilakukan untuk menanamkan perilaku antikorupsi di sekolah. Bisa pendekatannya edutainment seperti hari ini. Bisa juga kami keliling melalui pendidikan keliling, yang kita sebut Roadshow Bus KPK. Minggu ini Roadshow Bus KPK ada di Jawa Barat,” papar Amir.
Fajar Setio Utomo, pengajar Bahasa Indonesia di SMP Al-Fath BSD, Tangerang Selatan, mengatakan, sekolahnya turut menerapkan kantin kejujuran. Para siswa dipersilakan untuk mengambil sendiri apa yang dia beli dan menaruh sendiri uang yang dibayar. Kemudian, pengelolaan kantin kejujuran juga sepenuhnya dilakukan oleh siswa, dalam hal ini OSIS.
”Misalnya, kalau barang jualannya sudab habis, mereka nanti belanja sendiri, bahkan mereka juga melakukan pencatatan dan pemasukan keuangan, dan ini didampingi guru. Pengelolaan uangnya harus transparan, selain mengajarkan leadership, bisnis, tapi juga namanya kejujuran, salah satunya itu kantin kejujuran tadi,” ucap Fajar.
Baca juga:Ajak Dalami Perilaku Antikorupsi Melalui Anti-Corruption Film Festival 2023
Fajar juga mengakui, dalam praktik kantin kejujuran masih ada siswa nakal. Nakal dimaksud ialah tidak jujur saat membeli makanan di kantin kejujuran. Meski demikian, sekolahnya tidak menerapkan sanksi atau hukuman kepada siswa tersebut.
”Kami lebih mendorong agar siswa punya kesadaran dan mengakui mereka tidak jujur. Misalnya, setiap seusai upacara Senin atau setelah shalat Jumat, kami selalu umumkan bahwa kantin kejujuran mengalami kerugian karena ada yang tidak bayar. Karena ini yang lelah siswa dan hasil penjualannya memfasilitasi kegiatan OSIS dari mereka, ini akhirnya menumbuhkan rasa kesadaran bahwa kita harus jaga ini bersama kantin kejujuran ini,” tutur Fajar.