Novel Baswedan Dkk Minta MK Perintahkan Pansel Tunda Proses Seleksi Capim KPK
MK tengah menangani perkara uji materi ketentuan mengenai syarat usia minimal calon pimpinan KPK.
Oleh
SUSANA RITA KUMALASANTI
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi meminta Mahkamah Konstitusi untuk memerintahkan Panitia Seleksi Calon Pimpinan dan Dewan Pengawas KPK menunda atau menghentikan sementara proses seleksi yang kini tengah berlangsung. Sebab, MK saat ini tengah menguji konstitusionalitas syarat usia minimal calon pimpinan KPK. MK dinilai perlu menjatuhkan putusan sela.
”Kami ingin mengajukan terkait dengan putusan sela, Yang Mulia, apabila diperkenankan agar pemohon kami tidak semakin jauh kehilangan haknya. Dan tetap mendapatkan dispensasi atau bisa juga prosesnya ditunda pada proses seleksi yang sedang berlangsung. Sebab, pendaftaran ditutup pada tanggal 15 kemarin, Yang Mulia,” kata Lakso Anindito, kuasa hukum Novel dan kawan-kawan, dalam sidang perdana uji materi Pasal 29 Huruf e Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK, Senin (22/7/2024). Sidang dipimpin oleh Ketua MK Suhartoyo.
Sebanyak 12 mantan pegawai KPK yang tergabung dalam IM57+ mengajukan uji materi ketentuan batas minimal syarat usia capim KPK. Mereka adalah Novel Baswedan, Mochamad Praswad Nugraha, Harun Al Rasyid, Budi Agung Nugroho, Andre Dedy Nainggolan, Herbert Nababan, Andi Abdul Rachman Rachim, Rizka Anungnata, Juliandi Tigor Simanjuntak, March Falentino, Farid Andhika, dan Waldy Gagantika. Mereka menyoal ketentuan syarat usia minimal calon pimpinan KPK karena ketentuan tersebut menghalangi mereka mengikuti seleksi calon pimpinan KPK.
Pasal 29 Huruf e UU KPK mengatur, untuk dapat diangkat sebagai pimpinan KPK, harus memenuhi syarat berusia paling rendah 50 tahun dan paling tinggi 65 tahun pada proses pemilihan. Namun, pasal tersebut kemudian diberi makna baru oleh MK saat mengabulkan uji materi yang diajukan oleh Nurul Ghufron sehingga kini bunyi pasal tersebut menjadi: berusia paling rendah 50 tahun atau berpengalaman sebagai pimpinan KPK, dan paling tinggi 65 tahun pada proses pemilihan.
Nurul Ghufron menguji ketentuan tersebut karena pembentuk undang-undang menaikkan syarat usia minimal calon pimpinan KPK dari semula 40 tahun menjadi 50 tahun. Hal itu membuat Ghufron tidak dapat mengikuti seleksi untuk masa jabatan kedua karena terhalang usia.
Langkah serupa kini ditempuh oleh Novel dan kawan-kawan yang sebagian bekerja sebagai aparatur sipil negara di Polri. Mereka ingin mendaftar sebagai calon pimpinan KPK dengan motivasi untuk memperbaiki lembaga tersebut, tetapi terhalang syarat usia. ”Kami melihat di antara kami yang punya keahlian dan kemampuan, tapi karena ada perubahan undang-undang tersebut, maka kami tidak melaksanakan hak yang kami punya,” katanya.
Novel kemudian membandingkan ketentuan syarat usia calon pimpinan KPK tersebut dengan batas usia pimpinan-pimpinan lembaga lain yang lahir setelah era reformasi. Rata-rata batas usia minimal calon pimpinan lembaga-lembaga itu berada di kisaran 35 tahun hingga 40 tahun.
Untuk itu, para mantan pegawai KPK tersebut meminta MK agar menambahkan satu poin di dalam Pasal 29 huruf e UU KPK ”berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sekurang-kurangnya lima tahun menjadi pegawai KPK.” Adapun pengalaman angka lima tahun menjadi pegawai KPK tersebut dipilih karena sama dengan masa jabatan satu periode pimpinan KPK.
Dalam kesempatan tersebut, hakim konstitusi Enny Nurbaningsih meminta para pemohon untuk mempersempit ruang lingkup pegawai KPK yang diperbolehkan mengikuti seleksi. Sebab, ruang lingkup pegawai KPK sangat luas, misalnya pegawai honorer, office boy, ataupun pegawai lainnya bisa dikatakan juga sebagai pegawai KPK jika bekerja di KPK.
”Bagaimana Saudara bisa menjelaskan bahwa pegawai KPK yang ada di sini adalah sesuatu yang memiliki kesebandingan dengan yang Anda katakana berpengalaman tadi, lima tahun,” kata Enny.
Hal senada diungkapkan oleh Hakim Konstitusi Arsul Sani. Ia meminta para pemohon agar memberikan kualifikasi yang lebih detail pegawai KPK seperti apa yang setelah bekerja lima tahun bisa mencalonkan diri sebagai pimpinan KPK. ”Sepemahaman saya, mandat KPK itu ada tiga yang utama, yaitu penindakan, pencegahan, dan pendidikan. Kenapa tidak dikualifikasikan ke sana,” kata Arsul.
Sementara Suhartoyo mengusulkan agar kualifikasi pegawai KPK yang dimaksud oleh para pemohon sebaiknya lebih spesifik lagi, yaitu penyidik dan penuntut umum. Sebab, pimpinan KPK dalam dirinya melekat kewenangan sebagai penyidik dan penuntut umum.
Mengenai permintaan putusan sela, Suhartoyo mengatakan bahwa MK sangat jarang menjatuhkan putusan sela. Meskipun ada putusan sela yang diambil MK, biasanya hal tersebut harus dilihat kasus per kasus terutama bagaimana relevansi dan bobot argumentasi yang disampaikan.
”Persoalannya memang ada waktu yang berkelindan dengan penerimaan calon anggota atau pimpinan KPK yang waktunya sudah tutup, ya. Tapi, semua terserah nanti bagaimana rapat hakim menyikapi kalau tadi ada permohonan provisi,” kata Suhartoyo.
Permohonan uji materi UU KPK yang diajukan oleh IM57+ didaftarkan ke MK pada 28 Mei 2024. Namun, perkara tersebut mengendap di Kepaniteraan MK hingga sebulan lebih mengingat MK tengah menangani perkara sengketa Pemilu 2024. MK baru memulai persidangan pengujian undang-undang pada Juli 2024.