Survei ”Kompas” Ridwan Kamil dan Dedi Mulyadi Sama-sama Kuat di Jawa Barat, KIM Vs Golkar?
Hasil survei internal Golkar dan terekam pula di Litbang ”Kompas”, tingkat kemenangan Kamil lebih besar di Jawa Barat.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Partai politik terus berhitung sebelum menjatuhkan pilihan calon yang bakal diusung di Pemilihan Gubernur Jawa Barat mengingat strategisnya Jawa Barat. Namun, langkah paling rasional dipastikan akan diambil oleh partai yang didasari hasil survei dan masukan dari para tokoh lokal. Dengan elektabilitas yang sama tingginya antara Ridwan Kamil dan Dedi Mulyadi, diprediksi partai-partai di internal Koalisi Indonesia Maju akan pisah jalan di Pilgub Jawa Barat.
Berdasarkan hasil survei Litbang Kompas pada Juni 2024, hanya ada dua nama yang memiliki elektabilitas tinggi di Jawa Barat, yakni Wakil Ketua Umum Partai Golkar Ridwan Kamil dan Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra Dedi Mulyadi. Mereka berasal dari dua partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM), koalisi pengusung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Elektabilitas Kamil dan Dedi Mulyadi bersaing. Namun, keduanya hingga saat ini belum mendapatkan kepastian dari partainya masing-masing untuk maju di Pilgub Jabar.
Di bawah mereka, ada sejumlah nama lain, seperti Ketua DPW Partai Amanat Nasional (PAN) Jawa Barat Desy Ratnasari, mantan Wali Kota Bogor yang juga politisi PAN Bima Arya, Ketua DPD Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Ono Surono, dan putra mantan Presiden ke-3 RI BJ Habibie, Ilham Akbar Habibie.
Pandangan rasional
Wakil Ketua Umum Partai Golkar Firman Soebagyo saat dihubungi di Jakarta, Selasa (16/7/2024), mengatakan, awalnya, Golkar memang mengeluarkan dua surat tugas untuk Kamil, antara maju di Pilgub DKI Jakarta atau Jabar. Bersamaan dengan itu, internal Golkar terus melakukan survei untuk melihat potensi terbesar kemenangan Kamil di antara dua wilayah tersebut.
Dari hasil survei internal Golkar dan terekam pula oleh Litbang Kompas, tingkat kemenangan Kamil ternyata lebih besar di Jabar. Atas dasar itu, Golkar memberi pandangan paling rasional bahwa Kamil sebagai petahana lebih tepat maju sebagai cagub Jabar.
Golkar tidak akan melepas Kamil untuk bertarung di Jakarta yang masih belum ada kepastian menang.
”Kami harus realistis. Logikanya, dalam pilkada, kan, harus menang. Kami tidak bisa menjerumuskan orang untuk masuk ke daerah yang belum ada harapan menang. Karena itu, sangat penting mengacu pada hasil survei. Kalau dari hasil survei mengindikasikan seperti itu, kan kalau kita tabrak, tanggung jawab kita menjadi tidak bagus,” ujar Firman.
Ia menegaskan bahwa Golkar tidak akan melepas Kamil untuk bertarung di Jakarta yang masih belum ada kepastian menang. Lagi pula, Jabar juga tidak kalah strategis dengan Jakarta karena jumlah penduduk Jabar sangat besar, lebih dari 50 juta jiwa.
Prabowo masih butuh waktu memutuskan
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani mengakui, Ketua Umum Gerindra Prabowo Subianto masih membutuhkan waktu sebelum mengambil keputusan strategis untuk di beberapa daerah, termasuk di Jabar. ”Sebab, ada beberapa pandangan dari tokoh masyarakat, dari para stakeholder di daerah tersebut yang harus kami dengarkan, kami analisis dan kami cek di lapangan,” ungkapnya.
Ada beberapa pandangan dari tokoh masyarakat, dari para stakeholder di daerah tersebut yang harus kami dengarkan, kami analisis dan kami cek di lapangan.
Muzani enggan berspekulasi seberapa besar kemungkinan terjadi pertempuran dua calon (head to head) antara Kamil dan Dedi Mulyadi di Pilgub Jabar nanti. Ia meminta publik untuk bersabar menanti keputusan final dari Prabowo.
”Intinya, pilkada ini harus menunjukkan kebersamaan meskipun dalam perbedaan. Pilkada ini harus menunjukkan keindonesiaan meskipun beda pilihan dan itu yang ingin ditunjukkan oleh Pak Prabowo. Karena itu, kalau kita berbeda, bagaimana kebersamaan itu kita bangun secara bersama-sama. Kalau kita dalam pilihan politik tak sama, tentu saja tidak bisa dipaksakan harus sama. Kira-kira begitu sehingga beliau (Prabowo) memerlukan waktu,” tutur Muzani.
Sementara itu, Sekjen PAN Eddy Soeparno tak memungkiri kemungkinan akan ada pertarungan head to head antara pasangan yang diusung Golkar dan Gerindra. Sebab, dua kader partai itu memiliki calon potensial di Jabar.
Ini seperti pertarungan di Pilgub Banten, dengan mayoritas partai di KIM mengusung pasangan Andra Soni-Achmad Dimyati Natakusumah, sementara Partai Golkar justru mengusung kadernya, Airin Rachmi Diany. Meski ada perbedaan tersebut, Eddy memastikan, tidak ada perpecahan di internal KIM.
”Di politik itu tidak ada yang tidak mungkin. Tetapi, kami memang di Koalisi Indonesia Maju sudah bersepakat sebisa mungkin kami maksimalkan, di Pilgub Jawa Barat dan di Daerah Khusus Jakarta, kami bersama-sama dengan teman-teman KIM mengusung satu pasangan calon yang kami sepakati bersama,” kata Eddy.
Figur cawagub menentukan
Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti berpandangan, keinginan KIM untuk mengimplementasikan koalisi pilpres ke pilkada, khususnya di daerah-daerah strategis, makin jauh dari harapan. Alih-alih berkoalisi, yang terjadi justru sebaliknya, partai-partai KIM saling berhadapan.
Di Jabar dan Banten, Golkar dengan Gerindra hampir dapat dipastikan akan berhadapan karena merasa kadernya masing-masing layak diperhitungkan untuk maju.
Jadi, apabila Gerindra dengan Golkar pisah jalan, tentu suara PDIP-lah yang menentukan.
Justru di dua provinsi ini, penentunya adalah PDI-P. Di Jabar, PDI-P merupakan partai terbesar keempat setelah Gerindra, Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Golkar berdasarkan hasil Pemilu 2024. Kemudian di Banten, baik PDI-P, Gerindra, maupun Golkar memiliki jumlah kursi DPRD yang sama besarnya.
”Jadi, apabila Gerindra dengan Golkar pisah jalan, tentu suara PDIP-lah yang menentukan. Pilihan cawagub yang tepat akan berpeluang besar mengangkat atau menguatkan elektabilitas pasangan nantinya,” ujar Ray.
Profesor Riset di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Siti Zuhro sependapat dengan Ray. Kompetisi di antara partai-partai KIM sangat mungkin terjadi di pilkada karena partai tidak hanya berhitung kemenangan pilkada ini untuk kepentingan jangka pendek, tetapi jangka panjang, yakni Pemilu 2029.
”Seperti Jabar, saya rasa Golkar juga tidak ingin wilayahnya diambil alih partai lain. Jabar merupakan wilayah yang sangat strategis karena menjadi lumbung suara, baik di pemilihan legislatif maupun pemilihan presiden nanti. Jakarta, kan, lebih kecil dari Jabar. Cuma secara barometer politik, itu mungkin Jakarta lebih diperhitungkan,” kata Siti Zuhro.
Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) PDI-P Bambang Wuryanto menegaskan, saat ini proses penjaringan sudah selesai dan akan masuk tahapan penyaringan sejumlah nama. Ia mengungkapkan nama Ono Surono masuk sebagai salah satu nama yang diperhitungkan untuk dimajukan di Pilgub Jabar.
Bambang juga mengatakan bahwa partainya kemungkinan akan menyerahkan satu sampai dua nama kepada Ketua Umum PDI-P Megawati Soekarnoputri untuk Pilgub Jabar. Setelah itu, Megawati akan memutuskan siapa yang akan diusung partai banteng moncong putih tersebut untuk Pilgub Jabar.