Pentingnya Kehadiran Negara agar Warisan Dunia Raja Ampat Tak Memudar dan Tenggelam (Bagian 3, Habis)
KPK menyatakan, tidak berkembangnya suatu kawasan pariwisata disebabkan karena korupsi dan tidak beresnya pelayanan.
Raja Ampat merupakan salah satu geopark di Indonesia yang masuk dalam warisan dunia di Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (Unesco) sebagai Global Geopark. Geopark Raja Ampat adalah kawasan yang memiliki unsur geologi bernilai tinggi.Geopark Raja Ampat juga dijuluki ”The Emerald Karst in the Equator” berkat gugusan karst yang terletak di garis khatulistiwa. Selain itu, kekayaan Raja Ampat mempunyai keberagaman ekosistem laut yang menjadi salah satu tujuan penyelaman terbaik di dunia. Geopark Raja Ampat pun menjadi habitat berbagai jenis satwa dan tumbuhan endemik.
Dengan potensi kekayaan yang dimiliki Raja Ampat, kawasan tersebut menjadi sangat terkenal hingga mancanegara. Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama Sorong Martiana Dharmawani Sipahutar berpendapat, pemda Raja Ampat seharusnya bisa mencapai target perolehan pendapatan asli daerah berupa pajak sebesar Rp 10,99 miliar. Sebab, turis yang datang ke Raja Ampat mempunyai kemampuan finansial yang tinggi.
Maklum, karena untuk datang ke Raja Ampat, kantong wisatawan mesti tebal. Tak heran jika hingga sekarang, turis yang datang banyak dari mancanegara, dan sedikit turis domestiknya.
Dari pengamatan Kompas, sayangnya potensi Raja Ampat belum dikelola dengan baik. Infrastruktur di Kota Waisai yang berada di Pulau Waigeo, misalnya, masih minim seperti kurangnya lampu penerangan jalan. Demikian pula layanan publiknya bagi wisatawan asal mancanegara dan domestik yang datang kurang optimal. Padahal, Waisai merupakan ibu kota dan pusat pemerintahan Kabupaten Raja Ampat. Pengelolaan kota wisata pun akhirnya bisa berimbas pada pengelolaan Raja Ampat sebagai tujuan wisata.
Kini, jangan sampai Raja Ampat yang ditetapkan sebagai salah satu warisan dunia memudar dan akhirnya tenggelam. Di sinilah pentingnya negara untuk menjaga dan mengelola sebaik-baiknya kekayaan Raja Ampat agar tak memudar dan lama-lama tenggelam citra dan keindahannya sebagai salah satu warisan dunia.
Baca juga: Mengikuti Tim KPK Menelisik Pungli di Raja Ampat (Bagian 2)
Direktorat Koordinasi dan Supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi bersama dengan Satuan Tugas Penindakan melakukan rapat koordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Raja Ampat, perwakilan dari Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya dan pemangku kebijakan lainnya, Senin (8/7/2024), di Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Rakor bahas temuan
Juga masalah infrastruktur, dualisme pengelolaan dan kewenangan, dan pelayanan serta pungutan-pungutan yang ada di Raja Ampat, termasuk pungutan liar (pungli)-nya.
Berbagai temuan di lapangan oleh Tim KPK dibahas dalam rapat koordinasi KPK dengan Pemerintah Kabupaten Raja Ampat.
Setelah beberapa hari menyisir pungutan dan pungli yang marak di Raja Ampat, Provinsi Papua Barat Daya, Tim Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pun menggelar rapat koordinasi (rakor) untuk membahas temuan-temuan yang ada. Rakor dilakukan bersama Pemerintah Kabupaten Raja Ampat, Senin (8/7/2024), di Raja Ampat, Papua Barat Daya.
Selain Bupati Raja Ampat Abdul Faris Umlati, hadir sejumlah pemangku kepentingan lainnya di Raja Ampat. Perwakilan KPK dipimpin oleh Kepala Satuan Tugas Wilayah V Dian Patria dari Direktorat Koordinasi dan Supervisi KPK. Rakor juga dihadiri oleh wartawan Kompas yang mengikuti rombongan tim KPK selama menyusuri masalah di Raja Ampat.
Berbagai temuan di lapangan oleh Tim KPK pun dibahas dalam rapat koordinasi KPK dengan Pemerintah Kabupaten Raja Ampat. Perubahan status pemerintah daerah, misalnya membuat keterlambatan dan merisaukan pemerintah daerah yang lama dan yang baru dalam hal infrastruktur. Yang jadi korban salah satunya adalah jembatan di masa transisi perubahan status pemerintah daerah.
Pembangunan Jembatan Ahmad Yani di Kabupaten Raja Ampat telah mangkrak sejak dibangun pada 2021 hingga 2022 dengan anggaran Rp 9,6 miliar pada masa pemerintah Provinsi Papua Barat atau sebelum Provinsi Papua Barat Daya terbentuk.
Dengan perubahan status provinsi, Dian mengungkapkan, pemerintah Provinsi Papua Barat Daya siap melanjutkan proyek jembatan tersebut selama sudah diserahkan oleh pemerintah Provinsi Papua Barat. Bupati Abdul Faris berharap proyek jembatan itu dilanjutkan karena menghubungan antarkeluruhan. Selama ini, masyarakat harus memutar sekitar delapan kilometer.
”Kami hadir kan agar jangan sampai tidak ada solusi atas kebuntuan. ”
Dalam rapat ini juga dibahas persoalan lainnya, salah satunya dualisme pengelolaan Pelabuhan Waisai yang dikelola oleh Kementerian Perhubungan dan pemerintah daerah. Kedua belah pihak melakukan tarik-menarik hingga lebih dari dua tahun. Terkait Pelabuhan Waisai tersebut, KPK ingin dikelola satu pihak hingga saja. Diharapkan Pemerintah Kabupaten Raja Ampat mau menyerahkan ke pemerintah pusat demi masa depan yang lebih baik. Tujuannya, agar Pelabuhan Waisai bisa menampung banyaknya wisatawan asing yang berdatangan dan kapal pesiar.
”Kami hadir kan agar jangan sampai tidak ada solusi atas kebuntuan,” kata Dian.
Tak tumpang tindih
Saat ditemui terpisah, Bupati Raja Ampat juga meminta agar tidak ada tumpang tindih dalam pengelolaan Raja Ampat. Sebab, saat ini ada BLUD UPTD Dinas Pariwisata Kabupaten Raja Ampat dan UPTD Pengelolaan Kawasan Konservasi di perairan Kepulauan Raja Ampat. Diharapkan, kedua badan tersebut bersinergi karena persoalan di Raja Ampat bukan hanya terkait dengan konservasi, melainkan juga ada orang yang mau berwisata.
”Meski potensi kekayaan wisata Raja Ampat tinggi, nyaris sarana pendidikan dan kesehatan di kawasan tersebut minim. ”
Ia pun berharap kepada KPK untuk menjembatani pemerintah kabupaten dengan pemerintah provinsi. Pengelolaan Raja Ampat sebaiknya satu pintu.
Meski potensi kekayaan wisata Raja Ampat tinggi, nyaris sarana pendidikan dan kesehatan di kawasan tersebut minim. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2023, terungkap dalam rakor tersebut, hanya ada satu rumah sakit umum di Waisai dan tidak ada rumah sakit khusus lainnya. Ada 16 puskesmas nonrawat inap dan hanya ada tiga puskesmas rawat inap. Sebanyak lima distrik tidak memiliki puskesmas.
Selain kesehatan, fasilitas sekolah juga masih minim. Sebagai contoh, ada tiga distrik yang belum memiliki sekolah dasar negeri. Jumlah sekolah menengah atas (SMA) di Raja Ampat hanya ada 16 sekolah dan sekolah menengah kejuruan (SMK) hanya ada enam sekolah.
”Pemda mestinya menyiapkan. pemerintah harus hadir membangun kapasitas. Di Raja Ampat mestinya ada politeknik wisata. ”
Selain infrastruktur, masih banyak penduduk miskin di Raja Ampat. Jumlah penduduk miskin di Raja Ampat pada 2023 sebanyak 16,76 persen. Tingkat pengangguran terbuka di Raja Ampat juga terus meningkat dari 3,81 persen pada 2021 menjadi 3,91 persen pada 2022, dan 3,97 persen pada 2023.
Dian menambahkan, pembangunan mempunyai dampak yang banyak bagi daerah setempat asalkan menggunakan sumber daya lokal. Di Raja Ampat, banyak pengusaha yang menggunakan orang pendatang daripada masyarakat lokal. Sebab, pengusaha tidak ingin membangun bisnisnya dari awal.”Pemda mestinya menyiapkan. Pemerintah harus hadir membangun kapasitas. Di Raja Ampat mestinya ada politeknik wisata,” kata Dian.
Pembangunan Jembatan Ahmad Yani di Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya, Sabtu (6/7/2024). Jembatan tersebut telah mangkrak sejak dibangun pada 2021 hingga 2022 dengan anggaran Rp 9,6 miliar pada masa Pemerintah Provinsi Papua Barat atau sebelum Provinsi Papua Barat Daya terbentuk.
Dampak korupsi
Dian tidak menampik bahwa tidak berkembangnya suatu kawasan pariwisata disebabkan oleh korupsi yang dilakukan pimpinan daerah. Akibatnya, semua tingkatan melakukan korupsi seperti penilapan dana desa atau dikenal dengan dana kampung di Papua hingga pungutan yang dilakukan masyarakat. Pungutan itu bisa berdampak pada berkurangnya jumlah wisatawan yang datang ke Raja Ampat. Pengurusan layanan wisatawan yang tidak beres, termasuk adanya pungutan-pungutan liar juga ikut menambah biaya tambahan bagi wisatawan. Selain membebani ongkos wisata dan tidak masuk dalam penerimaan negara.
Solusi atas segala persoalan di Raja Ampat, tambah Dian, bergantung pada kepala daerah. Masyarakat harus sadar untuk memilih pimpinan yang mau membangun daerahnya, bukan justru merusak. ”Pilih pimpinan yang paling sedikit masalahnya,” jelasnya.
”Dari hasil rakor, dihasilkan lima kesepakatan untuk perbaikan tata kelola Raja Ampat. ”
Dari hasil rakor, kemudian dihasilkan lima kesepakatan untuk perbaikan tata kelola Raja Ampat. Pertama, Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya harus mengaudit BLUD Pengelolaan Kawasan Konservasi di perairan Kepulauan Raja Ampat. Sementara itu, inspektur kabupaten/kota mengaudit UPTD Dinas Pariwisata Kabupaten Raja Ampat.
Kedua, rekonsiliasi atau pencocokan data Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Sorong (Papua Barat Daya) harus dilakukan. Selain KSOP, pemerintah provinsi harus mengundang BLUD Pengelolaan Kawasan Konservasi di perairan Kepulauan Raja Ampat, UPTD Dinas Pariwisata Kabupaten Raja Ampat, dan pengelola bandara.
Rekomendasi ketiga, kantor BLUD Pengelolaan Kawasan Konservasi di perairan Kepulauan Raja Ampat dan UPTD Dinas Pariwisata Kabupaten Raja Ampat harus sama-sama berada di pelabuhan. Kantor kedua instansi harus berada di satu ruangan yang sama. Alhasil, wisatawan yang datang ke Raja Ampat akan membayar retribusi dalam satu ruangan yang sama.
”(Kelima kesepakatan) itu kita minta dilaporkan dalam waktu satu bulan dari sekarang. Artinya, sudah ada progres paling telat 8 Agustus (2024). ”
Keempat, harus ada transparansi. Dian meminta ada papan informasi dalam dua bahasa, yakni Indonesia dan Inggris di Pelabuhan Waisai, Marina, pelabuhan rakyat dan setiap dermaga yang ada resornya. Di dalam papan informasi tersebut dicantumkan berapa biaya yang harus dikeluarkan wisatawan untuk pemerintah kabupaten dan provinsi. Kelima, dilakukan sosialisasi dengan mengundang pelaku usaha, asosiasi kapal, hotel, dan resor.
”(Kelima kesepakatan) itu kita minta dilaporkan dalam waktu satu bulan dari sekarang. Artinya, sudah ada progres paling telat 8 Agustus (2024),” kata Dian.
”Jangan nanti kalau baiknya masuk sini dengan segala program, dapat anggaran. Namun, (ketika) ada masalah, kami lagi yang bertanggung jawab. ”
Sebagai Bupati Raja Ampat, Abdul meminta semua pihak, baik pemerintah provinsi maupun Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional, ikut bertanggung jawab dalam melestarikan Raja Ampat. Jangan segala urusan dilimpahkan kepada pemerintah kabupaten. ”Jangan nanti kalau baiknya masuk sini dengan segala program, dapat anggaran. Namun, (ketika) ada masalah, kami lagi yang bertanggung jawab,” kata Abdul.
Baca juga: Mengikuti Tim KPK Menyisir Pungutan dan Pungli Miliaran Rupiah di Raja Ampat (Bagian 1)
Ia juga menyoroti perbedaan penerimaan pungutan dari setiap wisatawan yang datang ke Raja Ampat. Pemerintah provinsi mendapatkan pungutan lebih besar daripada pemerintah kabupaten. Perbedaan itu tidak seimbang dengan tugas yang dibebankan. Selama ini, pemerintah kabupaten yang mengawasi Raja Ampat.
Pemerintah provinsi hanya memiliki 40 orang untuk mengawasi sekitar 1,8 juta hektar kawasan konservasi. ”(Dengan pengawas cuma sejumlah itu) tidak mungkin, tidak bisa. Pasti ada penangkapan ikan ilegal, penambangan ilegal,” ujarnya.
Ia mengingatkan, Raja Ampat merupakan pariwisata yang menghadirkan keindahan terumbu karang di dalam laut. Setiap satu sentimeter terumbu karang membutuhkan waktu 15 tahun untuk tumbuh. Tentunya, jika dibiarkan rusak, hal itu akan menjadi sebuah ironi bagi Raja Ampat sebagai warisan dunia dan kekayaan luar biasa Indonesia.