Pasal Pencucian Uang Dinilai Efektif Memiskinkan Bandar dan Kurir Narkoba
Penegak hukum dapat menjerat kurir dan bandar narkoba dengan pasal pencucian uang asalkan pidana pokok sudah terbukti.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·4 menit baca
KOMPAS/NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
Konferensi pers pengungkapan narkoba oleh Satuan Tugas Penanggulangan, Penyalahgunaan, dan Peredaran Gelap Narkoba (P3GN) pada Selasa (9/7/2024) di Bareskrim Polri, Jakarta.
JAKARTA, KOMPAS — Penerapan pasal pencucian uang dinilai efektif untuk mengejar aset hasil kejahatan sekaligus memiskinkan kurir dan bandar narkoba. Namun, penindakan tetap harus dibarengi dengan penguatan pencegahan terhadap peredaran narkoba.
Sebelumnya dilaporkan, selama sembilan bulan sejak dibentuk pada 21 September 2023, Satuan Tugas Penanggulangan, Penyalahgunaan, dan Peredaran Gelap Narkoba (Satgas P3GN) menangani 26.408 kasus narkoba dengan menangkap 38.194 orang tersangka. Dari jumlah itu, sebanyak 31.880 di antaranya sedang menjalani proses penyidikan dan 6.314 orang lainnya sedang menjalani proses rehabilitasi.
Satgas juga telah berhasil menyita sabu seberat 4,4 ton, ekstasi sebanya 2,6 juta butir, ganja seberat 2,1 ton, dan kokain seberat 11,4 kilogram. Selain itu, polisi juga menyita tembakau gorila seberat 1,28 ton, ketamin 32,2 kg, heroin 86 gram, dan obat keras lebih dari 16,7 juta butir.
KOMPAS/NIKSON SINAGA
Kepolisian Daerah Sumatera Utara menunjukkan ratusan pelaku kejahatan narkoba yang ditangkap dari sejumlah daerah di Medan, Selasa (14/5/2024). Polisi menangkap 2.365 pelaku dengan barang bukti 419,20 kilogram sabu sepanjang tahun 2024.
Direktur Tindak Pidana Narkoba Brigadir Jenderal (Pol) Mukti Juharsa mengungkapkan, jajaran kepolisian berkomitmen untuk menjerat kurir dan bandar narkoba dengan pasal pencucian uang. Sebab, selama ini tidak sedikit bandar yang masih bisa menjalankan bisnis narkoba meski sudah ditangkap. Sementara kurir bisa naik tingkat menjadi bandar atau mau kembali menjadi kurir narkoba karena bayarannya cukup besar.
Pengajar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, Rabu (10/7/2024), mengatakan, penerapan pasal tindak pidana pencucian uang patut diapresiasi. Sebab, pasal pencucian uang dapat menjangkau hasil kejahatan yang selama ini belum bisa disentuh Undang-Undang tentang Narkotika.
Menurut Fickar, sebenarnya UU tentang Narkotika dapat digunakan untuk menyita aset atau uang hasil peredaran narkotika asal aparat penegak hukum bisa membuktikan hasil penjualan narkoba. Namun, dari pengalaman selama ini, UU Narkotika lebih banyak digunakan untuk menjerat pelaku dan memusnahkan barang bukti, bukan untuk menyita hasil penjualan.
Sebenarnya UU tentang Narkotika dapat digunakan untuk menyita aset atau uang hasil peredaran narkotika asal aparat penegak hukum bisa membuktikan hasil penjualan narkoba.
Untuk menerapkan pasal pencucian uang, lanjut Fickar, aparat mesti membuktikan terlebih dulu pidana pokok atau pidana asal, yakni peredaran narkoba. Jika aparat bisa menerapkan pasal pencucian uang dalam suatu kasus, upaya untuk memiskinkan bandar dan kurir narkoba bisa lebih maksimal.
”Saya kira ini upaya yang bagus karena tujuan hukum pidana itu tidak hanya menghukum orang dan memusnahkan barang bukti, tapi juga mengambil alih aset-aset yang dimiliki para pelaku untuk kemudian diberikan kepada negara,” kata Fickar.
Hal senada diungkapkan kriminolog dari Universitas Indonesia, Thomas Sunaryo. Menurut Sunaryo, keinginan untuk memiskinkan bandar dan kurir narkoba patut didukung. Sebab, peredaran narkoba di masyarakat sudah menjadi momok yang mencemaskan.
”Narkoba dengan berbagai jenisnya itu sekarang sudah menjadi gaya hidup. Yang mengonsumsi sangat beragam. Ini menjadikannya secara ekonomi sebagai bisnis yang menguntungkan karena konsumennya banyak,” kata Sunaryo.
Peredaran narkoba yang meluas tersebut tampak dari fenomena pengungkapan pabrik narkoba di berbagai tempat. Belum lama ini, aparat kepolisian menggerebek laboratorium rahasia yang berfungsi sebagai pabrik ganja sintetis di Kota Malang. Pada Mei lalu, aparat juga menggerebek pabrik rumahan yang memproduksi pil ekstasi di Kota Surabaya.
Di Medan, aparat membongkar keberadaan laboratorium rahasia yang memproduksi ekstasi. Pabrik narkoba serupa diungkap aparat di Tangerang Selatan dan Jakarta Utara. ”Itu adalah satu bagian dari jaringan narkoba. Pabrik-pabrik itu sudah kayak bisnis waralaba,” ujarnya.
KOMPAS/NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
Ruangan yang digunakan untuk meracik bahan ekstasi di sebuah rumah yang dikendalikan gembong narkoba, Freddy Pratama. Rumah ini terletak di kawasan Sunter, Jakarta Utara, Senin (8/4/2024).
Sunaryo menuturkan, fenomena maraknya pabrik narkoba tersebut memperlihatkan bahwa narkoba dikelola oleh organisasi yang rapi. Dari kajian yang ada, terang Sunaryo, organisasi narkoba terdiri dari tingkat paling atas, yakni bos, kemudian di bawahnya adalah ’letnan’. Para ’letnan’ atau komandan lapangan inilah yang kemudian mengembangkan dan mengelola jaringan narkoba di bawahnya.
Menurut Sunaryo, para bos atau mereka yang berada di posisi paling atas dalam jaringan peredaran narkoba biasanya juga memiliki bisnis legal yang lazim ditemui di masyarakat, seperti bisnis perhotelan dan perdagangan. Sementara hubungan mereka dengan para komandan lapangan di bawah bersifat terputus atau menggunakan sistem sel. Meski begitu, kata Sunaryo, mereka tidak segan-segan membantu kehidupan keluarga kurir atau jaringan di bawah ketika kurir tersebut ditangkap dan ditahan. Hal itulah yang membuat banyak pengedar narkoba tidak bisa lepas dari jaringan narkoba.
Oleh karena itu, Sunaryo berharap agar selain penindakan, dilakukan pula pencegahan. Jika aparat kepolisian bergerak di bidang penindakan, Badan Nasional Narkotika Nasional (BNN) diharapkan lebih banyak bergerak di aspek pencegahan.