Data Strategis Bocor, TNI Ubah Doktrin hingga Buka Rekrutmen Khusus
Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto menuturkan, TNI berencana mengubah doktrin dan buka skema rekrutmen bidang siber.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN, KURNIA YUNITA RAHAYU
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — TNI berencana untuk mengubah doktrin dan membuka skema rekrutmen khusus untuk warga berkemampuan di bidang keamanan siber. Ini merupakan respons terhadap kebocoran data Badan Intelijen Strategis atau Bais TNI.
Hal itu diungkapkan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto seusai rapat kerja dengan Komisi I DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (10/7/2024). Tampak pula Wakil Menteri Pertahanan M Herindra, Kepala Staf TNI AD Jenderal Maruli Simanjuntak, Kepala Staf TNI AL Laksamana M Ali, dan Kepala Staf TNI AU Marsekal Tonny Harjono.
Agus Subiyanto mengatakan, TNI bakal mengevaluasi peretasan yang mengakibatkan kebocoran data Bais TNI. Hal ini dilakukan melalui pengubahan doktrin satuan siber dan perbaikan sumber daya manusia (SDM) prajurit.
”Memang, di TNI kan ada satuan siber ya, jadi kami memang sekarang, sedang saya ubah doktrinnya. Kemudian, top-nya memang harus mulai dari rekrutmen personel siber itu dari pilihan yang harus mempunyai kemampuan IT. Baru masuk lewat rekrutmen khusus nanti,” ujarnya.
Skema rekrutmen terbaru
Agus memang tak menjelaskan spesifik perihal perubahan doktrin. Namun, skema rekrutmen terbaru TNI bakal mengakomodasi masyarakat yang memiliki pendidikan di bidang keamanan siber atau teknologi. Jadi, rekrutmen khusus itu bakal berbeda dari skema rekrutmen tamtama, bintara, hingga perwira.
Meski belum jelas, personel siber diutamakan bagi masyarakat yang berlatar belakang ilmu teknologi, baik tingkat SMA maupun kuliah. ”Tidak dari bintara umum atau tamtama umum atau perwira umum. Jadi khusus. Memang dari kuliahnya atau SMA-nya sudah punya kemampuan IT,” ujarnya.
Memang di TNI-kan ada satuan siber ya, jadi kami memang sekarang, sedang saya ubah doktrinnya. Kemudian, top-nya memang harus mulai dari rekrutmen personel siber itu dari pilihan yang harus mempunyai kemampuan IT. Baru masuk lewat rekrutmen khusus nanti.
Menurut Agus, SDM memegang faktor penting dalam penanggulangan kebocoran data TNI di masa mendatang. Selain SDM, alat-alat teknologi yang mendukung pertahanan siber juga diperlukan.
Adapun akun MoonzHaxor mengklaim memiliki data Bais TNI dan dijual dalam suatu forum di situs gelap atau dark web. Data dari 2.000 pengguna Bais dijual 1.000 dollar AS, sedangkan jika ditambah dokumen rahasia berukuran 33,7 gigabyte menjadi 7.000 dollar AS.
Sampel data Bais TNI yang diunggah MoonzHaxor memuat sejumlah nama, satuan tugas, pangkat, e-mail, angkatan, nomor registrasi pokok (NRP), dan jenis telepon genggam beserta nomor telepon. Contohnya Kolonel Anang Zamiarto dengan tambahan informasi ”geospasika ”, ”darat ”, ”SM–G610F ”, ”Samsung ”, dan lainnya.
Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Golkar, Dave Laksono, menuturkan, pembahasan skema rekrutmen terbaru personel siber TNI masih di kalangan militer. Komisi I pun menanti pembahasan lebih lanjut mengenai itu.
”Tapi, memang seharusnya (rekrutmen khusus) begitu. Kalau pakai prajurit TNI untuk siber, tentu cara berpikirnya berbeda,” ujar Dave.
Data lama
Baik lama maupun baru merupakan suatu informasi penting. Data lama yang bocor bisa menjadi jalan untuk kejahatan siber lainnya.
Sebelumnya, Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Nugraha Gumilar menyebutkan, data yang diretas merupakan data lama yang dirilis pada 2024. Server itu juga telah dinonaktifkan untuk kepentingan penyelidikan. ”Data yang diretas adalah data lama dan dirilis tahun 2024. Saat ini server sudah dinonaktifkan untuk kepentingan penyelidikan yang lebih lanjut,” katanya.
Menurut Ketua Indonesia Cyber Security Forum Ardi Sutedja, setiap data, baik lama maupun baru, merupakan suatu informasi penting. Data lama yang bocor bisa menjadi jalan untuk kejahatan siber lainnya.
Data lama yang berisi informasi pribadi bisa dimanfaatkan kalangan tertentu demi kepentingan tertentu. Ini bisa dimanfaatkan untuk profiling target serangan berikutnya, termasuk bisa dimanfaatkan intelijen negara lain,” ucapnya.
Langkahnya, beragam informasi pribadi dianalisis kerentanannya terhadap serangan. Contohnya, dengan mengirimkan virus ke ribuan pegawai dengan harapan ada salah satu pegawai yang lalai. Kelalaian itu bisa berujung pada bocornya data informasi yang lebih serius.