KPK Ingatkan Jangan Ada Korupsi dalam Penyusunan Tata Ruang
Rencana detail tata ruang dibutuhkan karena memberikan kepastian. Tanpa kepastian, investor tak akan mau datang.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·2 menit baca
SORONG, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi mengingatkan Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya untuk tidak melakukan korupsi dalam penyusunan tata ruang pascapembentukan daerah otonomi baru. Jangan sampai ada pemerintah daerah melegalkan sesuatu yang salah demi mendapatkan keuntungan pribadi.
Dalam rapat koordinasi penyusunan materi teknis Rencana Zonasi Wilayah pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) Papua Darat Daya, Kepala Satuan Tugas Koordinasi Supervisi Pencegahan Wilayah V KPK Dian Patria mengingatkan agar jangan ada permainan dalam penetapan tata ruang.
”Jangan sampai penetapan tata ruang ini menjadi pintu untuk melegalkan yang salah,” kata Dian di Sorong, Papua Barat Daya, Selasa (9/7/2024).
Ia mencontohkan berbagai kasus korupsi terkait dengan penetapan tata ruang. Salah satunya, kasus korupsi yang menjerat bekas Gubernur Kepulauan Riau Nurdin Basirun pada 2019 karena menerima suap terkait izin lokasi rencana reklamasi di Tanjung Piayu, Batam.
Nurdin divonis empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan penjara pada 2020. Dia juga wajib membayar uang pengganti sebesar Rp 4,22 miliar. Majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik selama lima tahun.
Kasus Nurdin menjadi sebuah ironi. Sebab, dua pekan sebelum ditangkap, Nurdin dan seluruh bupati/wali kota di Kepulauan Riau telah menandatangani kesepakatan pencegahan korupsi bersama dengan Ketua KPK saat itu, Agus Rahardjo.
Dian mengungkapkan, Nurdin melakukan korupsi karena ada kepentingan terkait dengan tata ruang di Batam. Nurdin telah memiliki kesepakatan dengan pelaku usaha sehingga mengubah tata ruang. Dalam kesepakatan tersebut, Nurdin memperoleh keuntungan dari pengusaha.
Di tahun politik seperti saat ini, Dian mengatakan, ada banyak faktor nonteknis dalam penetapan tata ruang. Oleh karena itu, ia tidak ingin ada transaksi dalam proses penetapan tersebut. Pemerintah daerah sebaiknya fokus untuk mengatasi persoalan teknis, seperti ketiadaan anggaran, data, dan sumber daya manusia.
Jangan sampai penetapan tata ruang ini menjadi pintu untuk melegalkan yang salah.
Ia mengingatkan, kepentingan investasi harus dengan instrumen pengendalian kerusakan lingkungan. Kemudahan dalam berbisnis harus memperhatikan daya dukung dan tampung lingkungan untuk keberlanjutan bisnis.
Perizinan berbasis alokasi ruang yang tepat untuk menjamin kepastian berusaha. ”Menghilangkan korupsi, mengurangi sunk cost (biaya yang hangus),” kata Dian.
Ditemui seusai rapat, Penjabat Sekretaris Daerah Papua Barat Daya Jhoni Way mengatakan, pihaknya mengawasi penyusunan tata ruang secara ketat. Ia bersama dengan Penjabat Gubernur Papua Barat Daya Mohammad Musa’ad tidak ingin ada kepentingan lain yang ikut masuk dalam penyusunan tata ruang.
”Karena tata ruang ini akan menjaga provinsi ini, terutama dari hal-hal penyerobotan-penyerobotan lahan. Izin-izin segala macam itu harus kita mulai dari penyusunan tata ruang yang baik. Kemudian, tata ruang laut ada pantai dan pesisir, pulau-pulau kecil,” tutur Jhoni.
Ia mengungkapkan, tata ruang di Kabupaten Raja Ampat masih kompleks. Sebab, hampir di atas 90 persen wilayah Raja Ampat masuk pada kawasan konservasi laut ataupun darat.
Oleh karena itu, setelah menyelesaikan rencana tata ruang wilayah (RTRW) provinsi, pemerintah provinsi bersama dengan pemerintah kabupaten menyelesaikan tata ruang Raja Ampat supaya ada kepastian. Kolaborasi tersebut dibutuhkan karena aktivitas di Raja Ampat masuk pada wilayah konservasi.
”Kita harap ke depan tata ruangnya cepat (selesai). Terus, rencana detail tata ruang juga harus cepat sehingga ada kepastian di sana. Dermaganya dibangun di mana, terus aktivitas yang ada di sana. Kepastian untuk investasi. Karena kalau tidak ada tata ruang, investor tidak mau datang,” kata Jhoni.