KPK Temukan Pegawai Bappenda Sorong Diduga Terima Setoran Rp 130 Juta Per Bulan
KPK menemukan ASN di Sorong yang tidak kompeten dan tidak berintegritas. Salah satunya, ASN yang diduga terima setoran.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
SORONG, KOMPAS — Direktorat Koordinasi dan Supervisi Komisi Pemberantasan Korupsi menemukan adanya pegawai Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah Kota Sorong, Papua Barat Daya, yang diduga menerima setoran dari wajib pajak hingga Rp 130 juta per bulan. Kondisi itu sangat memprihatinkan karena kontribusi pajak dan retribusi terhadap pendapatan asli daerah Sorong baru mencapai 5 persen.
Temuan itu diperoleh saat Kepala Satuan Tugas Wilayah V Direktorat Koordinasi dan Supervisi (Korsup) KPK Dian Patria bersama dengan timnya dan satgas penindakan melakukan kegiatan koordinasi pencegahan korupsi di Sorong. Saat ditemui di Sorong, Rabu (3/7/2024), Dian belum bisa menyebut nama pegawai yang menerima setoran tersebut.
”Dugaan saya tidak hanya dari satu sampai dua wajib pajak saja, mengingat tingginya potensi kebocoran dan sudah lama,” kata Dian.
Diduga pegawai itu menerima setoran sejak beberapa tahun yang lalu. Pegawai tersebut sudah diberikan sanksi, tetapi dikembalikan lagi ke Badan Pengelolaan Pendapatan Daerah (Bappenda) Sorong. KPK akan menelusuri kasus ini dengan mengecek ke aparat penegak hukum lain di Sorong.
Dian mengungkapkan, persoalan penerimaan pajak daerah di wilayah Indonesia bagian timur, seperti Sorong, ada pada kompetensi dan integritas sumber daya manusia. Di wilayah ini ada patologi atau penyakit birokrasi. Aparatur sipil negara (ASN) diangkat berdasarkan faktor kedekatan, seperti nepotisme kekeluargaan yang sangat erat.
Ironisnya, ASN tersebut tidak berkompeten dan tidak berintegritas. Ketika ada persoalan, selalu menggunakan uang untuk menyelesaikannya. Penerimaan setoran yang dilakukan oleh oknum pegawai Bappenda Sorong tersebut sudah masuk pada kategori suap dan gratifikasi.
Persoalan lainnya ada pada infrastruktur sistem teknologi informasi yang digunakan. Jaringan internet di wilayah Indonesia bagian timur masih tertinggal dari daerah lainnya.
Selain itu, resentralisasi membuat pemerintah daerah tidak punya upaya mitigasi. Sebagai contoh, ketika sistem Aplikasi Cerdas Layanan Perizinan Terpadu untuk Publik (Sicantik) tidak bisa digunakan akibat Pusat Data Nasional Sementara mengalami serangan siber seperti yang terjadi saat ini, wajib pajak tidak bisa melaksanakan kewajibannya. Alhasil, ada banyak potensi uang yang hilang karena wajib pajak tidak bisa membayar.
Dian menegaskan, persoalan ini bisa diselesaikan asalkan ada komitmen dari pimpinan daerah. Pimpinan harus bisa menggali potensi yang ada di daerahnya.
Dalam rapat koordinasi pencegahan tindak pidana korupsi Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya di Sorong, anggota tim Direktorat Korsup Wilayah V Satgas Penindakan, Anda Talga Setiawan Gultom, mengingatkan pejabat di Pemda Papua Barat Daya untuk tidak melakukan korupsi. Jangan sampai ada pejabat yang kongkalikong bermain proyek dan menerima gratifikasi.
Pemda harus memiliki integritas yang tinggi. Mantan penyidik KPK itu menegaskan, KPK datang ke daerah bukan untuk mencari kesalahan, melainkan demi adanya perbaikan. Namun, ketika ada dugaan korupsi, KPK tidak segan untuk menindaknya.
Kontribusi kecil
Saat ditemui secara terpisah, Inspektur Kota Sorong Ruddy R Laku mengatakan, permasalahan yang ada di Kota Sorong saat ini adalah belum optimalnya penerimaan pajak dan retribusi daerah. Karena itu, pemerintah daerah ingin menyelesaikan pajak dan retribusi daerah dari wajib pajak yang sudah cukup lama menunggak.
Ruddy menyebut, sejak 2018 sampai sekarang ada 11 wajib pajak yang belum bayar dengan nilai tunggakan sekitar Rp 5 miliar. ”Kita tidak bisa membiarkan terus tunggakan pajak, sambil menutup kekurangan pajak dan retribusi ini. Pemerintah kota butuh dana untuk pembangunan,” kata Ruddy.
Ruddy mengungkapkan, kontribusi pajak dan retribusi terhadap pendapatan asli daerah (PAD) Sorong baru mencapai 5 persen yang nilainya sekitar Rp 60 miliar. KPK menyarankan agar kontribusi pajak dan retribusi terhadap PAD Sorong meningkat sebesar 15 persen.
Menurut dia, kendala yang ada adalah masih rendahnya kesadaran dari wajib pajak untuk memenuhi kewajibannya. Selain itu, ada persoalan pada sistem pembayaran.
Ruddy mengungkapkan, ada wajib pajak yang masih membayar secara tunai. Ruddy tidak menampik pembayaran secara tunai rawan terjadi kecurangan.
Oleh karena itu, KPK meminta agar pembayaran pajak dan retribusi langsung ke rekening. Inspektorat akan mengaudit dan merekomendasikan ke pemda, sistem apa saja yang bisa digunakan wajib pajak untuk membayar secara nontunai.