Pemberantasan Judi ”Online” Hanya Soal Mau atau Tidak Mau
Data jumlah transaksi, pelaku, hingga sebarannya di banyak daerah sudah mampu ditelusuri. Tinggal kemauan menindaknya.
Nilai transaksi judi daring terus meningkat hingga mencapai ratusan triliun rupiah. Setidaknya 5.000 rekening di bank yang mencurigakan karena terkait judi daring telah diblokir. Pertanyaan besarnya, akankah masalah judi daring selesai?
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mencatat, dari 2017 sampai 2020 nilai transaksi judi daring terus membesar, yakni Rp 2,1 triliun pada 2017, menjadi Rp 3,9 triliun pada 2018, kemudian naik Rp 6,85 triliun pada 2019, dan pada 2020 sudah sebesar Rp 15,77 triliun.
Selanjutnya, pada 2021, nilai transaksi judi daring telah mencapai Rp 57 triliun, kemudian menjadi Rp 104 triliun pada 2022, dan berlipat menjadi Rp 327 triliun pada 2023. Pada triwulan I-2024, nilai transaksi judi daring sudah tembus Rp 101 triliun.
Seminggu setelah Satuan Tugas Pemberantasan Judi Daring dibentuk pada 14 Juni 2024, Badan Reserse Kriminal Polri mengumumkan pengungkapan 318 kasus perjudian daring dan meringkus 464 tersangka. Tiga kasus yang cukup besar yang ditangani adalah terkait tiga situs judi daring, yakni 1xbet, w88, dan ligaciputra dengan perputaran uang mencapai Rp 1,41 triliun.
Baca juga: Wapres Amin: Perlu Bangun Mental Antiperjudian agar Rakyat Indonesia Tak Jadi Penjudi
Menurut kepolisian, situs judi daring tersebut dikendalikan dari luar negeri. Demikian pula lokasi peladen berada di luar negeri. Para bandar disebut mengendalikan judi daring dari wilayah yang disebut dengan Mekong region countries yang meliputi Kamboja, Laos, dan Myanmar.
Pemerintah itu kayak dokter, menunggu orang sakit baru disembuhkan. Padahal, selain ada dokter dan obat, juga (harus) mencegah agar orang tidak sakit.
Untuk transaksi, operator judi daring mengoperasikan alat pembayaran bank di Indonesia di luar negeri. Alat tersebut dikirimkan melalui jasa ekspedisi. Selain itu, para pelaku juga menggunakan mata uang kripto dan jasa penukaran uang (money changer) untuk menyamarkan transaksi.
Penutupan rekening
Ahli digital forensik Ruby Alamsyah berpandangan, penutupan rekening dinilai akan menghambat judi daring. Sebab, kebanyakan judi daring yang beroperasi di Indonesia, baik yang berbasis situs maupun aplikasi, menyasar masyarakat Indonesia dengan ekonomi menengah ke bawah.
Laporan PPATK menyebutkan, dari 3,2 juta orang di Indonesia yang bermain judi daring, sekitar 80 persen di antaranya bermain judi dengan nilai di bawah Rp 100.000. Sementara hanya sebagian kecil judi daring yang transaksinya menggunakan fasilitas pembayaran yang dapat diakses secara internasional, seperti kartu kredit dan Paypal.
”Bagi mereka (operator judi daring), lebih masuk akal menggunakan bank atau sistem pembayaran yang sudah banyak digunakan masyarakat sehingga semakin banyak orang yang bisa ikut (judi daring),” ucap Ruby, ketika dihubungi pada Kamis (27/6/2024).
Menurut Ruby, saat ini hampir seluruh judi daring menggunakan metode pembayaran nontunai yang berhubungan dengan rekening perbankan. Itulah sebabnya, PPATK dengan mudah mendeteksi rekening mencurigakan berdasarkan anomali transaksi tertentu, misalnya transaksi sebuah rekening tidak sesuai dengan profil pemilik rekening.
Meski demikian, walaupun penutupan rekening dapat menghambat operasi judi daring, hal itu tidak akan serta-merta membuat judi daring sepenuhnya berhenti beroperasi. Oleh karena itu, penutupan rekening juga dibarengi dengan perbaikan di sisi hulu, yakni memperketat pembukaan rekening dan memastikan rekening yang ada sesuai data yang benar.
Baca juga: Polisi Ungkap Lima Rekening Judi ”Online” di Jabar, Jumlah Uang Capai Rp 356 Miliar
Sebab, kata Ruby, dari beberapa kali percobaan yang dia lakukan, rekening bank, khususnya akun virtual di bank digital, bisa dibuat dengan mudah meskipun menggunakan data palsu. Tanpa ada perbaikan dalam pembuatan rekening baru, masalah judi daring dikhawatirkan tidak akan pernah selesai.
”Pemerintah itu kayak dokter, menunggu orang sakit baru disembuhkan. Padahal, selain ada dokter dan obat, juga (harus) mencegah agar orang tidak sakit. Ini berarti mengambil langkah agar orang tidak bisa membuat rekening, virtual account, QRIS palsu yang menggunakan data orang lain,” tuturnya.
Mau atau tidak?
Pakar tindak pidana pencucian uang Yenti Garnasih memberikan perspektif berbeda. Menurut dia, pemberantasan judi daring sampai ke akarnya bukanlah persoalan kemampuan, melainkan kemauan. Sebab, aparat penegak hukum sudah dibekali dengan ”senjata”, yakni Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Sejalan dengan itu, ujar Yenti, Satgas Pemberantasan Judi Daring diminta tidak hanya menindak kasus judi daring untuk waktu ke depan, tetapi juga menelusuri berbagai dugaan dana mencurigakan yang muncul beberapa waktu lalu. Dengan demikian, pengungkapan judi daring diharapkan menjadi lebih menyeluruh.
”Transaksi yang katanya nilainya sampai ratusan triliun itu larinya ke mana? Kita juga enggak lupa bahwa pada waktu menjelang pemilu dikatakan ada dana dari judi online masuk ke pendanaan kampanye,” kata Yenti.
Menurut Yenti, PPATK memiliki kemampuan menelusuri aliran dana, baik di dalam negeri maupun keluar negeri. Termasuk jika uang itu sudah dialihkan ke aset lain di luar negeri, PPATK juga sudah memiliki platform kerja sama internasional melalui keanggotaannya di Financial Action Task Force (FATF).
Baca juga: Indonesia Darurat Judi Daring, Lebih dari 1.000 Anggota Dewan Ikut Terjerat
Oleh karena itu, ketika PPATK telah memberikan data intelijen keuangan terkait judi daring, kemudian otoritas keuangan telah memblokir rekening, seharusnya aparat penegak hukum segera menindaklanjutinya dengan proses penyelidikan. Terlebih hukum acara pidana mengenai pembekuan, penyitaan, ataupun pemblokiran telah diatur secara lengkap.
Yenti khawatir, Satgas Pemberantasan Judi Daring hanya akan berakhir seperti Satgas Tindak Pidana Pencucian Uang yang dinilai tidak ada hasil. ”Tinggal mau atau tidak mau. Pertanyaannya, siapa yang diuntungkan dengan tidak mau menelusuri. Kenapa seperti melindungi? Kenapa negara ini kesannya seperti hanya main-main di pembentukan satgas-satgas,” ujarnya.
Baca juga: MKD Diminta Proaktif Meminta Data Anggota DPR yang Terlibat Judi Daring
Hal senada diungkapkan Koordinator Indonesia Police Watch Sugeng Teguh Santoso. Menurut dia, adanya data jumlah transaksi judi daring, jumlah pelaku judi daring, sampai data sebaran pemain judi daring di tiap daerah memperlihatkan otoritas terkait memiliki kemampuan untuk menelusuri dan mengungkap semua pihak yang terkait judi daring.
Demikian pula penindakan terhadap operator judi daring yang dilakukan oleh kepolisian baru-baru ini memperlihatkan kemampuan aparat untuk memberantas judi daring tidak diragukan lagi.
Hal yang kini dinanti, menurut Sugeng, adalah kemauan untuk memberantas judi daring secara lebih masif dan konsisten. ”Bagaimana kemauan itu mau ditegakkan atau diwujudkan?” kata Sugeng.
Menurut Sugeng, pembekuan rekening merupakan salah satu langkah yang paling rasional untuk memberantas judi daring. Sebab, pemain melakukan deposit di rekening tertentu sebelum bisa bermain judi.
Di sisi lain, otoritas terkait dapat melihat transaksi di rekening tersebut dan dapat langsung membekukannya jika dinilai terkait judi daring. Hal itu dinilai sangat efektif untuk memberantas judi daring yang kini sudah sangat mendesak.
Baca juga: Judi "Online" Mengepung Indonesia dari Kamboja
Terkait upaya pengejaran bagi pelaku di luar negeri, menurut Sugeng, pemerintah perlu melakukan pendekatan diplomatik. Salah satu yang bisa dicoba adalah mendekati Pemerintah Kamboja yang ditengarai terdapat usaha judi daring di sana yang dimiliki orang Indonesia.
Satgas Pemberantasan Judi Daring sudah dibentuk. Akankah harapan publik menyangkut pemberantasan perjudian daring di negeri ini terwujud?