Tanpa ada aksi nyata, satgas dinilai hanya akan menambah deret kegagalan pembentukan satgas lainnya.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pembentukan Satuan Tugas Pemberantasan Perjudian Daring oleh Presiden Joko Widodo dinilai menjadi angin segar dan langkah yang komprehensif untuk memberantas judi daring yang sekarang merajalela. Kini, publik menanti aksi nyata pemberantasan judi daring oleh Satgas Pemberantasan Perjudian Daring tersebut.
Pada Jumat (14/6/2024), Presiden Joko Widodo menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) RI Nomor 21 Tahun 2024 tentang Satuan Tugas Pemberantasan Perjudian Daring. Keppres yang ditandatangani Presiden pada Jumat, 14 Juni 2024, itu terdiri atas 15 pasal.
Satgas tersebut dipimpin Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan sebagai Ketua Satgas. Dalam keanggotaan satgas tersebut terdapat Ketua Harian Pencegahan yang dipimpin Menteri Komunikasi dan Informatika serta Ketua Harian Penegakan Hukum yang dipimpin Kepala Kepolisian Negara RI.
Dalam menjalankan tugasnya, Ketua Harian Pencegahan dan Ketua Harian Penegakan Hukum dievaluasi Menko Polhukam paling sedikit setiap tiga bulan sekali. Adapun masa kerja satgas mulai keppres diterbitkan sampai Desember 2024 dan dapat diperpanjang dengan keppres.
Tanpa ada aksi nyata, satgas tersebut tentu hanya akan menambah deret kegagalan pembentukan satgas lainnya.
Pengamat kepolisian dari Institute for Security and Strategic Studies Bambang Rukminto, ketika dihubungi, Sabtu (15/6/2024), berpandangan, pembentukan Satgas Pemberantasan Perjudian Daring menjadi angin surga dalam upaya pemberantasan judi daring. Sebab, satgas itu menunjukkan upaya serius pemerintah, bukan sekadar formalitas.
Untuk itu, Bambang berharap satgas tersebut segera bergerak dan menunjukkan tindakan nyata di lapangan. ”Tanpa ada aksi nyata, satgas tersebut tentu hanya akan menambah deret kegagalan pembentukan satgas lainnya,” kata Bambang.
Jerat hukuman berat
Menurut Bambang, salah satu yang penting dalam pemberantasan judi daring adalah menjerat pelaku dengan hukuman berat. Selama ini, Pasal 303 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang mengatur perjudian hanya memberikan hukuman pidana maksimal 10 tahun penjara atau denda Rp 25 juta. Hal itu dinilai sama sekali tidak membuat jera para bandar judi.
Untuk itu, kata Bambang, bandar judi mesti setidaknya dijerat dengan Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman hukuman penjara sampai 15 tahun dan denda maksimal Rp 2 miliar. Jika hendak memberikan efek jera, Bambang berharap Rancangan Undang-Undang tentang Perampasan Aset segera disahkan.
Secara terpisah, anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti, berpandangan, pembentukan Satgas Pemberantasan Perjudian Daring oleh Presiden merupakan langkah komprehensif dalam pemberantasan judi daring, baik di dalam maupun luar negeri.
Sebab, satgas dibentuk dengan melibatkan kementerian/lembaga terkait dengan pembagian tugas baik untuk pencegahan maupun penindakan. ”Dengan demikian, diharapkan koordinasinya semakin baik, cepat, dan tepat,” kata Poengky.
Poengky juga optimistis atas penunjukan Kapolri sebagai Ketua Harian Penegakan Hukum. Dengan wewenang itu, Kapolri dapat lebih mudah memerintahkan dan mengontrol kinerja jajarannya, mulai dari Bareskrim, Divisi Hubungan Internasional, hingga satuan pembinaan masyarakat.
Di sisi lain, Poengky berharap masyarakat mendukung dan membantu upaya pemerintah dalam memberantas perjudian daring dengan cara tidak bermain judi daring. Selain itu, masyarakat juga diharapkan melaporkan ke polisi jika menjumpai praktik judi daring di sekitar tempat tinggalnya.
Terkait terbitnya keppres tersebut, Kompas mengonfirmasikan kepada Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal (Pol) Trunoyudo Wisnu Andiko. Namun, hingga berita ini ditulis, Trunoyudo tidak membalas pertanyaan yang dikirimkan.