Gagal ke Senayan, PPP Tempuh Jalur Politik Revisi UU Pemilu, Memang Bisa?
PPP tak akan diam dengan putusan MK yang tolak gugatannya. Masih ada ruang mengawal suara PPP, seperti revisi UU Pemilu.
JAKARTA, KOMPAS —Partai Persatuan Pembangunan atau PPP tidak akan tinggal diam dengan keputusan Mahkamah Konstitusi yang menolak seluruh gugatan yang diajukan. Partai berlambang Kakbah itu akan menempuh jalur politik untuk memperjuangkan 6.343.868 suara atau 4,17 persen suara sah nasional yang diklaim didapati dari hasil Pemilu Legislatif 2024. Salah satunya dengan merevisi Undang-Undang Pemilu.
Pelaksana Tugas Ketua Umum PPP Mardiono dalam jumpa pers di Kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PPP Jakarta, Selasa (22/5/2024), mengatakan, pelantikan anggota DPR terpilih periode 2024-20029 baru akan dilakukan pada 1 Oktober mendatang. Artinya, masih ada waktu empat bulan lebih bagi PPP untuk memperjuangkan hak konstitusi pemilihnya.
Saat ditanya lebih lanjut apakah yang dimaksud itu adalah mengotak-atik aturan ambang batas parlemen melalui revisi Undang-Undang Pemilu, Mardiono enggan mengungkapkannya. Namun, ia tak menampik bahwa upaya merevisi UU Pemilu itu sangatlah terbuka. Apalagi, saat ini masih ada perwakilan PPP di Parlemen.
”Tentu ada langkah politik. Politik ini, kan, nantinya merujuk pada kebijakan undang-undang. Tetapi, saya tidak akan menjabarkan secara detail langkah-langkah yang akan kami lanjutkan. Sebab, kalau kita main bola, saya sudah mengatakan bahwa saya akan menyerang dari gawang, nyerang dari bek kanan, bek kiri, ya nanti orang jadi jaga-jaga,” tutur Mardiono.
Baca juga: Seluruh Gugatan Tak Diterima MK, PPP Dipastikan Terlempar dari Senayan
PPP sebelumnya dipastikan tidak lolos ke DPR setelah MK menyatakan tidak menerima permohonan sengketa Pemilu Legislatif (Pileg) 2024 yang diajukan partai tersebut di 19 provinsi. Mayoritas permohonan yang diajukan sebelumnya dinyatakan MK tidak memenuhi syarat formil karena kabur dan tidak jelas. Ini menjadi pemilu pertama PPP tidak lolos menempatkan kadernya di DPR. Padahal, sejak Pemilu 1977, PPP selalu berhasil masuk ke Senayan.
Tentu ada langkah politik. Politik ini, kan, nantinya merujuk pada kebijakan undang-undang. Tetapi, saya tidak akan menjabarkan detail langkah-langkah yang akan kami lanjutkan. Sebab, kalau kita main bola, saya sudah mengatakan bahwa saya akan menyerang dari gawang, nyerang dari bek kanan, bek kiri, ya nanti orang jadi jaga-jaga.
Ekspresi Plt Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Muhammad Mardiono setelah menggelar konferensi pers terkait putusan sela Mahkamah Konstitusi di Kantor DPP PPP, Jalan Diponegoro, Jakarta, Rabu (22/5/2024).
Merugikan PPP
Menurut Mardiono, berdasarkan hasil penghitungan internal, perolehan suara PPP di tingkat nasional mencapai 6.343.868 suara atau 4,17 persen dari total suara sah nasional. Dari perolehan suara tersebut, PPP mengamankan setidaknya 12 kursi di DPR.
Namun, hasil penghitungan PPP ini berbeda dengan tabulasi Komisi Pemilihan Umum (KPU). Dalam keputusan KPU, perolehan suara PPP hanya sebesar 5.858.777 suara atau 3,87 persen suara sah nasional. Jumlah kursi PPP di DPR yang sudah ditetapkan oleh KPU sebanyak 12 kursi.
Kami berharap Mahkamah Konstitusi menjadi gerbang keadilan dalam menjaga kedaulatan suara rakyat yang dititipkan kepada Partai Persatuan Pembangunan. Namun, sekali lagi, tentu saya kecewa, Mahkamah Konstitusi tidak melakukan pemeriksaan secara komprehensif sehingga bisa memberikan rasa keadilan terhadap rakyat yang mengamanatkan hak konstitusinya sebagai kedaulatan kepada Partai Persatuan Pembangunan.
Perbedaan hasil penghitungan ini, tambah Mardiono, sangat merugikan semua pemilih PPP yang telah memberikan mandat keterwakilannya di parlemen. Lebih jauh, perbedaan ini mengakibatkan hilangnya aspirasi dan kedaulatan rakyat dalam demokrasi. Untuk memperjuangkan hal tersebut, PPP sejatinya telah mengajukan gugatan melalui MK. Namun, Mardiono sangat menyayangkan keputusan MK yang justru tidak melanjutkan pemeriksaan atas perkara-perkara yang diajukan oleh PPP. Hal ini semakin menutup peluang PPP untuk bisa lolos ambang batas parlemen ( parliamentary threshold).
”Kami berharap Mahkamah Konstitusi menjadi gerbang keadilan di dalam menjaga kedaulatan suara rakyat yang dititipkan kepada Partai Persatuan Pembangunan. Namun, sekali lagi, tentu saya kecewa bahwa Mahkamah Konstitusi tidak melakukan pemeriksaan secara komprehensif sehingga bisa memberikan rasa keadilan terhadap rakyat yang telah mengamanatkan hak konstitusinya sebagai kedaulatan kepada Partai Persatuan Pembangunan,” ujar Mardiono.
Mardiono mengaku prihatin karena dirinya berkewajiban untuk menjaga dan memperjuangkan hak konstitusi warga yang sudah memilih PPP. ”Ini adalah amanah yang patut untuk terus kami perjuangkan sampai ke titik akhir karena ini adalah suara rakyat,” ujarnya.
Berjuang di jalur politik
Sebagai Plt Ketua Umum PPP, Mardiono akan mempertanggungjawabkannya. Ia akan terus berjuang melalui jalur hukum dan politik untuk memperjuangkan semua aspirasi masyarakat yang telah diberikan kepada PPP. Upaya ini, menurut dia, dilakukan karena PPP tidak ingin masyarakat nantinya justru menyalurkan aspirasinya di jalanan atau di luar konstitusi.
Kepada semua kader PPP, saya meminta untuk tetap teguh dan turut mengawal perjuangan yang belum selesai ini dan kita akan terus berjuang mengamankan suara rakyat, suara ulama, suara konstituen kita, sehingga kita memiliki keterwakilan di parlemen.
”Kepada semua kader PPP, saya meminta untuk tetap teguh dan turut mengawal perjuangan yang belum selesai ini dan kita akan terus berjuang mengamankan suara rakyat, suara ulama, suara konstituen kita, sehingga kita memiliki keterwakilan di parlemen,” kata Mardiono.
Mardiono menegaskan, setiap upaya belum berakhir karena ruang hukum dalam demokrasi sangat luas dan tidak dibatasi hanya dengan keputusan KPU ataupun keputusan MK. Ia tidak sepakat kalau kemudian seseorang dengan kekuasaan apa pun menutup pintu-pintu yang menjadi hak asasi kehidupan manusia.
Jadi, bukan dia (keputusan MK) mengunci semua sistem hukum. Itu tidak boleh. Tetapi, ada ruang-ruang lain yang tidak tertutup.
”Sekali lagi, ya, upaya-upaya itu belum tertutup, baik secara hukum maupun secara politik. Hukum juga tidak membatasi, kemudian setelah selesai di MK (kemudian) finish (selesai), tidak. Yang kita sebut sebagai final dan mengikat di MK adalah dalam paket perkara yang digugatkan itu, tetapi tidak membatasi ruang hukum yang lain. Jadi, bukan dia (keputusan MK) mengunci semua sistem hukum. Itu tidak boleh. Tetapi, ada ruang-ruang lain yang tidak tertutup, begitu ya kira-kira,” ucap Mardiono.
Suasana rapat paripurna di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa (22/8/2023).
Saat ditanya apakah PPP sudah mulai melobi partai lain untuk mendukung keinginan PPP untuk merevisi UU Pemilu, Mardiono mengiyakannya. Menurut dia, partai-partai lain yang kini berada di koalisi pemerintahan Presiden Joko Widodo-Wakil Presiden Ma'ruf Amin pasti akan mendukung langkah politik PPP tersebut di parlemen.
Di parlemen, kan, kami masih partai koalisi pemerintah. Tentu satu dengan lain hal, kami, kan, saling membutuhkan. Selama ini kami juga sudah bekerja sama dengan baik, kok.
”Di parlemen, kan, kami masih partai koalisi pemerintah. Tentu satu dengan lain hal, kami, kan, saling membutuhkan. Selama ini kami juga sudah bekerja sama dengan baik, kok,” ujarnya.
Peluang merevisi UU Pemilu
Sementara itu, Ketua Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia mengungkapkan bahwa Komisi II DPR sepakat membentuk Panitia Kerja (Panja) untuk membahas revisi UU Pemilu dan UU Pemilihan Kepala Daerah. Pembentukan Panja itu dapat dilakukan sembari menunggu keputusan di rapat paripurna terdekat terkait persetujuan proses revisi UU Pemilu.
”Sambil menunggu (rapat paripurna) itu, saya sepakat kita bentuk Panja saja. Kita mulai dari Panja,” ujarnya.
Kalau memang kemudian pimpinan DPR kita setuju untuk revisi, sepakat misalnya minggu depan ada paripurna, kita jalan.
Doli mengungkapkan, DPR masih memiliki dua masa sidang lagi sebelum masa jabatan anggota DPR periode 2019-2024 berakhir pada Oktober mendatang. Karena itu, ia akan sangat bersyukur apabila pimpinan DPR turut menyetujui diadakannya revisi UU Pemilu dan UU Pilkada.
”Kalau memang kemudian pimpinan DPR kita setuju untuk revisi, sepakat misalnya minggu depan ada paripurna, kita jalan,” kata Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini.
Baca juga: Mayoritas Gugatan di MK Gagal, Bisakah PPP Bertahan di Senayan?
Doli menjelaskan, Panja ini akan bertugas menginventarisasi segala permasalahan yang ada dalam pelaksanaan UU Pemilu. Inventarisasi masalah tersebut, lanjutnya, juga akan menjadi bahan awal dalam pembahasan revisi UU Pemilu.
”Nanti ini akan menjadi bahan awal kalau suatu saat apakah di masa sidang ini atau di masa sidang berikutnya revisi UU atau perubahan atau penyempurnaan sistem pemilu itu dilakukan,” ungkap Doli.
Doli menyebut, Komisi II DPR sebenarnya telah memiliki draf naskah akademik dan draf RUU Pemilu sejak awal periode DPR 2019-2024. ”Tapi, waktu itu keburu Covid, enggak jadi. Kenapa waktu itu dibuat di awal periode, karena memang kami menginginkan bicara tentang sistem pemilu itu tidak atau jauh dari pemilu yang bisa ada efek interest-nya,” ujarnya.