PAN Berharap Empat Menteri, Siapa Saja yang Diusulkan?
Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan jadi salah satu yang diusulkan untuk posisi Menteri Koordinator. Siapa nama lainnya?
BOGOR, KOMPAS — Partai Amanat Nasional atau PAN mengklaim akan mendapat jatah empat kursi menteri di kabinet Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka pada Oktober 2024. Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan pun dipastikan menjadi salah satu kader PAN yang bakal masuk kabinet.
Wakil Ketua Umum PAN Bima Arya Sugiarto saat wawancara khusus dengan Kompas di kediamannya di Bogor, Jawa Barat, Senin (20/5/2024), mengatakan, di pemerintahan Prabowo-Gibran, kemungkinan PAN bakal mendapat empat kursi menteri. Di luar empat kursi menteri itu, PAN bisa juga mendapat jatah wakil menteri (wamen).
”Kemungkinan katanya (PAN mendapat) empat (kursi menteri di kabinet Prabowo-Gibran). Minimal empat (kursi menteri). Kami berharap empat (kursi menteri) dan mungkin ada wamennya juga,” ungkap Bima.
Bima menyebut, Wakil Ketua Umum PAN Yandri Susanto dan Viva Yoga Mauladi berpeluang besar masuk kabinet Prabowo-Gibran. ”Mereka (adalah) orang-orang yang akan menjadi kader andalan di kabinet,” katanya.
Baca juga: Penyusunan Kabinet Prabowo-Gibran Diharapkan Bukan Didasarkan pada Politik Dagang Sapi
Selain mereka, Zulkifli Hasan alias Zulhas juga dipastikan akan masuk kabinet. PAN berharap, Zulhas bisa dipilih sebagai menteri koordinator (menko). ”Ketua umum partai (Zulhas) pasti masuk. Kami berharap Bang Zulhas mendapat menko,” tegas Bima.
Tahap menjaring nama
Bima mengatakan, saat ini proses penyusunan kabinet Prabowo-Gibran sudah memasuki tahap penjaringan nama-nama. Dalam tahapan tersebut, setiap partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju menyodorkan sejumlah nama untuk satu posisi menteri.
Jadi, beliau (Prabowo) memiliki keleluasaan untuk memilih. Jadi bukan berarti, satu partai mengusulkan lima (kader) dan lima-limanya harus jadi (menteri).
”Yang saya dengar, pasti kemungkinan besar Pak Prabowo akan meminta beberapa nama untuk satu posisi. Jadi, beliau (Prabowo) memiliki keleluasaan untuk memilih. Jadi bukan berarti, satu partai mengusulkan lima (kader) dan lima-limanya harus jadi (menteri). Kayaknya, modelnya adalah menembuskan opsi-opsi nama lain untuk satu posisi gitu. Jadi Pak Prabowo punya pilihan. Ini masuk akal sih menurut saya,” tutur Bima.
Kemudian, dari nama-nama yang sudah disodorkan itu, Prabowo akan mendalami rekam jejak dan komitmennya terhadap pemerintahan ke depan. Dalam proses ini, Bima meyakini, ada tim yang membantu Prabowo.
”Setiap presiden pasti begitu, tidak mungkin sendiri, pasti dibantu untuk nyari informasi. Saya saja untuk nyari kepala dinas, itu perlu tim untuk ngecek di kepegawaian. Dari para kandidat yang ada, cek si A, si B, si C, bagusan mana, rekam jejak, komitmen dan yang lain-lain. Apalagi presiden, ya sudah wajarlah, tim khusus wajar. Presiden, kan, juga perlu perspektif yang banyak,” ujar Bima.
AHY, kader utama diusulkan
Sebelumnya, Partai Demokrat mengaku juga telah mengusulkan kader-kader terbaiknya untuk menjadi menteri di kabinet Prabowo-Gibran. Kader terbaik ini berarti memiliki loyalitas tinggi, berkinerja baik, dan berkompeten.
Jika merujuk pada kriteria itu, kader yang paling utama untuk diusulkan ialah Ketua Umum Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono alias AHY. Saat ditanya apakah Sekretaris Jenderal Demokrat Teuku Riefky Harsya termasuk kader terbaik yang mungkin akan dipilih sebagai menteri, menurut Kepala Badan Komunikasi Strategis Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra, hal itu mungkin saja.
Karena beliau (Teuku Riefky), kan, kepercayaan ketua umum kami.
”Karena beliau (Teuku Riefky), kan, kepercayaan ketua umum kami. Selama ini beliau telah membantu Mas AHY dalam berorganisasi dan terbukti berhasil di TKN dalam pemenangan pilpres. Hanya saja, lagi-lagi semua itu wewenang Mas AHY untuk mengusulkan (kader Demokrat) siapa pun. Dan, tentu itu hak prerogatif Pak Prabowo sebagai presiden terpilih,” tutur Herzaky.
Saat disinggung apakah AHY bakal menjadi Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Herzaky menyebut, hal itu diserahkan sepenuhnya kepada Prabowo. ”Bagaimanapun, beliau (AHY), kan, ketua umum. Beliau juga akan mendengarkan aspirasi-aspirasi dari kader dan masyarakat di mana baiknya posnya. Namun, kita tahu, semua ini hak prerogatif Pak Prabowo,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Harian Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengungkapkan, pembahasan nama-nama yang akan berada di kabinet belum selesai. Prabowo masih fokus merancang peta jalan untuk menepati program-program yang sudah dijanjikan selama kampanye. ”Sampai saat ini di internal belum ada pembicaraan atau penggodokan kabinet yang fix,” ujarnya.
Dasco enggan mengungkapkan siapa saja nama-nama yang sudah disodorkan oleh partai pengusung kepada Prabowo. Namun, ia menegaskan, siapa pun yang sudah berjuang memenangkan Prabowo di Pilpres 2024 pasti bakal dipertimbangan untuk masuk di kabinet mendatang.
Target pembangunan
Secara terpisah, dosen Ilmu Administrasi Negara Universitas Indonesia, Zuliansyah Putra Zulkarnain, mengingatkan, dalam proses transisi seperti sekarang ini, yang dibicarakan seharusnya bukan soal berapa jatah kursi menteri yang didapatkan oleh partai koalisi. Lebih dari itu, seharusnya tim transisi pemerintahan mendatang sudah mulai mengkaji target-target pembangunan yang ingin dicapai selama lima tahun mendatang.
Jadi, mereka lihat target pembangunan yang ada, kerangka kelembagaan seperti apa, lalu adjusment jika ada sesuatu yang perlu di- highlight, baru dinilai butuh seperti apa kelembagaan nanti dan levelnya seperti apa.
Target-target pembangunan tersebut sebenarnya sudah tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN). Namun, presiden dan wakil presiden terpilih berhak jika ingin menyesuaikannya dengan beberapa isu strategis yang diinginkan.
”Namun, setidaknya rumah besarnya sudah ada. Itu akan menjadi dasar. Jadi, mereka lihat target pembangunan yang ada, kerangka kelembagaan seperti apa, lalu adjusment jika ada sesuatu yang perlu di-highlight, baru dinilai butuh seperti apa kelembagaan nanti dan levelnya seperti apa. Itu yang harus dilakukan. Jadi, bukan berarti ada satu program prioritas, bikin satu lembaga, tidak begitu cara berpikirnya. Itu sangat tidak efektif,” ujar Zuliansyah.
Dalam proses tersebut, tim transisi pemerintahan mendatang juga perlu terus berkonsultasi dengan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, Kementerian Keuangan, serta Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Dengan begitu, yang dibicarakan bukan hanya soal target pembangunan dan kekuatan keuangan negara, tetapi juga penyelenggaraan organisasi dan kebutuhan aparatur negara ketika ada pemisahan atau penambahan kementerian.
Operasional dan sumber daya manusianya juga harus dipikirkan. Jangan juga sampai tumpang tindih nantinya.
”Karena, membuat suatu lembaga, kan, tidak cukup mengeluarkan peraturan pemerintah atau peraturan presiden, tetapi lebih detail dari itu. Operasional dan sumber daya manusianya juga harus dipikirkan. Jangan juga sampai tumpang tindih nantinya. Kita, kan, ingin agar organisasi semakin lincah ke depan,” ujar Zuliansyah.
Di sisi lain, perlu diperhatikan juga bahwa pemerintahan sekarang menganut asas desentralisasi. Artinya, urusan-urusan pemerintah pusat sudah banyak diserahkan ke pemerintah daerah. Tugas pemerintah pusat lebih banyak membuat regulasi dan kemudian dieksekusi oleh pemerintah daerah.
Baca juga: Kabinet ”Zaken”, Riwayatmu Kini
”Kalau ke pemerintah pusat lagi, buat apa dana DAU (dana alokasi umum) yang diserahkan ke daerah. Jadi, ini yang harus dipikirkan. Indonesia bukan hanya di Jakarta, melainkan ada pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota yang jumlahnya lebih dari 500. Jadi, narasi-narasi kalau kita negara besar, ya memang besar. Makanya, kita punya pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota,” ujar Zuliansyah.
Zuliansyah khawatir, jika semua itu diabaikan dan penyusunan kabinet hanya sekadar untuk mengakomodasi kepentingan politik, maka ancamannya adalah birokrasi. Pertama, birokrasi bakal semakin gemuk dan ini akan semakin membengkakkan anggaran negara. Kedua, birokrasi pun dikhawatirkan akan diisi oleh sumber daya manusia yang tidak berkompeten. Ini menjadi ironi di tengah tantangan ke depan yang semakin berat, mulai dari situasi geopolitik yang tidak menentu dan utang negara yang semakin besar.