Apa Motif Politik di Balik Penyusunan Regulasi Kementerian Negara?
Partai-partai politik khawatir tidak ada yang bersedia berkoalisi dengan pemerintah jika jumlah kementerian sedikit.
Apa saja yang bisa Anda Pelajari dari artikel ini?
1. Apa latar belakang politik di balik revisi UU Kementerian Negara yang disusun secara kilat?
2. Revisi UU Kementerian Negara untuk kepentingan siapa?
3. Apa alasan Baleg DPR mengusulkan revisi UU Kementerian Negara?
4. Bagaimana pandangan kritis atas revisi UU Kementerian Negara?
5. Bagaimana pandangan kubu Prabowo-Gibran tentang penambahan jumlah kementerian?
6. Apa Motif Politik di Balik Penyusunan Regulasi Kementerian Negara? (update artikel tentang revisi UU Kementerian per pukul 08.00)
Apa Motif Politik di Balik Penyusunan Regulasi Kementerian Negara?
Badan Legislasi (Baleg) DPR berkukuh menghapus ketentuan pembatasan jumlah kementerian paling banyak 34 yang diatur dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Selanjutnya, Baleg mengusulkan ketentuan itu diganti dengan menyerahkan wewenang penuh kepada presiden untuk menetapkan jumlah kementerian sesuai dengan kebutuhannya.
Meski Baleg beralasan perubahan itu untuk memperkuat sistem presidensial, sejumlah kalangan menduga revisi UU Kementerian Negara itu untuk mengakomodir kepentingan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka dan partai-partai politik pendukung mereka. Apalagi, revisi dirumuskan lima bulan jelang masa jabatan Joko Widodo-Ma'ruf Amin berakhir, bersamaan dengan munculnya wacana penambahan kementerian menjadi 41 di masa pemerintahan Prabowo-Gibran nanti.
Kesepakatan Baleg tersebut sebenarnya bertentangan dengan semangat pembentukan UU Kementerian Negara, 16 tahun lalu. Kala itu, DPR bersama pemerintah memandang pentingnya pembatasan kementerian demi efektivitas pemerintahan. Pembahasan berlarut selama lebih kurang empat tahun, membuat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, saat itu, mengusulkan agar kementerian paling banyak 30-35. Namun, fraksi-fraksi di DPR tak kunjung satu suara. Sebab, sebagian dari mereka khawatir jika jumlah kementerian dibuat sedikit, dikhawatirkan tidak ada yang bersedia berkoalisi dengan pemerintah. Dengan pertimbangan koalisi kecil tidak akan efektif bagi pemerintahan, para pembentuk UU sepakat membatasi presiden untuk membentuk kabinet dengan jumlah kementeriana maksimal 34. Rupanya, akomodasi terhadap parpol pendukung pemerintah merupakan motif di balik penentuan jumlah kementerian.
Baca juga: Revisi UU Kementerian Negara dan Janji Semu Reformasi Birokrasi
Apa latar belakang politik di balik revisi UU Kementerian Negara yang disusun secara kilat?
Baleg DPR menegaskan putusan MK Nomor 79/PUU-IX/2011 sebagai dasar untuk merevisi Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara. Namun, spekulasi bermunculan karena revisi UU Kementerian Negara dibahas di tengah isu penggemukan kabinet Prabowo-Gibran.
Baca juga: Di Tengah Isu Penggemukan Kabinet Prabowo, DPR Bahas Revisi UU Kementerian Negara
Isu penambahan jumlah kementerian memang mulai muncul setelah Prabowo-Gibran ditetapkan sebagai presiden-wakil presiden terpilih, 24 April lalu. Partai Gerindra yang dipimpin Prabowo berpandangan, sejumlah kementerian perlu untuk dipecah karena tugas pokok terlalu luas dan mencakup banyak bidang.
Selain itu, semakin banyak jumlah kementerian juga dinilai baik bagi pemerintahan dan pelayanan publik. Sebab, Indonesia merupakan negara besar yang memiliki target sekaligus tantangan yang besar untuk meraihnya.
Baca juga: Gerindra Dukung Penambahan Jumlah Kementerian di Kabinet Prabowo-Gibran
Fakta lainnya, wacana penambahan kementerian beredar saat Prabowo-Gibran disebut sudah menyiapkan jatah kursi menteri untuk Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Nasdem yang bergabung setelah Pemilihan Presiden 2024 usai. Alokasi menteri bagi partai yang baru bergabung itu tak akan mengusik jatah menteri bagi partai-partai pengusung Prabowo-Gibran.
Baca juga: Koalisi Prabowo Sudah Siapkan Jatah Menteri untuk PKB dan Nasdem
Meski demikian, Gerindra menegaskan, wacana penambahan jumlah kementerian itu bukan bertujuan untuk mengakomodasi kepentingan partai politik pendukung Prabowo-Gibran.
Baca juga: Meski Didukung Parpol Pengusung, Gerindra: Idenya Bukan untuk Akomodasi Kepentingan
Revisi UU Kementerian Negara untuk kepentingan siapa?
Rapat Pleno Baleg DPR, Kamis (16/5/2024), menyepakati satu-satunya pasal yang diusulkan diubah adalah Pasal 15 UU Kementerian Negara yang mengatur jumlah kementerian paling banyak 34. Semua fraksi setuju klausul dalam pasal itu diubah menjadi ”Jumlah kementerian ditetapkan sesuai dengan kebutuhan presiden dengan memperhatikan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan”.
Perubahan itu diusulkan untuk mempermudah Presiden dalam menentukan kementerian negara.
Baca juga:
> Demi Mempermudah Presiden, Baleg DPR Sepakat Hapus Pembatasan 34 Kementerian
> Pembatasan Bakal Dihapus, Jumlah Kementerian Diserahkan ke Presiden
Selain itu, sebelum Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka ditetapkan sebagai presiden-wakil presiden terpilih, sejumlah partai politik pendukung sudah meminta jatah kursi menteri. Meskipun penentuan menteri menjadi hak prerogatif presiden, pembentukan kabinet memang sering kali tidak bisa dilepaskan dari kalkulasi politik. Praktik ”dagang sapi” pun membayangi.
Baca juga: Prabowo-Gibran, Antara Kabinet Ideal dan Politik Dagang Sapi
Apa alasan Baleg DPR mengusulkan revisi UU Kementerian Negara?
Sejak dibentuk pada tahun 2008, UU Kementerian Negara belum pernah diubah. Padahal, pada Juni 2012, melalui putusan Nomor 79/PUU-IX/2011, Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan penjelasan Pasal 10 UU Kementerian Negara. Dalam Penjelasan Pasal 10 itu disebutkan bahwa wakil menteri adalah pejabat karier dan bukan anggota kabinet.
Baca juga: DPR Buka Peluang Tambah Kementerian
Untuk menindaklanjuti putusan MK, pemerintah menerbitkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 60 Tahun 2012 tentang Wakil Menteri. Perpres tersebut sudah dua kali berubah, yakni menjadi Perpres Nomor 134/2014, dan terakhir Perpres Nomor 77/2021. Perpres itu mengatur, wakil menteri diangkat dan diberhentikan oleh presiden. Masa jabatan wakil menteri juga sama dengan periode pemerintahan presiden yang mengangkatnya.
Sampai saat ini, ketentuan mengenai wakil menteri tersebut belum diatur dalam undang-undang. Karena itulah, Badan Legislasi (Baleg) memutuskan merevisi UU Kementerian Negara. Penyusunan draf RUU Kementerian Negara pun dibahas kilat, hanya tiga hari.
Baca juga: Demi Hapus Pembatasan 34 Menteri, Baleg DPR Bahas Kilat RUU Kementerian Negara
Bagaimana pandangan kritis atas revisi UU Kementerian Negara?
Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) beberapa waktu lalu merekomendasikan perlunya penataan ulang kementerian negara. Alasannya, jumlah kementerian saat ini belum menggambarkan keseluruhan urusan pemerintahan yang disebut di dalam UUD 1945.
APHTN-HAN mengusulkan, jumlah kementerian ditambah dari 34 menjadi 41. Namun, ada opsi lain yang juga ditawarkan, yakni jumlah kementerian tetap dipertahankan maksimal 34, tetapi nomenklatur kementerian harus diubah.
Baca juga: Tata Ulang Kementerian Negara, Kabinet Diusulkan Diisi 41 Menteri
Selain itu, ada pula pandangan wacana penambahan menteri dalam kabinet pemerintahan mendatang tidak sehat bagi masa depan bangsa. Jumlah 34 kementerian yang ada saat ini dinilai cukup.
Baca juga: Mahfud MD: Jumlah Kementerian Saat Ini Sudah Sangat Cukup
Masukan juga datang dari Lembaga Administrasi Negara (LAN). Lembaga negara yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden itu mengingatkan, ada rambu-rambu yang patut diperhatikan pemerintahan Prabowo -Gibran dalam menyusun postur kabinet.
Baca juga: Demi Efektivitas Pemerintahan, LAN Ingatkan Rambu-rambu Pembentukan Kabinet
Selain membatasi jumlah maksimal kementerian sebanyak 34 seperti diatur dalam UU No 39/2008, perlu diperhatikan pula desain kelembagaan yang lincah, fleksibel, dan responsif demi mewujudkan pemerintahan yang lebih efektif dan efisien.
Bagaimana pandangan Kubu Prabowo-Gibran soal penambahan jumlah Kementerian?
Partai-partai Koalisi Indonesia Maju pendukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka menyatakan, penghapusan pembatasan jumlah kementerian negara maksimal 34 penting karena semakin banyak kementerian akan semakin baik bagi efektivitas pemerintahan dan pelayanan publik.
Usulan penghapusan klausul pembatasan jumlah kementerian disambut positif oleh partai-partai politik Koalisi Indonesia Maju (KIM), pengusung Prabowo-Gibran. Dari empat parpol pengusung Prabowo-Gibran di parlemen, dua parpol, yakni Fraksi Partai Gerindra dan Fraksi Partai Demokrat, menerima usulan revisi itu dengan catatan. Tiga lainnya, yakni Fraksi Partai Golkar, Fraksi Partai Demokrat, dan Fraksi PAN, setuju tanpa catatan.
Bahkan, tiga fraksi parpol lain yang pada pilpres lalu berada di kubu lawan Prabowo-Gibran, yakni Fraksi Partai Nasdem, Fraksi PKB, dan Fraksi PPP, menyetujui dengan bulat usulan tersebut.
”Jadi, ini untuk kepentingan rakyat. Tidak ada itu untuk membagi kekuasaan. Sebab, kami juga merancang betul jumlah kementerian yang dibutuhkan dan agar program kerja yang dirancang bisa tepat sasaran,” kata Kepala Badan Komunikasi Strategis Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra yang juga juru bicara Tim Kampanye Nasional Prabowo-Gibran tersebut.
Baca juga: Bantah Bagi-bagi Kekuasaan, Kubu Prabowo Sebut Revisi UU Kementerian untuk Efektivitas