Pasca-putusan MK, Aturan Main Perlu Disempurnakan, Apa Saja?
Putusan MK terkait perselisihan pilpres sisakan sejumlah catatan yang harus diperbaiki aturannya agar tak terulang lagi.
JAKARTA, KOMPAS — Putusan Mahkamah Konstitusi terkait perselisihan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden menyisakan sejumlah catatan perbaikan aturan main pemilu. Pembentuk undang-undang dan penyelenggara pemilu perlu segera merevisi Undang-Undang Pemilu beserta aturan teknis agar problem-problem yang muncul saat Pilpres 2024 tidak kembali terulang.
Dalam pertimbangan hukum di putusan terkait perselisihan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden, Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan beberapa catatan perbaikan terhadap pelaksanaan pemilihan umum mendatang. Beberapa di antaranya terkait kampanye, peran Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), bantuan sosial, dan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap).
Terkait kampanye, mahkamah menyoroti kekosongan hukum tentang pengaturan kegiatan yang dapat dikategorikan sebagai kampanye dan dilakukan sebelum masa kampanye dimulai. Sebab pengaturan yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ataupun Peraturan Komisi Pemilihan Umun (KPU) tidak memberikan pengaturan lebih lanjut terhadap segala bentuk tindakan dan kegiatan yang memberikan dukungan kepada peserta pemilu sebelum dan sesudah masa kampanye.
Selain itu, Pemerintah dan DPR juga perlu membuat pengaturan yang lebih jelas tentang aturan bagi pejabat negara yang juga merangkap sebagai anggota partai politik ataupun sebagai tim kampanye dalam melaksanakan kampanye. Menurut mahkamah, pelaksanaan kampanye harus dilaksanakan terpisah, tidak dalam satu waktu kegiatan. ataupun berimpitan dengan waktu pelaksanaan tugas penyelenggaraan negara.
Baca juga: Putusan MK Menguji Kedewasaan Negara Hukum
Di sisi lain, Bawaslu perlu menyusun prosedur standar operasional, tata urut, ataupun pisau analisis yang baku dan memperhatikan berbagai aspek yang menjadi unsur adanya suatu pelanggaran pemilu, baik yang dilakukan sebelum, selama, dan setelah masa kampanye. Hal tersebut diperlukan agar diperoleh hasil kesimpulan yang memiliki pijakan yang kuat dan komprehensif atas suatu peristiwa yang diduga terdapat pelanggaran pemilu meskipun hasil kesimpulan tersebut dilakukan oleh anggota Bawaslu yang berbeda-beda.
”Mahkamah Konstitusi (MK) memberikan beberapa catatan perbaikan terhadap pelaksanaan pemilihan umum mendatang. Beberapa di antaranya terkait kampanye, peran Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), bantuan sosial, dan Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap), ”
Mahkamah juga menilai perlu dilakukan perubahan mendasar pengaturan tentang pengawasan pemilu, termasuk tata cara penindakannya jika terjadi pelanggaran pada setiap tahapan pemilu. Bawaslu harus masuk dalam substansi laporan atau temuan untuk membuktikan ada atau tidaknya secara substansial telah terjadi pelanggaran pemilu.
Adapun terkait bantuan sosial (bansos), diperlukan pengaturan yang lebih jelas dalam penyaluran bansos yang berdekatan dengan penyelenggaraan pemilu. Pengaturan meliputi tata cara penyaluran, baik waktu, tempat, maupun pihak-pihak yang dapat menyalurkannya, sehingga tidak ditengarai sebagai tindakan yang dapat dimaknai sebagai bantuan bagi kepentingan elektoral tertentu.
Audit sirekap dulu
Sementara terkait Sirekap, teknologinya harus terus dikembangkan sehingga tidak ada keraguan dengan data yang ditampilkan oleh Sirekap. Untuk itu, sebelum Sirekap digunakan, perlu dilakukan audit oleh lembaga yang berkompeten dan mandiri. Di samping itu, untuk menjaga obyektivitas dan validitas data yang diunggah, perlu dibuka kemungkinan pengelolaan Sirekap dilakukan oleh lembaga yang bukan penyelenggara pemilu.
Wakil Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa, Yanuar Prihatin, menilai, sangat penting mengatur ulang aturan kampanye para pejabat negara setingkat presiden atau wakil presiden dan menteri. Sebab secara sadar atau tidak sadar, mereka sering kali menyalahgunakan kewenangannya sebagai pejabat untuk kepentingan elektoral. Fasilitas negara dan program-program pemerintah yang instan, seperti bansos dan sejenisnya, tidak boleh lagi disalahgunakan untuk tujuan politik praktis.
”Pemilu 2024 memberikan pelajaran sangat berharga bahwa pemilu yang tidak jujur dan tidak adil akan melahirkan kecurangan yang terus berulang karena penyalahgunaan wewenang ini. ”
”Pemilu 2024 memberikan pelajaran sangat berharga bahwa pemilu yang tidak jujur dan tidak adil akan melahirkan kecurangan yang terus berulang karena penyalahgunaan wewenang ini,” ujarnya di Jakarta, Selasa (23/4/2024).
Revisi UU Pemilu
Terkait berbagai catatan dari MK, ia mendorong agar dilakukan revisi UU Pemilu untuk tiga hal. Pertama, secara teknis harus dipertegas ulang jadwal cuti khusus untuk para pejabat. Durasi waktu harus jelas dan semua jadwal cuti wajib dilaporkan kepada KPU dan Bawaslu secara resmi. Selama cuti pun, seluruh fasilitas negara yang melekat harus dilepaskan, seperti mobil dinas, protokol dan ajudan yang dibiayai negara.
Kedua, sanksi yang berat atas pelanggaran kampanye oleh pejabat negara harus lebih jelas, terukur dan nyata. Sanksi menjadi kewenangan Bawaslu dan wajib dipatuhi oleh pejabat yang bersangkutan jika terbukti melanggar.
Selama ini, tanpa sanksi yang berat dan jelas, presiden dan para menteri bisa seenaknya mempengaruhi pilihan politik rakyat dengan menggunakan fasilitas negara dan memanfaatkan kewenangannya secara terbuka untuk tujuan elektoral"
”Selama ini, tanpa sanksi yang berat dan jelas, presiden dan para menteri bisa seenaknya memengaruhi pilihan politik rakyat dengan menggunakan fasilitas negara dan memanfaatkan kewenangannya secara terbuka untuk tujuan elektoral,” kata Yanuar.
Selain itu, pembagian bansos, beasiswa, sertifikat tanah, pembagian uang, serta peresmian-peresmian sarana dan prasarana yang berdampak pada masyarakat harus diatur ulang waktunya agar tidak tumpang tindih di masa-masa kampanye.
”Fenomena ini harus dicari akar masalahnya agar konstruksi UU Pemilu mampu menjawab persoalan ini,” kata Yanuar.
Anggota KPU, Idham Holik, mengatakan, seluruh pertimbangan hukum MK akan dijadikan catatan untuk perbaikan penyelenggaraan pemilu. Namun, sebagian tidak bisa langsung dilaksanakan karena perubahan harus dilakukan melalui revisi UU Pemilu, salah satunya pengaturan mengenai kampanye.
”MK beberapa kali menyampaikan pentingnya pembaruan UU Pemilu. Jadi, tentunya ini merupakan kewenangan otoritatif dari pembentuk UU. ”
”MK beberapa kali menyampaikan pentingnya pembaruan UU Pemilu. Jadi, tentunya ini merupakan kewenangan otoritatif dari pembentuk UU,” katanya.
Revisi aturan teknis
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Khoirunnisa Nur Agustyati mengatakan, sebagian catatan perbaikan MK mesti dilakukan melalui revisi UU Pemilu, tetapi sebagian lain bisa dilakukan melalui perbaikan aturan teknis oleh KPU dan Bawaslu. Pengaturan mengenai kampanye mesti ditindaklanjuti melalui revisi UU Pemilu, sedangkan penguatan Bawaslu dan Sirekap juga bisa ditindaklanjuti melalui penguatan aturan teknis.
”Dalam jangka pendek, perbaikan aturan teknis bisa dilakukan agar problem yang muncul di Pilpres 2024 tidak terjadi di pilkada mendatang,” katanya.
”Dalam jangka pendek, perbaikan aturan teknis bisa dilakukan agar problem yang muncul di Pilpres 2024 tidak terjadi di pilkada mendatang. ”
Menurutnya, Bawaslu masih punya cukup waktu untuk memperbaiki prosedur standar operasi dalam menangani dugaan pelanggaran. KPU pun bisa memperkuat Sirekap agar masalah-masalah yang muncul saat pemilu tidak kembali terulang saat pilkada.
Di sisi lain, ia cukup optimistis pelanggaran mengenai bansos tidak akan terjadi masif selama pilkada. Sebab ketentuan di UU Pilkada mengatur kepala daerah untuk tidak membuat kebijakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu kontestan. Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kementerian Dalam Negeri juga sudah membuat imbauan agar pemda tidak menggelontorkan bansos menjelang pilkada.
Pembenahan KPU
Secara terpisah, Ketua Departemen Hukum Tata Negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar menilai banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pascaputusan sengketa/perselisihan hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden 2024 di Mahkamah Konstitusi. Perbaikan tersebut mencakup pembenahan di institusi KPU, Sirekap, dan juga perbaikan fungsi pengawasan Bawaslu.
Salah satu hal yang oleh Zainal dianggap penting dan diamini oleh para hakim MK adalah perbaikan pengawasan terhadap presiden terutama ketika gejala pelanggaran yang dilakukan oleh kepala pemerintahan itu besar.
“Kita termasuk negara yang tidak mengatur apa-apa kalau presiden mau mencalonkan lagi maupun presiden tidak bisa dicalonkan lagi tetapi kemudian akan masuk pemilu. Harusnya (aturan) presiden itu dikencangkan. Sayangnya kita tidak melakukan apa-apa di situ. Jadi, ada banyak pekerjaan rumah,” kata Zainal.
“Kita termasuk negara yang tidak mengatur apa-apa kalau presiden mau mencalonkan lagi, maupun presiden tidak bisa dicalonkan lagi tetapi kemudian akan masuk pemilu. Harusnya (aturan) presiden itu dikencangkan. Sayangnya kita tidak melakukan apa-apa di situ. Jadi, ada banyak pekerjaan rumah”
Mengenai hal ini, hakim konstitusi Arief Hidayat juga mengusulkan perlunya dibuat Undang-Undang Lembaga Kepresidenan yang memuat secara rinci dan detail uraian tugas pokok dan fungsi seorang presiden sebagai kepala negara dan presiden sebagai kepala pemerintahan.
Arief juga menyinggung waktu penyelesaian perkara yang hanya 14 hari kerja. Menurutnya, waktu penyelesaian PHPU Pilpres perlu ditambah terutama ketika mempertimbangkan ruang lingkup wilayah sengketa yang meliputi seluruh wilayah Indonesia. Perlu didapatkan waktu penyelesaian yang rasional dan proporsional dengan mengingat adanya waktu pemilihan presiden putaran kedua dan jadwal ketatanegaraan pada bulan Oktober.
Zainal juga menyinggung soal itu. Menurut dia, sejak awal pemilihan langsung presiden tahun 2024 hingga tahun 2024 belum pernah dilakukan perbaikan terhadap pola-pola penanganan sengketa pemilu termasuk di dalamnya ketentuan 14 hari kerja. Dalam kurun waktu itu, sebenarnya banyak yang bisa dilakukan untuk mengelaborasi tetapi proses pembuktian dipaksakan selesai dalam satu hari. Hal ini mengakibatkan banyak dalil yang disampaikan tidak bisa dibuktikan secara memadai dan tidak disertai saksi. Ia mengkritik proses pembuktian yang tidak cukup rapi.
“Saya setuju dengan sebagian yang disampaikan tadi soal betapa memang kita gagal atau belum mampu menghadirkan proses beracara yang memadai untuk menyelesaikan yang namanya penegakan hukum proses pemilu atau penegakan hukum untuk proses demokrasi”
“Saya setuju dengan sebagian yang disampaikan tadi soal betapa memang kita gagal atau belum mampu menghadirkan proses beracara yang memadai untuk menyelesaikan yang namanya penegakan hukum proses pemilu atau penegakan hukum untuk proses demokrasi,” kata dia.
Pengawasan
“Oleh karena itu perlu kiranya pembentuk undang-undang melakukan reformasi desaian pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu sehingga dapat secara efektif melakukan fungsi pengaweasannya, khususnya terhadap pelanggaran yang dilakukan aparat pemerintahan dan aparat negara yang memiliki power”
Selain itu, Arief Hidayat mempertanyakan fungsi pengawasan yang dilakukan oleh Badan Pengawas Pemilu yang terkesan hanya bersifat formalitas dan prosedural. Pengawasan yang dimaksud khususnya terkait dengan dugaan ketidaknetralan aparat pemerintahan yang oleh Bawaslu banyak dinyatakan tidak memenuhi syarat baik secara materiil ataupun formil-materiil.
Baca juga: Mengenal Tiga Jenis Amar Putusan MK dalam Sengketa Pilpres 2024
Padahal, menurut Arief, banyak ditemukan penyimpangan ketidaknetrakan para pejabat kepala daerah maupun aparat desa di berbagai media khususnya media online. Bawaslu sepatutnya tidak boleh hanya sekadar bersandar pada laporan masyarakat, namun secara aktif melakukan temuan pelanggaran yang dilakukan para pejabat kepala daerah dan aparat pemerintah lainnya.
“Oleh karena itu perlu kiranya pembentuk undang-undang melakukan reformasi desaian pengawasan yang dilakukan oleh Bawaslu sehingga dapat secara efektif melakukan fungsi pengaweasannya, khususnya terhadap pelanggaran yang dilakukan aparat pemerintahan dan aparat negara yang memiliki power,” ujar Arief saat membacakan pendapat berbedanya.
Mengenai Sirekap, Arief menganggap penting untuk terus dikembangkan. Selain itu, ia memberi catatan perlunya akuntabilitas dan transparansi mekanisme penggunaan Sirekap kepada publik. Dalam pandangannya, Sirekap merupakan salah satu instrumen dan terobosan penting melalui perangkat media informasi teknologi untuk melakukan rekapitulasi hasil pemungutan suara dalam Pemilu 2024. Sirekap menjadi alat bantu yang bersifat sebagai pelengkap dalam mengetahui hasil perolehan suara di laman KPU sehingga masyarakat dapat mengetahui progres perkembangan perolehan suara masing-masing calon.