Korpri: Pemindahan ASN ke IKN Harus Lebih Realistis
Berbagai tunjangan bagi ASN yang dipindah ke IKN terus dibahas. Hal itu akan dibahas dalam rapat terbatas Presiden.
Oleh
NIKOLAUS HARBOWO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah terus membahas berbagai tunjangan bagi aparatur sipil negara atau ASN yang nantinya akan dipindahkan ke Ibu Kota Nusantara pada September 2024. Namun, bagi Korps Pegawai Republik Indonesia atau Korpri, tunjangan tidaklah cukup, patut dipastikan pula kesiapan sarana-prasarana sekitar. Pemerintah diminta lebih realistis dalam proses pemindahan ASN ini sehingga ASN bisa tetap bekerja maksimal dan tidak terkena tekanan mental.
Sekretaris Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB) Rini Widyantini saat dihubungi di Jakarta, Kamis (18/4/2024), mengatakan, rincian tunjangan pionir bagi ASN yang pindah ke Ibu Kota Nusantara (IKN) belum diputuskan. Semua itu masih akan dibahas bersama sejumlah menteri dan Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas (ratas) kabinet.
”Hal tersebut masih akan dibahas dalam ratas kabinet,” ujar Rini.
Begitu pula rancangan peraturan pemerintah (RPP) yang mengatur gaji dan tunjangan bagi para ASN tersebut masih terus digodok. Rini enggan mengungkapkan kapan kira-kira RPP itu rampung. ”Kalau RPP gaji ASN sedang dalam proses pembahasan,” ucapnya.
Kalau RPP gaji ASN sedang dalam proses pembahasan.
Sebelumnya, Menpan dan RB Abdullah Azwar Anas menyampaikan bahwa mereka yang pindah ke IKN pada tahap awal akan memperoleh tunjangan pionir selain juga sebuah apartemen. Sejumlah komponen biaya khusus dalam tunjangan pioner yang dibahas antara Anas dan Menteri Keuangan Sri Mulyani, meliputi transportasi, pengepakan barang, hingga tunjangan suami dan istri.
Mereka yang pindah ke IKN pada tahap awal, akan memperoleh tunjangan pionir selain juga sebuah apartemen.
Sebanyak 11.916 ASN dari 38 kementerian/lembaga masuk dalam prioritas pertama untuk dipindahkan ke IKN. Pemindahan aparatur, yang semula direncanakan Juli mendatang, mundur ke bulan September karena rencana upacara peringatan hari kemerdekaan ke-79 RI, di ibu kota baru itu, pada Agustus.
Jangan dipaksakan
Secara terpisah, anggota Dewan Pakar Korpri, Siti Zuhro, mengatakan, sejak awal, pemindahan ASN ke IKN ini sudah memunculkan resistansi. Bahkan, dalam suatu pembahasan RUU Daerah Khusus Jakarta, pertengahan Maret lalu, sejumlah anggota DPR juga mengungkapkan keengganannya untuk pindah karena ibu kota baru tersebut terbilang belum siap untuk disinggahi.
”Jadi, ASN pun ada perasaan yang tidak pasti, bagaimana prospek ketika dipindah. Ada rasa tidak pasti, ini aku akan tinggal di tengah hutan, bagaimana nanti tinggal di sana, katakanlah lingkungan baru, yang bisa dibilang baru akan dihuni manusia. Lah, ini ada rasa waswas yang luar biasa,” ujar Siti.
Tak serta-merta menjamin
Ia menyadari, berbagai iming-iming yang sudah disiapkan pemerintah berupa tunjangan-tunjangan cukup menarik minat bagi ASN untuk pindah ke IKN. Namun, itu juga tidak serta-merta menjamin masa depan mereka di ibu kota baru tersebut. Banyak hal yang perlu mereka pikirkan, terutama bagi mereka yang sudah berkeluarga, seperti kebutuhan sekolah untuk anak dan karier pasangannya yang bukan ASN.
Sebesar-besarnya tunjangan ASN, kan, paling nambah Rp 300.000-Rp 400.000. Jadi, kalau menurut saya, ASN tentu juga berhitung.
”Jadi, memang perpindahan ini akan menghadapi berbagai masalah, khususnya masalah kenyamanan untuk masa depan hidup. Sebesar-besarnya tunjangan ASN, kan, paling nambah Rp 300.000-Rp 400.000 . Jadi, kalau menurut saya, ASN tentu juga berhitung. Kalau mereka dipaksakan juga atas nama instruksi, kan, mereka kena mental juga karena mereka tidak siap, apalagi yang sudah berkeluarga,” tutur Siti.
Lagi pula, jika dipaksakan semua ASN pindah, mereka akan merasa tidak nyaman. Lebih jauh, ini diyakini akan berdampak pada penurunan kualitas pelayanan publik. ”ASN itu abdi negara, abdi masyarakat. Tetapi, bagaimana mereka bisa mengabdikan diri, sementara dirinya sendiri risau. Itu pasti ASN-nya kena mental. Nah, bagaimana orang yang secara psikis tidak happy, bisa memberikan pelayanan? Pasti tidak maksimal,” tuturnya.
Untuk itu, menurut Siti, pemindahan ASN ini bisa bertahap dan tidak terlalu ambisius langsung memindahkan semua ASN. Lagi pula, pembangunan IKN juga belum selesai. Alangkah lebih baik, lanjutnya, pembangunan infrastruktur dipastikan diselesaikanlah terlebih dahulu, seperti sekolah, rumah sakit, dan sarana-prasarana pendukung lainnya. Kemudian, semua itu disimulasikan terlebih dahulu. Dengan begitu, ketika semua ASN pindah ke IKN, tidak ada kendala apa pun.
”Jadi, jadikanlah lebih realistis. Satu ketetapan itu dilakukan dengan langkah yang betul-betul pasti dan terukur sehingga memberikan dampak-dampak yang jauh lebih positif. Bukan asal pindah untuk capai target, obsesi semata. Tidak seperti itu juga. Ini, kan, atas nama ibu kota negara, bukan ibu kota RT. Jadi, tidak boleh terburu nafsu seperti itu. Jangan sampai justru terjadi trial and error (metode coba-coba), uji coba yang justru menurunkan semangat, dalam arti ceritanya tidak bagus,” ungkap Siti.