Lebih dari 50 Persen Indikator Kinerja Prioritas Nasional Pemerintah Tak Tercapai
Sejumlah indikator yang tidak tercapai berkaitan dengan bantuan sosial, pertumbuhan ekspor, dan pelayanan publik.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Hasil reviu kinerja pemerintah pada 2023 menunjukkan 50,62 persen atau 41 dari 81 indikator kinerjaprioritas nasional tidak tercapai. Hal ini dinilai bertentangan dengan efektivitas rincian hasil prioritas nasional tahun 2022 yang dikategorikan baik. Ketidaksesuaian data diharapkan bisa diperbaiki pada periode berikutnya.
Hal itu terungkap dalam Laporan Kinerja Pemerintah Pusat (LKjPP) yang direviu Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Laporan itu sudah diterima Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB) di kantor Kemenpan dan RB, Jakarta, Rabu (27/3/2024).
Merujuk pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2023, terdapat tujuh agenda prioritas nasional dengan 29 sasaran dan 81 indikator kinerja. Namun, hanya 34 indikator yang tercapai melebihi target dan 6 indikator tercapai. Sementara sisanya, 17 indikator tidak tercapai karena di bawah 90 persen, 23 indikator tidak tercapai tetapi masih di atas 90 persen, dan 1 indikator tidak dikerjakan.
Secara spesifik, indikator itu berlaku untuk tujuh prioritas nasional, yakni memperkuat ketahanan ekonomi untuk pertumbuhan yang berkualitas dan berkeadilan (9 dari 15 indikator tidak tercapai); mengembangkan wilayah untuk mengurangi kesenjangan dan menjamin pemerataan (5 dari 6 indikator tidak tercapai); serta meningkatkan sumber daya manusia berkualitas dan berdaya saing (13 dari 27 indikator tidak tercapai, 1 tidak dapat disimpulkan).
Selain itu, revolusi mental dan pembangunan kebudayaan (5 dari 8 indikator tidak tercapai); memperkuat infrastruktur untuk mendukung pengembangan ekonomi dan pelayanan dasar (8 dari 14 indikator tidak tercapai); membangun lingkungan hidup, meningkatkan ketahanan bencana, dan perubahan iklim (1 dari 5 indikator tidak tercapai); memperkuat stabilitas politik, hukum, pertahanan, dan keamanan, serta transformasi pelayanan publik (tercapai semua).
Sejumlah indikator kinerja prioritas nasional yang tidak tercapai di antaranya berkaitan dengan proporsi rumah tangga miskin dan rentan yang memperoleh bantuan sosial pemerintah (89 persen); pertumbuhan investasi (73,13 persen); pertumbuhan ekspor industri pengolahan (0 persen); dan indeks pelayanan publik nasional (96,92 persen).
Menurut Deputi Bidang Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur, dan Pengawasan Kemenpan dan RB Erwan Agus Purwanto, penyusunan LKjPP 2023 belum menggunakan pendekatan pohon kinerja (performance cascading) untuk memetakan penanggung jawab sasaran dan indikator. Ini menjadi faktor kuat tidak tercapainya 41 dari 80 indikator kinerja prioritas nasional.
”Karena perlu ada kejelasan peran dan tanggung jawab instansi pemerintah dalam mengawal ketercapaian terkait indikator kinerja yang ditetapkan untuk mengukur keberhasilan prioritas nasional. Selain itu, tidak semua kementerian/lembaga menyajikan capaian kinerja terutama soal prioritas nasional, ini mempersulit analisis penyebab ketidaktercapaian indikator,” ujarnya.
Karena perlu ada kejelasan peran dan tanggung jawab instansi pemerintah dalam mengawal ketercapaian terkait indikator kinerja yang ditetapkan untuk mengukur keberhasilan prioritas nasional. Selain itu, tidak semua kementerian/lembaga menyajikan capaian kinerja terutama soal prioritas nasional, ini mempersulit analisis penyebab ketidaktercapaian indikator.
Meskipun begitu, Erwan mengapresiasi LKjPP 2023 yang mampu mengidentifikasi capaian kinerja seluruh sasaran di setiap prioritas nasional. Seluruh kementerian/lembaga, baik yang menjadi bagian anggaran maupun tidak, juga telah menyampaikan laporan kinerjanya.
Langkah strategis ke depan adalah memastikan sasaran dan indikator prioritas nasional dalam RKP sudah dilengkapi penetapan kementerian/lembaga yang berperan sebagai penanggung jawab atau pendukung. Kemudian, meningkatkan kualitas akuntabilitas kinerja sebagai bentuk pertanggungjawaban lewat Sistem Akuntabilitas Kinerja Pemerintah (SAKP).
Menpan dan RB Abdullah Azwar Anas menjelaskan, SAKP akan menggantikan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). Dengan demikian, kinerja instansi dengan indikator kinerja prioritas nasional bisa sejalan.
”Ini (perbandingan data) ketidakselarasan capaian RO (rincian output) kementerian/lembaga dan capaian prioritas nasional. Sebanyak 79 kementerian/lembaga, 96,34 persen memiliki efektivitas RO dalam mendukung prioritas nasional 2022 dengan kategori baik. Tapi, 41 dari 81 indikator tidak tercapai, 1 indikator tidak dapat disimpulkan,” ungkapnya.
Perbedaan data tersebut, kata Anas, perlu dicari jembatan penghubung. SAKP yang bakal dirancang bisa menjadi rekomendasi kepada presiden terpilih untuk mendorong akselerasi kinerja kementerian/lembaga dengan agenda prioritas nasional.
Kinerja dan anggaran
Mudah-mudahan dengan dasar (hasil reviu) itu, Menpan dan RB bisa mengoreksi perbaikan terkait kinerja. Ini penting sekali karena berkaitan dengan penganggaran. Indikasi ini nanti terlihat efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran.
Sementara itu, Kepala BPKP M Yusuf Ateh selaku lembaga yang mereviu menyampaikan, berbagai masalah yang telah diidentifikasi sudah diberikan ke Kemenpan dan RB untuk ditindaklanjuti ke Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) untuk digabung dengan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) oleh Kementerian Keuangan.
”Mudah-mudahan dengan dasar (hasil reviu) itu, Menpan dan RB bisa mengoreksi perbaikan terkait kinerja. Ini penting sekali karena berkaitan dengan penganggaran. Indikasi ini nanti terlihat efektivitas dan efisiensi penggunaan anggaran,” jelasnya.
Yusuf menyinggung hasil evaluasi yang baru dilakukan BPKP, ada sekitar Rp 200 triliun yang dianggap sebagai pemborosan di lima sektor, seperti kemiskinan, usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), pariwisata, dan penanganan tengkes (stunting). Namun, hal tersebut tidak berkaitan dengan LKjPP 2023 yang diberikan ke Kemenpan dan RB.