Jabatan Sipil yang Bisa Diisi TNI Masih Dibahas, Menpan dan RB: Tetap Terbatas
Panglima TNI menyebut jabatan sipil yang bisa ditempati prajurit aktif akan dibahas lebih lanjut dengan pemerintah.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mengatakan, terkait Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Manajemen Aparatur Sipil Negara masih akan dibahas lebih lanjut bersama dengan pemerintah. Ia menyampaikan, dalam setiap permasalahan bangsa pasti ada TNI yang membantu masyarakat.
Seperti diberitakan sebelumnya, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi tengah menggodok Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Manajemen ASN sebagai aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN. Aturan itu mengatur soal jabatan sipil yang bisa ditempati anggota TNI/Polri dan sebaliknya.
Saat ditanya apakah TNI masih mengikuti aturan lama, yaitu UU No 34/2004 tentang TNI untuk penempatan jabatan sipil, Agus mengatakan, banyak permasalahan yang sekarang melibatkan personel TNI, misalnya untuk mengatasi masalah ketahanan pangan, masalah tengkes atau stunting, dan kebencanaan. Dalam penanganan masalah hajat hidup orang banyak itu, TNI selalu diperbantukan kepada masyarakat.
Bahkan, saat pemilu kemarin, untuk mengirimkan logistik pemilu ke wilayah-wilayah terpencil pun TNI membantu walaupun tidak ada nota kesepahaman dengan Komisi Pemilihan Umum. Dalam pelaksanaan kepentingan negara dan masyarakat, KPU tetap meminta bantuan kepada TNI.
Banyak permasalahan yang sekarang melibatkan personel TNI, misalnya untuk mengatasi masalah ketahanan pangan, masalah tengkes atau stunting, dan kebencanaan. Dalam penanganan masalah hajat hidup orang banyak itu, TNI selalu diperbantukan kepada masyarakat.
”Dari berbagai masalah itu apakah perlu TNI ada di kementerian dan lembaga, tujuannya kan untuk membantu masyarakat,” kata Agus saat ditemui usai rapat di Kemenko Polhukam, Jumat (15/3/2024).
Dalam Pasal 47 Ayat 2 UU TNI disebutkan, prajurit aktif TNI bisa menduduki jabatan di sepuluh kementerian dan lembaga. Di usulan revisi UU TNI, prajurit aktif TNI bisa duduk di 18 kementerian lembaga, ditambah kementerian lain yang membutuhkan.
Saat ditanya soal aturan di pasal tersebut, Agus hanya menjawab bahwa hal itu akan dibahas lebih lanjut bersama dengan pemerintah yang menyusun RPP.
Tetap terbatas
Sebelumnya, Menpan dan RB Abdullah Azwar Anas memastikan jabatan sipil yang bakal ditempati anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia tetap terbatas. Pada saat bersamaan, aturan bagi ASN menempati jabatan di TNI dan Polri masih dibahas mendalam.
Terkait dengan TNI/Polri masih selaras dengan PP No 11/2017, di mana TNI ada batasan untuk menempati posisi di ASN. Begitu pula Polri. Cuma, yang sekarang (dibahas) adalah ASN yang boleh menempati posisi di TNI-Polri, itu yang tak diatur sebelumnya.
Azwar Anas seusai rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (13/3/2024), menjelaskan, RPP Manajemen ASN bakal selaras dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Hal ini dalam aspek pengaturan jabatan sipil untuk ditempati anggota TNI-Polri. Adapun jabatan TNI-Polri yang bisa diisi ASN masih perlu dibahas.
”Terkait dengan TNI/Polri masih selaras dengan PP No 11/2017, di mana TNI ada batasan untuk menempati posisi di ASN. Begitu pula Polri. Cuma, yang sekarang (dibahas) adalah ASN yang boleh menempati posisi di TNI-Polri, itu yang tak diatur sebelumnya,” kata Azwar Anas (Kompas, 14/3/2024).
Kontradiksi hukum
Dihubungi terpisah, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Dimas Bagus Arya Saputra berpandangan, RPP yang sedang disusun pemerintah justru akan menimbulkan kontradiksi hukum dan penerapan hukum karena UU TNI dan Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri belum diubah.
Bagi anggota TNI, mereka bisa menjabat di 10 kementerian dan lembaga tetapi harus mengundurkan diri terlebih dahulu sebagai prajurit TNI aktif untuk menghindari konflik kepentingan.
RPP yang sedang disusun pemerintah justru akan menimbulkan kontradiksi hukum dan penerapan hukum karena UU TNI dan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri belum diubah.
Adapun bagi anggota Polri yang ingin menempati jabatan sipil juga aturannya sama, mereka harus mengundurkan diri terlebih dahulu. Jika RPP disusun tanpa harmonisasi antar-perundang-undangan, terutama yang mengatur sektor pertahanan dan keamanan, hal itu akan menimbulkan ketidakpastian hukum.
Sebab, UU ASN yang baru memperbolehkan TNI/Polri duduk di jabatan sipil, sementara UU TNI dan UU Polri melarangnya. Prajurit TNI aktif dan anggota Polri aktif tetap harus mundur dari jabatannya agar tidak berkonflik kepentingan.
”Ini yang kemudian ke depan berpotensi merusak proses penerjemahan aturan terkait dengan implementasi untuk skema TNI yang ada di UU ASN tersebut,” kata Dimas.