Jabatan Sipil untuk TNI/Polri Terbatas, Posisi Sebaliknya Masih Dibahas
Jabatan sipil untuk TNI/Polri tetap terbatas. Adapun aturan bagi ASN menempati jabatan TNI/Polri masih dibahas.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Abdullah Azwar Anas memastikan jabatan sipil yang bakal ditempati anggota Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia atau TNI/Polri tetap terbatas. Pada saat bersamaan, aturan bagi aparatur sipil negara menempati jabatan di TNI dan Polri masih dibahas mendalam.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB) tengah menggodok rancangan peraturan pemerintah (RPP) sebagai aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). RPP tersebut bakal mencakup asas resiprokal untuk manajemen ASN, yakni jabatan sipil bisa ditempati anggota TNI dan Polri serta sebaliknya.
Azwar Anas, seusai rapat dengar pendapat dengan Komisi II DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (13/3/2024), menjelaskan, RPP mendatang bakal selaras dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil. Hal ini dalam aspek pengaturan jabatan sipil untuk ditempati anggota TNI/Polri. Sementara itu, jabatan TNI/Polri yang bisa ditempati ASN masih perlu dibahas.
”Terkait dengan TNI/Polri masih selaras dengan PP No 11/2017, di mana TNI ada batasan untuk menempati posisi di ASN. Begitu pula dengan Polri. Cuma, yang sekarang (dibahas) adalah ASN yang boleh menempati posisi di TNI/Polri, itu yang tak diatur sebelumnya,” kata Azwar Anas.
RPP yang kembali membolehkan anggota TNI/Polri duduk di jabatan sipil sempat menimbulkan polemik dan penolakan dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat (LSM). Mereka berpandangan kondisi itu mirip dengan kebangkitan dwifungsi Angkatan Bersenjata RI (kini TNI) pada masa Orde Baru.
Meskipun begitu, Azwar Anas menjelaskan, jabatan sipil yang diduduki TNI/Polri tetap mengacu pada UU No 20/2004 tentang TNI dan UU No 2/2002 tentang Polri sehingga tidak ada yang berubah.
Pasal 47 UU TNI, misalnya, prajurit aktif diperbolehkan menempati menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Badan Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung. Walakin, penempatannya harus berdasarkan permintaan pimpinan departemen dan lembaga pemerintah terkait.
Terkait dengan TNI/Polri masih selaras dengan PP No 11/2017, di mana TNI ada batasan untuk menempati posisi di ASN. Begitu pula dengan Polri. Cuma, yang sekarang (dibahas) adalah ASN yang boleh menempati posisi di TNI/Polri, itu yang tak diatur sebelumnya.
”Jadi, TNI sudah jelas ada di 10 tempat ya. Di Polri itu di instansi tertentu untuk jabatan tertentu. Ada macam-macam, ya. Di UU TNI, kan, udah jelas, di atur,” tegas Azwar Anas.
Dalam prosesnya, anggota TNI/Polri yang bakal menempati jabatan sipil akan diseleksi oleh tim profesi ahli (TPA). Jabatan yang diperbolehkan hanya di tingkat pusat dan setara dengan eselon I. Setiap personel juga bakal disesuaikan dengan kualifikasi yang dibutuhkan.
Azwar Anas mencontohkan Komisaris Jenderal Tomsi Tohir dari Polri yang menempati posisi Inspektur Jenderal Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Prosesnya diawali dengan surat membutuhkan personel tertentu untuk jabatan tertentu dari Kemendagri kepada Kemenpan dan RB. Surat tersebut dilanjutkan kepada Menteri Sekretaris Negara. Terakhir, proses seleksi dilakukan oleh TPA hingga tingkat akhir bersama Presiden.
Saat rapat dengar pendapat, Wakil Ketua Komisi II dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Junimart Girsang mempertanyakan RPP turunan yang tengah dibahas. Pasalnya, hal itu sudah memicu kegaduhan publik lewat potensi kebangkitan dwifungsi ABRI.
”TNI/Polri yang boleh mengisi jabatan ASN, apakah ini termasuk penjabat kepala daerah? Tolong dijelaskan. Ini bisa mengarah pada membangkitkan dwifungsi ABRI,” ucap Junimart.
Anggota Komisi II DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Mardani Ali Sera, mengingatkan, jangan ada lagi intervensi dari anggota TNI/Polri ke ranah sipil karena mereka sudah memiliki tugas pokok dan fungsi masing-masing. Lebih baik, TNI/Polri tetap fokus pada amanat reformasi, yakni untuk tetap menjaga pertahanan dan keamanan.
Mardani menuturkan arti penting penjagaan agar tidak banyak perpindahan dari TNI/Polri ke jabatan sipil. ”Di UU ASN sudah ada. Tinggal kita jaga agar tidak banyak yang pindah dari TNI/Polri ke jabatan sipil. Karena hampir tidak ada dari ASN yang pindah ke TNI/Polri karena ruang lingkup mereka, kan, sangat sedikit, lebih rigid,” kata Mardani.
Sementara itu, Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Nugraha Gumilar menerangkan, jabatan sipil yang bisa diisi oleh TNI dan sebaliknya sudah tertuang dalam UU ASN, yang sudah disahkan DPR tahun lalu.
Meski begitu, jabatan dalam tubuh TNI yang bisa ditempati ASN masih menunggu aturan turunan dari UU ASN. ”Sampai dengan saat ini, untuk PP penjabaran UU ASN belum terbit,” kata Nugraha.