Perekrutan dan Jabatan ASN Lebih Fleksibel, TNI/Polri Akan Lebih Ketat
Rekrutmen dan jabatan ASN bakal lebih fleksibel. Pada 2024, pemerintah bakal buka tiga siklus rekrutmen.
Oleh
WILLY MEDI CHRISTIAN NABABAN
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menargetkan aturan turunan soal manajemen aparatur sipil negara atau ASN rampung akhir April 2024. Aturan tersebut bakal mempertimbangkan tata perekrutan dan jabatan ASN yang lebih fleksibel. Pada saat bersamaan, polisi dan anggota TNI yang menduduki jabatan ASN juga akan diseleksi lebih ketat lagi jika akan menempati posisi ASN.
Hal itu mengemuka dalam pembahasan rancangan peraturan pemerintah (RPP) itu berlangsung secara daring, Senin (11/3/2024), di Jakarta. Total ada 22 bab yang dibahas dan terdiri dari 305 pasal yang terkandung dalam RPP soal manajemen ASN. Adapun RPP itu merupakan aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN.
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan dan RB) Abdullah Azwar Anas, mengatakan, substansi yang dibahas di antaranya pengembangan kompetensi, perencanaan kebutuhan, pengadaan, digitalisasi, hingga hak dan kewajiban ASN. RPP manajemen ASN mendatang harus bersifat transformatif dan implementatif saat diterapkan.
”Ada beberapa transformasi mendasar yang diatur secara detail dalam RPP ini. Pertama penataan perekrutan dan jabatan ASN yang lebih fleksibel,” ujarnya seperti dikutip dari keterangan tertulis, Selasa (12/3).
”Ada beberapa transformasi mendasar yang diatur secara detail dalam RPP ini. Pertama penataan perekrutan dan jabatan ASN yang lebih fleksibel. ”
Seluruh aspek dalam substansi RPP diklaim sudah 100 persen terpenuhi. Pemerintah melalui Kemenpan dan RB menargetkan aturan bisa terbit dan ditetapkan pada 30 April 2024.
Rancangan penataan perekrutan dan jabatan ASN bakal menjawab kebutuhan organisasi yang lincah dan kolaboratif. Selama ini, kata Anas, perekrutan ASN bergantung pada ritual tahunan saja. Padahal, ada ASN yang pensiun, meninggal, dan mengundurkan diri.
Ada beberapa transformasi mendasar yang diatur secara detail dalam RPP ini. Pertama penataan perekrutan dan jabatan ASN yang lebih fleksibel.
Dengan demikian, pemerintah terpaksa merekrut non-ASN atau tenaga honorer yang menimbulkan masalah di masa mendatang. Hal itu bakal diubah lewat RPP. Pada 2024, pemerintah telah menetapkan tiga kali siklus perekrutan ASN.
Selain itu, mobilisasi atau perpindahan ASN dipermudah guna memenuhi kebutuhan pegawai di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Sebab, talenta terbaik ASN masih terpusat di kota-kota besar, sedangkan daerah lain kekurangan.
”Pengaturan mobilisasi talenta bisa dijalankan baik dalam, antarinstansi, ataupun di luar instansi untuk menutup kesenjangan talenta. Kami akan atur insentif khusus bagi mereka yang bekerja di 3T, termasuk kecepatan kenaikan pangkat,” jelas Anas.
Lebih jauh, pengembangan kompetensi ASN tak lagi menggunakan metode tradisional seperti penataran, melainkan memakai pola magang dan pelatihan langsung. Semuanya bakal berlangsung secara terintegrasi agar sejalan dengan tujuan organisasi.
Personel TNI dan Polri
Aturan baru soal manajemen ASN juga membahas jabatan sipil yang bisa diisi oleh anggota TNI dan Polri, serta sebaliknya. Menurut Anas, penerimaan aparat berseragam loreng dan coklat itu bakal diseleksi secara ketat serta menyesuaikan kebutuhan instansi.
”Tentu aturan ini bersifat resiprokal dan akan diseleksi secara ketat, serta disesuaikan dengan kebutuhan instansi yang bersangkutan dengan mekanisme manajemen talenta. Kami akan mendapatkan talenta terbaik dari TNI/Polri dan mereka pun dapatkan ASN terbaik,” ungkap mantan Bupati Banyuwangi 2016-2021 itu.
Sementara itu, Ketua Badan Pengurus Centra Initiative, Al Araf, berpandangan, tidak ada masalah khusus dan urgen dalam aturan turunan UU ASN. Namun, penempatan anggota TNI/Polri dalam jabatan sipil merupakan pengkhianatan terhadap reformasi. Hal itu juga sama dengan prinsip dwi fungsi Angkatan Bersenjata RI (ABRI) pada masa orde baru.
”Jadi, seleksi ketat itu tidak berpengaruh. Memberi peluang TNI/Polri aktif dalam UU ASN sudah salah dan mengkhianati reformasi. Aturan turunannya otomatis juga bermasalah,” tegasnya.
Bagi Araf, TNI/Polri seharusnya menempati posisi dalam bidang pertahanan dan keamanan sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi. TNI adalah alat pertahanan negara yang bertugas untuk menghadapi ancaman perang. Sementara Polri bertugas menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat serta penegakan hukum.
Dengan demikian, penempatan TNI/Polri menyalahi jati diri dan kompetensi mereka. Kondisi tersebut juga membuat suasana yang tidak baik dalam birokrasi sipil. ”Sistem promosi dan reward di pegawai sipil akan terganggu karena mereka bisa kalah oleh anggota TNI/Polri yang masuk di jabatan sipil. Juga, ada konflik ASN dan anggota TNI/Polri yang duduk di jabatan sipil,” tambahnya.