Datangi Setneg, Kontras Pertanyakan Presiden soal Pengangkatan Jenderal (Hor) Prabowo
Pemberian pangkat Jenderal Kehormatan untuk Prabowo Subianto dipertanyakan Kontras yang datang langsung ke Setneg.
Oleh
NINA SUSILO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan atau Kontras mendatangi kantor Sekretariat Negara yang berada di sisi barat kompeks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (4/3/2024). Mereka mempertanyakan alasan Presiden Joko Widodo memberikan pangkat Jenderal Kehormatan kepada Prabowo Subianto. Melalui surat kepada Presiden Jokowi dan pernyataan yang disampaikan ke pers, Presiden Jokowi dan Menteri Sekretariat Negara Pratikno saat itu tidak ada karena baru Senin pagi terbang ke Australia menghadiri KTT ASEAN-Australia.
Kontras menilai pemberian pangkat kehormatan kepada Prabowo yang telah diberhentikan secara militer itu melanggar aturan perundang-undangan. Dalam suratnya, Kontras pun mengirimkan surat permohonan informasi terkait pemberian pangkat Prabowo. Surat disampaikan melalui Pejabat Pengelola Informasi Publik Kementerian Sekretariat Negara di Lantai Dasar Gedung 1 Setneg, Senin sore.
”Dari surat yang kami ajukan, kami mempertanyakan sejumlah hal. Pertama, berkaitan dengan dokumen keputusan presiden terkait pengangkatan Prabowo Subianto dan yang kedua adalah alasan-alasan diberikannya pangkat kehormatan tersebut,” kata Wakil Koordinator Bidang Eksternal Kontras Andi Muhammad Rezaldi dalam keterangan pers seusai mengirimkan surat bersama Kepala Divisi Pemantauan Impunitas Kontras Jane Rosalina serta dua aktivis lain, Virdinda dan Desta. Konferensi pers Kontras digelar di sisi timur Gedung 1 Setneg.
Merujuk Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa, dan Tanda Kehormatan, pemberian satu tanda jasa, gelar, ataupun tanda kehormatan harus memperhatikan asas transparansi dalam pertimbangan atau penyusunan yang dilakukan.
Selain itu, Kontras juga mempertanyakan pemberian pangkat Jenderal Kehormatan dari aspek kemanusiaan yang semestinya juga mendasari pemberian gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan tersebut. Andi juga menilai ada muatan politis dalam pemberian pangkat Jenderal Kehormatan tersebut.
”Dari surat yang kami ajukan, kami mempertanyakan sejumlah hal. Pertama, berkaitan dengan dokumen keputusan presiden terkait pengangkatan kehormatan Prabowo Subianto dan yang kedua adalah alasan-alasan diberikannya pangkat kehormatan tersebut. ”
”Bagaimana bisa misalnya Prabowo Subianto orang yang diberhentikan dari dinas militer dan sebagai orang yang bertanggung jawab dalam kasus penculikan aktivis 97/98 diberikan gelar kehormatan,” katanya.
Lukai keluarga korban penculikan
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo memberikan pangkat Jenderal Kehormatan kepada Prabowo Subianto di sela rapat pimpinan TNI di Markas Besar TNI Cilangkap, Jakarta, Rabu (28/2/2024). Seusai acara, Presiden menyebut pemberian pangkat kehormatan ini bukan transaksi politik karena diberikan setelah Pemilu 2024 usai. Selain itu, Presiden juga menyebut usulan penganugerahan pangkat Jenderal Kehormatan berasal dari Panglima TNI. Prabowo sendiri dinilai layak karena pernah mendapatkan Bintang Yudha Dharma Utama.
Kendati demikian, menurut Andi, penganugerahan pangkat tersebut melukai hati keluarga korban penculikan aktivis 97/98. Sampai saat ini, tak ada penyelidikan dan pengadilan yang memberikan rasa keadilan bagi keluarga korban. Malah Dewan Perwira Militer kenyataannya memberhentikan Prabowo dari karier militernya karena kasus-kasus penculikan tersebut.
”Penganugerahan pangkat tersebut melukai hati keluarga korban penculikan aktivis 97/98. Sampai saat ini, tak ada penyelidikan dan pengadilan yang memberikan rasa keadilan bagi keluarga korban. Malah Dewan Perwira Militer kenyataannya memberhentikan Prabowo dari karier militernya karena kasus-kasus penculikan tersebut.”
Dengan rekam jejak tersebut diduga ada pelanggaran aturan perundangan yang dilakukan. Namun, untuk memastikan hal tersebut, Kontras meminta informasi alasan tindakan Presiden sesuai Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Jane menambahkan, mengingat perlu ada transparansi dalam pemberian tanda pangkat, gelar, dan tanda jasa, alasan penganugerahannya pun menjadi informasi publik. Kontras pun sudah memiliki pengalaman serupa saat mengajukan informasi terkait pemberian bintang jasa utama kepada seorang terduga pelaku kejahatan kemanusiaan di Timor Leste, Eurico Guterres, pada 2021.
Kendati awalnya Kemensetneg menolak memberikan informasi dengan dalih informasi tersebut dikecualikan, setelah diajukan sengketa informasi, baik Majelis Komisioner Komisi Informasi Pusat maupun Majelis Halim Tata Usaha Negara, menyatakan informasi ini termasuk sebagai informasi terbuka. Karena itu, kata Jane, kita sebagai warga negara berhak menilai dan mempelajari apa yang menjadi dasar dan alasan Presiden Jokowi memberikan pangkat kehormatan tersebut. Kementerian Sekretariat Negara pun memiliki waktu 10 hari untuk menanggapi surat Kontras tersebut.
Koordinator Staf Khusus Presiden Anak Agung Gde Ngurah Ari Dwipayana tak menanggapi saat dikonfirmasi melalui pesan tertulis. Pesan pada aplikasi Whatsapp hanya menunjukkan pesan terkirim.