Nawawi Pomolango: Konflik Kepentingan Harus Betul-betul Diatur
Konflik kepentingan itu sebelum terbaca orang lain seharusnya sudah ada di dalam diri kita.
Oleh
IQBAL BASYARI, ANTONY LEE
·5 menit baca
Komisi Pemberantasan Korupsi beberapa waktu lalu sudah mengundang tiga pasangan calon presiden dan calon wakil presiden dalam program Penguatan Antikorupsi untuk Penyelenggara Negara Berintegritas atau Paku Integritas. Saat itu, KPK memaparkan delapan hambatan dalam pemberantasan korupsi, di antaranya kepemimpinan KPK, sinergi dan kerja sama antar-instansi, penguatan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN), serta pembentukan sejumlah regulasi, seperti perampasan aset, pemberantasan transaksi tunai, dan pengaturan konflik kepentingan.
Dalam wawancara khusus di Menara Kompas, Jakarta, kepada ketua sementara KPK Nawawi Pomolango, Kompas menanyakan apakah KPK puas atas respons dari ketiga capres-cawapres atas paparan hambatan itu. Nawawi menyampaikan, hal terpenting adalah mereka berkomitmen melaksanakan, paling tidak, delapan ruang yang oleh KPK disebut sebagai hambatan dalam pelaksanaan pemberantasan korupsi. Berikut petikan wawancaranya.
Kalau dilihat dari delapan hambatan yang disampaikan, apa yang paling urgen yang harus diselesaikan ketika capres-cawapres dilantik tanggal 20 Oktober 2024?
Ada pemahaman kita bersama bahwa presiden itu sebenarnya panglima pemberantasan korupsi. Arah pemberantasan korupsi akan banyak tergantung dari nantinya siapa yang akan menjadi presiden dari ketiga pasangan itu. Hampir semua yang kami sampaikan itu memang problem yang cukup mendasar dalam kaitan dengan upaya pemberantasan korupsi.
Kita tidak bisa mengatakan bahwa, misalnya, konflik kepentingan yang kita tempatkan di area paling terakhir senyatanya saat ini menjadi hal yang betul-betul harus diatur. Orang menyebut bahwa konflik kepentingan itu embrio dari tindak pidana korupsi itu sendiri. Jadi, hampir semua yang kami sebutkan itu betul-betul merupakan hal mendasar dari pemberantasan korupsi negeri ini.
Beberapa regulasi yang kita mintakan komitmen mereka, regulasi seperti Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset, ada ketentuan-ketentuan tentang penambahan kekayaan secara tidak wajar, perdagangan pengaruh, dan lain sebagainya.
UU Tindak Pidana Korupsi kita sebenarnya belum bisa mengakomodasi keseluruhan instrumen aturan-aturan dimaksud. Disampaikan dalam Konvensi Antikorupsi Perserikatan Bangsa-Bangsa, kita mengetahui instrumen-instrumen ketentuan pidana tadi, kan, belum terakomodasi dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Itu yang kita harapkan nantinya ada komitmen dari para calon pemimpin ini, kalau memang mereka terpilih, untuk akan lahir undang-undang yang kita butuhkan dalam kaitannya dengan pemberantasan korupsi.
Kita juga berharap kepada pemimpin-pemimpin agar tidak ada produk peraturan perundang-undangan yang tidak selaras dengan upaya pemberantasan korupsi. Persoalan mengenai koordinasi, supervisi, antar-aparat penegak hukum juga masih menjadi persoalan dalam upaya pemberantasan korupsi yang dilaksanakan oleh KPK.
Kenapa pengaturan konflik kepentingan menjadi sangat penting dalam konteks sekarang? Mekanisme pengaturannya seperti apa dan bagaimana mendefinisikan konflik kepentingan?
Ada pengaturan yang meskipun tidak begitu detail mengenai konflik kepentingan, di UU Administrasi Pemerintahan. Tetapi, itu dipandang seakan-akan hanya diberlakukan kepada aparat pemerintahan yang diasumsikan aparatur sipil negara (ASN) dan lain sebagainya. Seakan-akan bahwa penyelenggara negara tidak tunduk pada soal pengaturan konflik kepentingan itu dalam UU Administrasi Pemerintahan.
Kita punya pemikiran begini. KPK adalah lembaga negara yang diembankan tugas pencegahan korupsi. Diamanatkan di Pasal 6 Huruf a Undang-Undang 19 Tahun 2019 tentang KPK bahwa tugas dari KPK adalah melakukan kegiatan usaha-usaha untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi. Itu diimplementasikan dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 19/2019, upaya pencegahan apa, sistem seperti apa yang menjadi hal yang harus diatur di KPK.
Di situ disebutkan soal LHKPN, gratifikasi. Kita ingin pengaturan pengelolaan konflik kepentingan ini juga di kemudian hari ada harapan akan menjadi salah satu instrumen pencegahan korupsi yang diberikan kepada KPK.
Jadi, manakala ada perdebatan, ada penyikapan yang berbeda tentang konflik kepentingan seseorang dengan jabatannya, kemudian KPK akan menjadi penentu, bahwa apakah itu konflik kepentingan atau tidak. Dan penetapan KPK bahwa itu konflik kepentingan harus betul-betul dilaksanakan.
Itu berarti masuk revisi Undang-Undang KPK?
Kalau memang ada pemikiran semacam itu, kita pikir lebih tepat kalau itu dimasukkan sebagai salah satu instrumen pencegahan korupsi, sebagaimana LHKPN dan gratifikasi.
Apakah yakin nanti akan ada revisi UU KPK?
Kita sama-sama mendengar apa yang disampaikan oleh para calon pemimpin itu. Memang ada pemikiran untuk melakukan penguatan-penguatan terhadap lembaga KPK. Apakah penguatan-penguatan itu termasuk untuk melakukan revisi-revisi lagi terhadap Undang-Undang KPK, kita samalah mengetahui dari apa yang disampaikan dalam program-program kerja pasangan-pasangan calon itu.
Kalau belum ada revisi UU KPK, apakah ada mekanisme KPK juga bisa membantu mengatur atau mengawasi konflik kepentingan?
Kalau masih tetap hanya berpedoman kepada UU Nomor 28/1999 tentang Penyelenggara Pemerintah yang Bersih dari KKN, kemudian apa yang ditentukan dalam UU Administrasi Pemerintahan semacam itu, rasanya seperti kondisi sekarang ini. Konflik kepentingan seakan-akan belum memiliki aturan yang jelas, bagaimana harus menyikapi itu, menindaklanjuti seperti itu.
Kita pernah mendengar barangkali ada cerita mengenai seorang kepala kepolisian tempo dulu, Jenderal Hoegeng Iman Santoso. Saat beliau dimutasi sebagai kepala jawatan imigrasi, mungkin sekarang dirjen imigrasi, dari Medan ke Jakarta. Konon sehari sebelum pelantikan, istrinya yang kebetulan memiliki usaha toko bunga oleh Hoegeng diminta untuk tutup.
Istrinya menuruti kemauan Hoegeng, dan ketika orang banyak menanyakan kepada istri Pak Hoegeng, ”Kenapa Pak Hoegeng meminta Ibu menutup toko bunga Ibu”, Ibu Hoegeng ini menyampaikan bahwa Bapak khawatir nanti orang-orang datang belanja ke toko bunga itu, memesan bunga karena label dia sebagai seorang kepala jawatan imigrasi.
Sampai sedemikian untuk menyadari bahwa konflik kepentingan itu ada dan hidup di kita. Konflik kepentingan itu sebelum terbaca orang lain seharusnya sudah ada di dalam diri kita. Apakah kita dihadapkan dengan satu konflik kepentingan atau tidak. Seperti itu diajarkan dari perilaku seorang Hoegeng, itu begitu luar biasanya pendidikan tentang bagaimana mengelola konflik kepentingan dengan baik.
Yudikatif sudah merancang SOP terkait konflik kepentingan, lebih maju dibandingkan dua cabang kekuasaan yang lain?
Memang di lingkungan Mahkamah Agung, beberapa instrumen sudah ada pengaturannya. Dalam berbagai hukum acara pidana dan perdata sudah ada. Misalnya, pengaturan-pengaturan yang sebenarnya bisa diartikan sebagai pengaturan soal konflik kepentingan.
Misalnya, seorang hakim yang memiliki hubungan keluarga sampai derajat ketiga tidak boleh menangani kasus dan harus mengundurkan diri dan lain sebagainya. Itu memang sudah ada di lingkungan Mahkamah Agung.
Jadi, apa yang sekarang kita kerja samakan dengan Mahkamah Agung itu membentuk kelompok kerja di Mahkamah Agung yang terdiri dari sejumlah hakim agung untuk mengemas semacam peraturan yang akan menjadi pedoman penanganan konflik kepentingan di lingkungan Mahkamah Agung.
Kita berharap produk yang lahir di Mahkamah Agung bisa memberi pada apa yang tadi disampaikan di lingkungan eksekutif atau legislatif ke depan. Kita berharap seperti itu.
Tapi, sekali lagi, konflik kepentingan seharusnya menjadi perhatian kita bersama. Kita melihat dengan apa yang ditampilkan sekarang di hadapan kita, persoalan-persoalan yang dimunculkan dari pengelolaan konflik kepentingan.
Konteksnya saat ini?
Mungkin teman-teman yang bisa lebih melihat. Yang terpenting bagi kita pemaknaan terhadap konflik kepentingan itu sekali lagi harusnya tumbuh pada orangnya terdahulu sebelum terbaca oleh orang lain. Kalau orang lain sudah melihat itu konflik kepentingan dan yang bersangkutan belum menyadarinya, itu persoalan menjadi lain.
Terkait dengan menteri yang berkampanye?
Termasuk di dalamnya. Apakah ada konflik kepentingan atau tidak di situ.