Pemerintah Siapkan Super Apps untuk Beragam Layanan
Pemerintah menyiapkan layanan pemerintahan terpadu digital dalam superaplikasi. Identitas Kependudukan Digital, bansos, layanan pendidikan, kesehatan, dan pembuatan SIM rencananya bisa diakses dari aplikasi yang sama.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah akan menyediakan layanan pemerintahan terpadu digital. Menurut rencana, aplikasi Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) Prioritas ini akan fokus pada sembilan layanan prioritas.
Menteri Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi Azwar Anas menyampaikan perkembangan digitalisasi birokrasi atau sistem pemerintahan berbasis elektronik kepada wartawan di Istana Merdeka, Jakarta, seusai melapor kepada Presiden Joko Widodo, Jumat (29/12/2023).
Rencana transformasi digital ini sesungguhnya sudah dimulai lama dengan adanya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). Aturan dilanjutkan dengan Perpres No 132/2022 tentang Arsitektur SPBE, Perpres No 39/2019 tentang Satu Data Indonesia, dan Undang-Undang No 27/2022 tentang Perlindungan Data Pribadi.
”Tapi kemarin ada masalah karena susahnya untuk menginteroperabilitaskan (melakukan kesesuaian) layanan pemerintahan yang ada di kementerian/lembaga,” kata Anas.
Baca juga: Membenahi dan Mengarusutamakan Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik
Keterpaduan layanan pemerintah
Untuk itu, Presiden Jokowi telah menandatangani Perpres No 82/2023 tentang Percepatan Transformasi Digital dan Keterpaduan Layanan Digital Nasional. Dalam perpres yang ditandatangani pada 18 Desember 2023 ini, diatur mengenai keterpaduan layanan pemerintahan secara digital (govtech).
Dalam perpres tersebut, govtech ini disebut sebagai aplikasi SPBE prioritas dengan mengutamakan integrasi dan interoperabilitas. Namun, menurut Anas, sejauh ini Presiden masih menimbang nama aplikasi dari sembilan opsi.
Govtech ini, lanjut Anas, akan mengurangi jumlah aplikasi yang digunakan setiap kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Untuk itu, Perpres No 82/2023 sekaligus mendorong menteri-menteri koordinator ”memaksa” kementerian/lembaga mengikuti arsitektur SPBE dan mendorong portal layanan satu atap di setiap kementerian/lembaga.
Tahun 2022, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pernah menyebutkan di Indonesia terdapat lebih dari 24.000 aplikasi milik pemerintah yang tersebar di seluruh kementerian/lembaga dan pemerintah daerah. Hal ini, dalam Festival Ekonomi Keuangan Digital G20 di Bali, 11 Juli 2022, disebutnya tidak efisien apalagi efektif. Apabila semua bisa disederhanakan menjadi satu basis data dan ada integrasi data, diyakini biaya operasi pemerintah lebih efisien dan risiko serangan siber bisa dikurangi.
Govtech ini akan mengurangi jumlah aplikasi yang digunakan setiap kementerian/lembaga dan pemerintah daerah.
Untuk mempercepat govtech ini, lanjut Anas, pemerintah akan fokus pada sembilan layanan prioritas. Pertama, identitas digital dasar, yakni digital ID atau identitas kependudukan digital (IKD). Dengan IKD ini, Presiden Jokowi menargetkan ke depan tidak diperlukan fotokopi KTP untuk mengurus ini dan itu, tetapi cukup membawa IKD di telepon pintar masing-masing. Namun, masyarakat yang belum mempunyai telepon genggam tetap bisa menggunakan KTP cetak.
Layanan berikutnya terkait platform pertukaran data. Hal ini diperlukan karena, kata Anas, selama ini setiap kementerian/lembaga kaya akan data, tetapi tak bisa dimanfaarkan masyarakat karena tak ada pertukaran data.
Aplikasi ini juga akan memprioritaskan pembayaran digital (digital payment). Hal ini sesungguhnya sudah berlangsung. Hampir semua instansi pemerintahan, baik pusat maupun daerah, sudah memakai pembayaran secara digital.
Fokus prioritas lainnya adalah pelayanan publik portal satu data. Dengan demikian, portal layanan tak lagi sektoral per kementerian atau per lembaga, tetapi berdasarkan kebutuhan masyarakat. Anas mencontohkan, di Estonia, masyarakat bisa langsung mencari di portal layanan publik mulai urusan menikah, melahirkan, sampai asuransi. Untuk mengoordinasikan semua kementerian/lembaga, Presiden Jokowi akan mengadakan rapat kabinet paripurna.
Govtech ini juga akan mencakup portal administrasi pemerintahan. “Jadi nanti sistem keuangan, sistem pemerintahan tidak lagi banyak. Kemarin SIPD (Sistem Informasi Pemerintah Daerah) sudah kita resmikan. Dari 500 lebih layanan, (kini) cukup satu layanan,” kata Anas.
Fokus layanan lainnya adalah pembuatan surat izin mengemudi (SIM) secara daring (online), bantuan sosial di Kementerian Sosial, sistem layanan kesehatan di Kementerian Kesehatan, dan sistem layanan pendidikan di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek).
”Kalau sembilan layanan sudah didigitalkan, ini dampaknya akan sangat besar sekali,” kata Anas.
Baca juga: Mangkraknya Moratorium Pengembangan Aplikasi
Menunjuk Peruri
Untuk menjalankan govtech atau disebut SPBE Prioritas ini, pemerintah menunjuk Perum Peruri. Anas menyampaikan beberapa pertimbangan memilih Peruri. Pertama, govtech harus segera berjalan. Selain itu, membentuk badan layanan umum baru lebih memakan waktu. Pemerintah juga tidak memilih PT Telkom karena sebagai perusahaan terbuka, PT Telkom berorientasi pada profit. Selain itu, Peruri selama ini sudah mengurus tanda tangan elektronik.
Dalam menjalankan tugas ini, Peruri juga harus merekrut talenta digital yang mumpuni. Gerakan Peruri menjalankan govtech ini juga dinilai akan lebih cepat. Selama ini perkembangan di setiap kementerian yang sudah memiliki govtech, seperti Kementerian Kesehatan dan Kemendikbudristek, dinilai masih lambat. Sebab, kementerian memiliki batasan dalam merekrut talenta digital.
Selain itu, lanjut Anas, dengan govtech ini, diharap Electronic Government Development Index (EGDI) Indonesia bisa melompat naik. Sejauh ini, EGDI Indonesia tahun 2022 pada ranking 77, sedangkan tahun 2020 berada di ranking 88. Pada survei e-government PBB tahun 2018, Indonesia masih di urutan ke-107. Meski demikian, pada tahun sebelumnya, Indonesia di posisi ke-116.
Secara terpisah, pemerhati Kebijakan Publik, Agus Pambagio, menilai semestinya e-government yang terpadu sudah diterapkan sejak 30 tahun lalu. Dengan demikian, masyarakat tidak bingung dengan beragam aplikasi dan situs.
Namun, selama ini, semua instansi membuat e-government menjadi proyek. Dengan demikian ada pengadaan aplikasi, sistem, dan berbagai hal lain.
Ke depan, Agus mempertanyakan pelaksana govtech. ”Niat (membuat govtech)-nya baik, tapi siapa yang menjalankan. Lalu pengawasannya seperti apa agar nanti tidak (kembali menjadi proyek) memakai teman, kerabat (KKN),” tuturnya.
Selain itu, menurutnya, Presiden Jokowi harus mampu mendorong semua kementerian/lembaga untuk bekerja sama. Selama ini, egosektoral setiap kementerian/lembaga terbukti menghambat segala kemajuan.
Presiden Jokowi harus mampu mendorong semua kementerian/lembaga untuk bekerja sama.
Talenta digital
Seiring dengan transformasi digital, pemerintah juga akan merekrut aparatur sipil negara (ASN) di bidang informasi dan teknologi. Anas mengatakan, untuk 2024 akan ada rekrutmen ASN dari lulusan perguruan tinggi.
”Beliau (Presiden Jokowi) minta fresh graduate yang hebat-hebat nanti salah satunya diberi ruang banyak di Ibu Kota Nusantara,” kata Anas.
Adapun jumlah formasi akan diumumkan Presiden Jokowi di minggu pertama Januari 2024. Rekrutmen lulusan perguruan tinggi ini belum dilakukan kecuali untuk Kejaksaan tahun 2023 ini. ”Salah satu fokusnya di talenta-talenta digital karena banyak talenta digital yang diperlukan di daerah. Tetapi talenta digitalnya bukan marketing digital, seperti pinjaman online dan lain-lain, tapi lebih ke hulunya, misalnya digital di sektor pertanian, dan seterusnya,” tambah Anas.
Selain itu, lanjutnya, pemerintah akan menyelesaikan 1,6 juta pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K). Namun, penyelesaiannya akan disesuaikan dengan kemampuan keuangan pemerintah daerah.