Pelanggaran Netralitas ASN Bisa seperti Puncak Gunung Es
Komisi Aparatur Sipil Negara menduga pelanggaran netralitas ASN bisa menjadi seperti puncak gunung es. Pelanggaran yang terjadi lebih banyak daripada yang dilaporkan.
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah laporan dugaan pelanggaran netralitas penjabat kepala daerah telah diteruskan Badan Pengawas Pemilu ke Komisi Aparatur Sipil Negara atau KASN. KASN pun sudah mulai memproses laporan-laporan tersebut, salah satunya terhadap Penjabat Gubernur Nusa Tenggara Barat Lalu Gita Ariadi.
KASN menduga, jumlah kasus pelanggaran netralitas ASN seperti fenomena puncak gunung es. Jumlah kasus yang terjadi sebenarnya jauh lebih tinggi dari yang dilaporkan.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja saat ditemui di kantor Bawaslu, Jakarta, Jumat (24/11/2023), mengatakan, dari hasil penelusuran Bawaslu, ada sejumlah penjabat kepala daerah yang diduga melanggar netralitas ASN. Hasil laporan tersebut telah diteruskan ke KASN.
”Kayaknya ada beberapa penjabat yang kena, satu-dua. Nanti tanyakan ke KASN,” ujar Bagja.
Baca juga: Janji Netral dan Kode-kode dari Jokowi
Ia menyebut, salah satu laporan yang diterima Bawaslu adalah dugaan pelanggaran netralitas oleh Penjabat Bupati Sorong Yan Piet Mosso. Bukti-bukti terkait dugaan pelanggaran Yan Piet Mosso juga telah diserahkan ke KASN. Lebih lanjut, penanganan perkara itu diserahkan sepenuhnya ke KASN karena Yan Piet Mosso merupakan ASN.
”Ada dugaan (pelanggaran netralitas). Makanya ke KASN. Kalau enggak terbukti, kan, enggak masuk ke KASN,” ujar Bagja.
Baca juga: KPK: OTT Penjabat Bupati Sorong Terkait Pengondisian Audit BPK
Dugaan pelanggaran netralitas Yan Piet Mosso ini bermula dari viralnya dokumen yang disebut pakta integritas antara Yan Piet Mosso dan Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Daerah Papua Barat Brigadir Jenderal Silaban. Dalam dokumen itu disebut, Yan Piet Mosso berkomitmen mencari dukungan dan memberikan kontribusi suara untuk kemenangan calon presiden, Ganjar Pranowo, di Sorong. Namun, Ketua Tim Pemenangan Ganjar-Mahfud MD Arsjad Rasjid dan Kepala BIN Budi Gunawan sudah membantah hal ini.
Meminta klarifikasi
Secara terpisah, Komisioner KASN Arie Budhiman membenarkan, ada sejumlah penjabat kepala daerah yang diduga melanggar netralitas dan direkomendasikan Bawaslu untuk segera diusut. Di antaranya, Penjabat Gubernur Nusa Tenggara Barat Lalu Gita Ariadi dan Yan Piet Mosso.
”Dari Bawaslu sudah disertai bukti-bukti. Tetapi, kami tidak serta-merta mengamini ada pelanggaran. Kami menindaklanjutinya dengan meminta klarifikasi terlebih dahulu, menelusuri data dan informasi, tidak hanya kepada pelapor tetapi juga yang lain, misal inspektorat atau sekretaris daerah,” ucap Arie.
Misalnya, terhadap Lalu Gita Ariadi, KASN telah meminta klarifikasi mengenai dugaan pelanggaran netralitasnya semasa menjabat Sekretaris Daerah NTB. Pada pertengahan September 2023, Lalu Gita Ariadi menghadiri acara pembagian bantuan sosial dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di Alun-alun Tastura Praya, Lombok Tengah.
”Jadi, kami sudah meminta klarifikasi kepada Pak Lalu melalui aplikasi Zoom, pagi tadi, sebagaimana laporan Bawaslu. Beliau kemudian, katanya, mau melengkapi data dan seterusnya, sehingga poinnya ya memang kami menindaklanjuti dan juga terus mengumpulkan data dan menelusuri informasi,” kata Arie.
Jika Lalu Gita Ariadi terbukti melanggar, KASN akan membuat rekomendasi sanksi yang akan ditujukan ke pejabat pembina kepegawaiannya, yakni Menteri Dalam Negeri. Sebaliknya, jika tidak terbukti, hal tersebut akan disampaikan kembali ke Bawaslu dan terlapor. ”Kami cepat kok, tidak menunda-nunda untuk meminta klarifikasi,” katanya.
Arie menyebut, tugas dan fungsi KASN masih berjalan sepanjang pemerintah belum menetapkan aturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN. Dalam UU tersebut, diketahui keberadaan KASN telah dihapuskan.
Anomali data
Arie mengaku prihatin dengan fenomena pelanggaran netralitas ASN yang justru semakin vulgar terlihat ke publik menjelang Pemilu 2024, mulai dari dugaan adanya mobilisasi dan dukungan dari perangkat desa hingga dugaan pemberian dukungan dari penjabat ke salah satu calon atau partai tertentu.
Baca juga: Dukungan Perangkat Desa ke Prabowo-Gibran Dinilai Tidak Patut
Di sisi lain, ia justru melihat, laporan dugaan pelanggaran netralitas ASN ke KASN menurun drastis. Ditemukan adanya anomali data dugaan pelanggaran netralitas ASN dari tahun ke tahun. Pada 2020-2021, misalnya, total laporan dugaan pelanggaran netralitas ASN di 10 instansi teratas bisa mencapai 2.073 laporan, sementara pada 2023 hanya 208 laporan.
Ia mencurigai ada pelanggaran yang tidak dilaporkan ke KASN atau Bawaslu sehingga jumlah laporan pada 2023 menurun dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Sebab, ada sejumlah instansi yang sebelumnya mendapat pelaporan pelanggaran netralitas ASN yang tinggi, tetapi di 2023 hanya sedikit laporan, bahkan tidak ada laporan sama sekali.
Misalnya, Kabupaten Purbalingga, Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro, Kabupaten Sumba Timur, Kabupaten Wakatobi, Kabupaten Mamuju, Kabupaten Halmahera Timur, Provinsi Sulawesi Tenggara, Provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Maluku Utara, dan Provinsi Nusa Tenggara Barat.
”Ini, kan, tentu menjadi pertanyaan kami? Benar sekarang seolah-olah pelanggaran netralitas turun atau memang tidak disampaikan? Padahal, kalau dilihat dari mulai proses pendaftaran calon hingga sekarang, ada fakta-fakta yang kita lhat banyak pelanggaran netralitas. Kami kok melihatnya, jangan-jangan di bawah permukaan banyak yang tidak dilaporkan. Itu lebih destruktif, lebih rusak,” kata Arie.
Sebab, jika dilihat dari pemilu ke pemilu, politisasi birokrasi memang menjadi modus. Fenomena itu terjadi karena pimpinan birokratnya ikut berpolitik. Alhasil, para bawahannya ikut melanggar dan melakukan silent operation di bawah permukaan meski ada pula yang secara nekat memberikan dukungan terbuka kepada salah satu calon atau partai tertentu.
”Nah, daerah-daerah yang laporan pelanggaran netralitasnya sedikit, bahkan nol, ini jangan-jangan pelanggarannya tinggi, tetapi belum atau tidak dilaporkan. Kan, itu daerah-daerah rawan pelanggaran. Itu terkadang sudah menjadi mindset, perilaku, kultur. Nah, apakah ujug-ujug sudah menjadi baik? Nah, ini yang bisa menjadi fenomena puncak gunung es,” ucap Arie.
Ikut mengawasi
Mengantisipasi setelah KASN resmi dihapuskan, Ombudsman RI menyatakan siap ikut untuk mengawasi netralitas ASN. Anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng, mengungkapkan, pada tahun lalu Ombudsman telah menandatangani perjanjian dengan Bawaslu dan KASN untuk menjaga netralitas ASN. Namun, kala itu, KASN memang lebih didorong untuk aktif menangani masalah tersebut.
Namun, sebagai lembaga yang bisa ikut mengawasi penyelenggaraan publik, Ombudsman juga berwenang untuk mengawasi netralitas ASN, mulai dari penjabat kepala daerah, perangkat desa, tenaga honorer, hingga penyelenggara pemilu. Ombudsman, lanjutnya, akan menerima pengaduan dari masyarakat terkait dugaan pelanggaran netralitas ASN. Selain itu, Ombudsman juga akan membuka pos komando pengawasan di berbagai kantor perwakilan serta mengawasi kanal-kanal pengaduan yang ada di instansi pemerintah dan penyelenggara pemilu.
Baca juga: Tantangan Bermain Bersih di Pemilu 2024
Jaweng menyebut, laporan yang masuk ke Ombudsman akan lebih cepat diproses. Laporan yang masuk akan langsung ditelusuri dugaan pelanggaran netralitasnya. Jika terbukti, Ombudsman akan menyampaikan laporan akhir hasil pemeriksaan ke PPK. Jika PPK tidak segera menindaklanjuti laporan tersebut, ORI bisa menerbitkan rekomendasi ke Presiden dan Komisi II DPR.
”Rekomendasi itu mahkota, puncak tertinggi. Kalau sudah sampai ke rekomendasi, itu berarti sudah kebangetan terlapornya, politisnya sudah kuat. Biasanya, hanya sedikit yang sampai berujung pada rekomendasi ke Presiden dan Komisi II DPR. Kalau sampai ke Presiden dan Komisi II DPR, itu ceritanya kurang bagus,” ujar Jaweng.