Menanti Adu Gagasan Capres-Cawapres untuk Pemberantasan Korupsi
Para calon presiden dan wakil presiden diharapkan menyampaikan gagasan penanganan korupsi.
Oleh
EMANUEL EDI SAPUTRA
·4 menit baca
Para calon presiden dan wakil presiden beberapa waktu lalu menyatakan siap adu gagasan dalam kontestasi Pemilihan Presiden 2024. Adu gagasan tersebut hendaknya berpijak pada masalah nyata bangsa ini, salah satunya dalam bidang hukum, khususnya pemberantasankorupsi, yang hingga kini masih menjadi pekerjaan rumah.
Pasangan capres dan cawapres Prabowo Subianto-Gibran Rakabumiong Raka yang diusung Koalisi Indonesia Maju seusai mendaftar di Komisi Pemilihan Umum pada Rabu (25/10/2023), misalnya, menyatakan akan bertarung dengan gagasan, visi misi, dan program untuk melanjutkan pembangunan serta mengantar Indonesia menjadi negara maju dan makmur. Pihaknya akan menyampaikan program terbaik untuk rakyat.
Demikian pula cawapres dari Koalisi Perubahan, Muhaimin Iskandar, melalui keterangan video menyampaikan, ia dan capres Anies Baswedan siap beradu gagasan dengan semua pasangan yang maju di Pilpres 2024. Menurut dia, dengan saling adu gagasan antar-pasangan calon, kontestasi akan lebih menarik dan publik bisa memilih pasangan yang mampu membawa perbaikan bagi bangsa.
Yang pertama harus ada problem statement, isu atau masalah yang perlu penanganan dengan tepat, terkait bagaimana permasalahan korupsi di Indonesia.
Sementara itu, Ketua Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar-Mahfud, Arsjad Rasjid, mengatakan, untuk memastikan inklusivitas, penyusunan visi misi Ganjar-Mahfud melibatkan tim dari Dewan Pakar TPN. Dewan Pakar TPN mengundang ahli dari berbagai bidang memberikan sumbangsih pemikiran dalam visi misi tersebut. Dengan demikian, pihaknya dan pasangan Ganjar-Mahfud kapan pun siap adu gagasan dengan kontestan lain.
Di bidang pemberantasan korupsi, peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, Jumat (27/10/2023), menuturkan, semua pasangan capres-cawapres diharapkan menyampaikan gagasannya terkait permasalahan korupsi. Yang pertama harus ada problem statement, isu atau masalah yang perlu penanganan dengan tepat, terkait bagaimana permasalahan korupsi di Indonesia.
”Problem statement akan menunjukkan sejauh mana setiap pasangan capres-cawapres memahami masalah korupsi di Indonesia,” ujarnya.
Kemudian, bagaimana tawaran solusi dari setiap capres-cawapres terkait masalah korupsi yang dihadapi Indonesia saat ini. Terkait solusi tersebut, tidak sekadar janji-janji, tetapi peta jalan yang terukur untuk menuju Indonesia lebih bersih dari korupsi.
”Tawaran solusi dari setiap pasangan capres-cawapres akan menunjukkan sejauh mana kreativitas dan inovasi mereka agar Indonesia bersih dari korupsi,” ujarnya lagi.
Gagasan lain yang ditunggu, bagaimana pandangan setiap pasangan calon terkait perundang-undangan yang dibutuhkan dalam pemberantasan korupsi. Yang pertama, terkait Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Hasil Kejahatan, RUU Pembatasan Belanja Uang Kartal, dan revisi UU Tindak Pidana Korupsi.
Kemudian juga tentang kelembagaan. Bagaimana adanya kelembagaan penegakan hukum yang bebas dari korupsi. Hal tersebut mulai dari reformasi di tubuh penegak hukum, antara lain kepolisian dan kejaksaan.
Adu gagasan para capres-cawapres juga hendaknya menyangkut pandangan mereka terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Apakah para capres-cawapres ingin mengembalikan independensi KPK dengan revisi UU KPK ataukah sebaliknya setiap calon justru tidak ingin mengembalikan independensi KPK.
Yang terakhir, korupsi politik. Bagaimana setiap calon merespons merebaknya korupsi politik dan apa yang harus dilakukan Indonesia ke depan. Sejauh mana rencana konkret setiap pasangan, tidak sekadar jargon.
Menurut Indeks Negara Hukum (Rule of Law Index/ROL) tahun 2023 yang disusun oleh World Justice Project, skor indeks negara hukum untuk Indonesia berada pada 0,53 (dengan nilai 1 sebagai nilai tertinggi).
Berdasarkan catatan Kompas, indeks Indonesia sebagai negara hukum stagnan selama pemerintahan Presiden Joko Widodo. Berdasarkan Indeks Negara Hukum (Rule of Law Index/ROL) tahun 2023 yang disusun World Justice Project, indeks negara hukum Indonesia berada pada skor 0,53 (dengan nilai 1 sebagai nilai tertinggi).
Skor itu menunjukkan stagnasi dalam perkembangan pembangunan hukum di Indonesia. Sejak 2015–2023 atau selama pemerintahan Jokowi, skor Indonesia konsisten di angka 0,52–0,53.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, menuturkan, problem pemberantasan korupsi sekarang bermuara pada ketiadaan pemahaman pemangku kepentingan, khususnya pemerintah, dalam melihat permasalahan pemberantasan korupsi. Kita bisa becermin pada Indeks Persepsi Korupsi (IPK) di Indonesia tahun 2022, IPK Indonesia anjlok dan kembali seperti IPK tahun 2014, yaitu dari 38 turun menjadi 34.
Jadi relevansinya dengan Pilpres 2024 yang ditunggu dari kandidat capres-cawapres bagaimana langkah mereka ketika keinginan partai politik berbeda dengan keinginan masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi.
Selain itu, permasalahannya juga pada Presiden ketika tidak mampu meyakinkan partai politik agar tidak memperlemah upaya pemberantasan korupsi. ”Jadi relevansinya dengan Pilpres 2024 yang ditunggu dari kandidat capres-cawapres bagaimana langkah mereka ketika keinginan partai politik berbeda dengan keinginan masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi. Apa langkah yang mereka lakukan,” ujarnya.
Permasalahan penegakan hukum pemberantasan korupsi tidak bisa dilepaskan juga dari aspek politik hukum berkaitan dengan undang-undang. Misalnya, UU KPK dan RUU Perampasan Aset. RUU Perampasan Aset tidak kunjung diundangkan. Presiden tidak bisa meyakinkan partai politik untuk dijadikan UU.
Masalah yang lain, bagaimana gagasan capres-cawapres terkait penguatan penegak hukum pemberantasan korupsi. Presiden merupakan atasan administrasi seluruh aparat penegak hukum. Bagaimana gagasan mereka dalam penguatan penegak hukum, sejauh ini belum terdengar.
Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin, menuturkan, bidang penegakan hukum juga paling penting yang harus dibahas capres-cawapres karena ini yang menjadi tolok ukur Indonesia bisa membangun atau tidak. Penegakan hukum juga penting apakah Indonesia masih ada atau bisa hancur.
”Penegakan hukum yang adil akan membuat Indonesia bisa menjadi negara hebat. Jika penegakan hukum compang-camping dan banyak korupsi, Indonesia akan menjadi negara yang hancur,” tuturnya.