Bawaslu Diminta Awasi Program Penyelenggara Negara yang Untungkan Kandidat Tertentu
Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara Agus Pramusinto mengatakan, banyaknya penyelenggara negara berkontestasi dalam pilpres dan pileg memunculkan berbagai potensi pelanggaran. Selain netralitas juga penggunaan sumber dana.
Oleh
IQBAL BASYARI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Penyelenggara negara yang ikut dalam kontestasi Pilpres dan Pileg 2024 rentan memanfaatkan program pemerintah untuk kepentingan elektoral. Badan Pengawas Pemilu diminta memperkuat pengawasan kepada kandidat maupun penyelenggara dari parpol untuk memastikan tidak ada program yang dibuat demi menguntungkan maupun merugikan kelompok tertentu.
Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Agus Pramusinto mengatakan, banyaknya penyelenggara negara yang berkontestasi dalam pemilihan presiden (pilpres) dan pemilihan legislatif (pileg) memunculkan berbagai potensi pelanggaran. Setidaknya, ada dua potensi pelanggaran yang perlu mendapat perhatian dari KASN maupun Badan Pengawas Pemilu, yakni persoalan netralitas aparatur sipil negara (ASN) dan penggunan sumber daya negara untuk pemenangan.
Menurutnya, problem netralitas ASN selalu berulang dalam pemilu dan pemilihan kepala daerah (pilkada). Meskipun sosialisasi terus dilakukan dan sanksi kepada ASN yang melakukan pelanggaran sudah dijatuhkan, problem netralitas tetap saja berulang. Sebab, ada simbiosis mutualisme antara politikus petahana untuk memobilisasi ASN dan menggunakan sumberdaya birokrasi. Situasi tersebut ditambah dengan sebagian ASN yang ingin menggunakan jalan pintas untuk meraih jabatan melalui dukungan kepada kontestan pemilu.
Ia mengingatkan, ASN harus memahami bahwa kompetensi, kinerja, dan integritas menjadi hal yang dibutuhkan dalam sistem promosi. Oleh karenanya, ASN tidak perlu ikut dukung-mendukung dan khawatir akan disingkirkan dalam setiap pelaksanaan pemilu. "KASN akan mengawal dan mengawasi agar tidak terjadi politik balas dendam dan balas budi dalam pengisian jabatan," ujar Agus di Jakarta, Selasa (24/10/2023).
"KASN akan mengawal dan mengawasi agar tidak terjadi politik balas dendam dan balas budi dalam pengisian jabatan"
Data pengawasan netralitas ASN sepanjang 2019 menunjukkan, ada 412 pengaduan yang diterima KASN dan Bawaslu. Pelanggaran didominasi oleh kampanye atau sosialisasi melalui media sosial, mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan, serta melakukan foto bersama calon dengan mengikuti simbol gerakan tangan atau gerakan yang mengindikasikan keberpihakan.
"Pelanggaran penggunaan sumber daya negara untuk pemenangan calon tertentu tidak mudah untuk dideteksi karena terselubung dengan program-program di instansi masing-masing"
Selain potensi pelanggaran netralitas ASN, lanjut Agus, ada potensi pelanggaran yang lebih besar, yakni penggunaan sumber daya negara untuk pemenangan calon tertentu. Sebab, pejabat negara maupun ASN memiliki kewenangan untuk mengalokasikan program dan anggaran agar diarahkan ke wilayah tertentu. Dengan demikian, kebijakan tersebut bisa berdampak pada elektoral kandidat.
"Pelanggaran penggunaan sumber daya negara untuk pemenangan calon tertentu tidak mudah untuk dideteksi karena terselubung dengan program-program di instansi masing-masing," ucap Agus.
Potensi penyalahgunaan tinggi
Mantan Ketua Bawaslu, Abhan, mengatakan, potensi penyalahgunaan wewenang untuk kepentingan elektoral di Pilpres 2024 semakin tinggi karena menteri maupun kepala daerah tidak perlu mengundurkan diri apabila berkontestasi.
Oleh karena itu, Bawaslu harus memperkuat pengawasan terhadap program dan kebijakan lembaga untuk memastikan tidak ada sumber daya negara yang digunakan untuk pemenangan. Salah satu bentuk penyalahgunaan wewenang melalui program pemerintah yakni membuat program yang menguntungkan dirinya setelah ditetapkan sebagai kontestan di pemilu.
"Pembuktiannya memang tidak mudah, tetapi kuncinya adalah kemandirian dan profesionalitas penyelenggara pemilu. Ini menjadi ujian kemandirian Bawaslu agar terhindar dari intervensi dan konflik kepentingan"
"Pembuktiannya memang tidak mudah, tetapi kuncinya adalah kemandirian dan profesionalitas penyelenggara pemilu. Ini menjadi ujian kemandirian Bawaslu agar terhindar dari intervensi dan konflik kepentingan," tutur Abhan.
Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI) Jerry Sumampouw menuturkan, ada keterbatasan regulasi untuk menindak pejabat negara yang memanfaatkan jabatannya untuk pemenangan. Sebab, untuk disebut sebagai kampanye, dibutuhkan banyak unsur yang seringkali tidak terpenuhi.
Terlebih, program-program yang menguntungkan atau merugikan kontestan tertentu biasanya terselubung dan sulit dideteksi. Padahal, substansinya adalah mengendorse dan mengampanyekan kandidat tertentu.
Oleh karena itu, selain pengawasan dari Bawaslu dan KASN, ia mengajak publik memberikan sanksi elektoral kepada pajabat negara yang menyalahgunakan wewenang. Masyarakat yang mengetahui adanya program tersebut bisa mengunggah ke media sosial agar ditanggapi lebih serius oleh pengawas pemilu. Penyebaran informasi juga bisa memicu pemilih untuk memberikan sanksi elektoral dengan tidak memilihnya saat pemungutan suara.