KPU Siapkan Simulasi Pencalonan Presiden dan Wakil Presiden
”Rencana jadwal sudah kami siapkan, nanti ’fix’-nya yang mana, nanti akan kami matangkan dalam rapat dengar pendapat atau rapat konsultasi bersama DPR dan pemerintah pada 20 September,” ujar Ketua KPU Hasyim Asy’ari.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pendaftaran bakal pasangan calon presiden dan wakil presiden berpotensi tidak jadi dipercepat. Sebab, Komisi Pemilihan Umum akhirnya menyiapkan dua simulasi tahapan pencalonan presiden dan wakil presiden yang akan dikonsultasikan ke DPR dan pemerintah, Rabu (20/9/2023).
Ketua KPU Hasyim Asy’ari mengatakan, pihaknya menyiapkan dua simulasi tahapan pencalonan presiden dan wakil presiden untuk dikonsultasikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan pemerintah, Rabu (20/9/2023). Simulasi pertama, yakni tahapan dimulai pada 7 Oktober dan berakhir pada 14 November 2023 atau sama dengan yang diusulkan saat uji publik rancangan Peraturan KPU tentang Pencalonan Pilpres 2024, pekan lalu. Dalam rancangan tersebut, masa pendaftaran pasangan capres dan cawapres akan dilaksanakan pada 10-16 Oktober.
Sementara simulasi kedua, tahapan pencalonan presiden dan wakil presiden dimulai pada 19 Oktober hingga 14 November. Dalam simulasi ini, masa pendaftaran pasangan capres-cawapres akan berlangsung pada 19-25 Oktober. Simulasi kedua ini sama dengan tahapan yang direncanakan pada Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilu.
”Rencana jadwal sudah kami siapkan, nanti fix-nya yang mana, nanti akan kami matangkan dalam rapat dengar pendapat atau rapat konsultasi bersama DPR dan pemerintah pada 20 September,” ujar Hasyim di Jakarta, Senin (18/9/2023).
Hasyim mengatakan, kedua simulasi tetap memperhatikan masa kampanye selama 75 hari dan penetapan pasangan capres-cawapres pada 13 November. Hal itu untuk mengikuti ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2023 tentang Pemilu yang mengatur kampanye pilpres dilakukan 15 hari setelah penetapan capres-cawapres.
Namun, ada perbedaan durasi sub-tahapan di antara kedua simulasi tersebut. Sejumlah sub-tahapan, seperti verifikasi dan pemeriksaan kesehatan serta pengusulan penggantian, akan dipadatkan. Namun, sub-tahapan yang durasinya diatur rigid di undang-undang salah satunya pendaftaran bakal capres-cawapres yang berlangsung selama tujuh hari tidak akan diubah.
”Kalau simulasi masa pendaftaran pada 10-16 Oktober, durasi verifikasi administrasi relatif agak longgar. Namun, kalau pendaftarannya 19-25 Oktober, durasi verifikasi di internal KPU akan kami padatkan,” kata Hasyim.
Anggota KPU, Idham Holik, menambahkan, pemadatan sub-tahapan turut dipengaruhi kesiapan bakal capres-cawapres dalam mempersiapkan dokumen administrasi. Oleh karena itu, KPU mendesain durasi sub-tahapan pencalonan presiden dan wakil presiden menurut durasi yang optimal bagi bakal capres-cawapres untuk mengikuti pendaftaran.
Secara terpisah, Ketua Kelompok Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) di Komisi II DPR, Arif Wibowo, mengatakan, apa pun simulasi yang dipilih, tetap harus berpijak pada kesepakatan durasi masa kampanye 75 hari agar tidak dikurangi. Sebab, durasi tersebut juga berpengaruh pada KPU untuk menyiapkan logistik pemilu.
Menurut dia, secara teknis masa pendaftaran capres bisa diundur sekitar satu minggu dibandingkan usulan awal KPU yang merencanakan pendaftaran dimulai 10 Oktober. Sebab, ada sejumlah sub-tahapan yang bisa dipadatkan, di antaranya pemberitahuan hasil verifikasi administrasi, penyerahan hasil perbaikan syarat administrasi, dan pemberitahuan hasil verifikasi administrasi perbaikan. Ketiga sub-tahapan itu dirancang KPU berlangsung selama sepekan, padahal jika KPU siap bisa dilakukan lebih cepat.
Sementara jika ada pemadatan di sub-tahapan verifikasi administrasi, KPU harus sudah berkoordinasi dengan instansi terkait, seperti lembaga pendidikan, pengadilan, dan kepolisian, untuk mempercepat proses verifikasi. ”Hitungan saya kalau diundur seminggu sehingga pendaftaran capres-cawapres dimulai 17 Oktober masih memungkinkan,” katanya.
Pengajar hukum pemilu di Universitas Indonesia, Titi Anggraini, mengatakan, KPU punya tantangan untuk menjelaskan secara terbuka dan menyeluruh kepada publik apabila tahapan dikembalikan seperti semula. Sebab, dalam uji publik, KPU menjelaskan akan memulai tahapan pada 7 Oktober, bukan dimulai pada 19 Oktober.
Hal itu diperlukan untuk meyakinkan publik bahwa KPU tidak dalam tekanan atau posisi terintervensi partai politik di DPR dalam membuat atau mengubah keputusan soal pendaftaran capres.
Anggota Dewan Pembina Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraini, dalam diskusi sekaligus peluncuran buku bertajuk ”Kemunduran Demokrasi dan Resiliensi Masyarakat Sipil” yang diselenggarakan Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) secara daring, Minggu (20/3/2022).
”Kemandirian KPU sangat mungkin akan menjadi perdebatan publik. Sebab, ini bukan kali pertama KPU tidak kukuh pada pendiriannya akibat perbedaan posisi dengan DPR. Sebut saja, soal penghitungan keterwakilan perempuan dalam daftar bakal caleg sampai akhirnya ada putusan uji materi MA yang membatalkan pengaturan dalam PKPU,” tuturnya.
Di sisi lain, kata Titi, pemadatan tahapan membutuhkan kecermatan, ketelitian, transparansi, dan profesionalitas kerja KPU. Sebab, akan sangat berbahaya jika publik memandang pendaftaran calon presiden hanya dianggap sebagai formalitas saja.