Emirsyah Satar Didakwa Rugikan Negara Rp 9,37 Triliun
Emirsyah Satar, yang sudah divonis bersalah dalam perkara suap, kembali didakwa korupsi. Ia didakwa bersekongkol memenangkan pabrikan pesawat Bombardier dan ATR 72-600 dalam pengadaan pesawat di Garuda Indonesia.
Oleh
NORBERTUS ARYA DWIANGGA MARTIAR
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Bekas Direktur Utama PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Emirsyah Satar didakwa bersekongkol untuk memenangkan pabrikan pesawat Bombardier dan ATR 72-600 dalam pengadaan pesawat di Garuda Indonesia pada 2011. Akibatnya, negara mengalami kerugian dengan nilai sebesar 609,8 juta dollar AS atau sekitar Rp 9,37 triliun.
Dakwaan dibacakan jaksa penuntut umum Triyana Setia Putra dan TW Febrianti Rais dalam sidang pembacaan dakwaan terdakwa Emirsyah Satar dan bekas Direktur Utama PT Mugi Rekso Abadi Soetikno Soedarjo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (18/9/2023). Sidang dipimpin Hakim Ketua Rianto Adam Pontoh dengan didampingi Dennie Arsan Fatrika dan Ali Muhtarom sebagai anggota.
Emirsyah ataupun Soetikno merupakan terpidana perkara suap pengadaan pesawat dan mesin pesawat untuk Garuda Indonesia dari Airbus, ATR, Bombardier, dan Roll Royce, serta perkara pencucian uang. Emirsyah dipidana delapan tahun penjara dan kini menjalani pidananya di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung. Adapun Soetikno dipidana enam tahun penjara.
”Terdakwa telah memperkaya diri sendiri, orang lain, ataupun korporasi dengan kerugian keuangan negara 609.814.504 dollar AS,” kata jaksa.
Selain Emirsyah dan Soetikno, terdapat tiga terdakwa lain yang telah menjalani persidangan dalam perkara yang sama dan sudah diputus oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta.
Mereka adalah bekas Vice President Strategic Management Office Garuda Indonesia Setijo Awibowo, bekas Executive Project Manager Garuda Indonesia Agus Wahjudo, dan bekas Vice President Treasury Management Garuda Indonesia Albert Burhan yang mana ketiganya adalah bawahan Emirsyah semasa menjabat sebagai Dirut Garuda. Mereka dipidana 4 tahun penjara.
Di dalam dakwaan, Emirsyah disebut telah menyerahkan rencana pengadaan Garuda Indonesia yang merupakan rahasia perusahaan ke Soetikno yang kemudian diteruskan kepada pabrikan Bombardier. Kemudian, Emirsyah disebut mengubah rencana pengadaan pesawat dari semula pesawat dengan 70 kursi menjadi 90 kursi di dalam rencana jangka panjang perusahaan.
Emirsyah disebut telah memerintahkan bawahannya untuk melakukan pengadaan pesawat dengan 90 kursi tanpa dilengkapi kajian atau laporan hasil analisis pasar. Emirsyah juga disebut bersekongkol dengan Soetikno untuk memenangkan pesawat jenis ATR 72-600 dan Bombardier. ”Meskipun kedua jenis pesawat tersebut tidak sesuai dengan konsep bisnis Garuda Indonesia sebagai perusahaan penerbangan yang menyediakan layanan full service,” kata jaksa.
Kemudian, Emirsyah bersama bawahannya melakukan pembayaran pra-uang mula untuk pembelian pesawat ATR 72-600 sebesar 3,08 juta dollar AS kepada pabrikan ATR, padahal mekanismenya dilakukan secara sewa. Demikian pula kepada Bombardier, Emirsyah melakukan pembayaran pra-uang muka sebesar 33,91 juta dollar AS, padahal pengadaan Bombardier CRJ-1000 dilakukan secara sewa.
Atas perbuatannya, Emirsyah didakwa melanggar Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Sementara itu, Soetikno didakwa melanggar Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 18 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP subsider Pasal 3 juncto Pasal 18 UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No 20/2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sampaikan keberatan
Terhadap dakwaan tersebut, Emirsyah mengaku mengerti. Meski demikian, lanjutnya, dakwaan tersebut dinilai tidak berbeda dengan dakwaan terhadap dirinya di perkara suap yang kini tengah dijalani pidananya. ”Tidak ada bedanya dengan dakwaan sebelumnya,” ujarnya
Demikian pula Soetikno menilai, perkara yang didakwakan terhadap dirinya sama dengan dakwaan yang telah dia jalani persidangannya. Menurut Soetikno, yang berbeda hanya pasal yang didakwakan.
Oleh karena itu, kedua terdakwa akan menyampaikan nota keberatan di persidangan selanjutnya. Persidangan akan digelar pada 2 Oktober mendatang.