Polri Amankan Enam Tersangka Pendaftar Nomor IMEI Ilegal pada Kementerian Perindustrian
Pendaftaran nomor IMEI ilegal di Kementerian Perindustrian mengakibatkan kerugian negara dengan estimasi Rp 353,7 miliar. Bareskrim Polri tahan enam tersangka dari swasta dan oknum kementerian tersebut dan Bea Cukai.
Oleh
YOSEPHA DEBRINA RATIH PUSPARISA
·3 menit baca
Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Wahyu Widada (kiri) dan Wakil Kepala Bareskrim Polri Inspektur Jenderal Asep Edi Suheri (kanan) menunjukkan barang bukti kasus IMEI ilegal dalam konferensi pers di kantor Bareskrim Polri, Jakarta, Jumat (28/7/2023). Bareskrim Polri mengungkap kasus pengunggahan IMEI ilegal ke dalam sistem CEIR (Centralized Equipment Identity Register) milik Kementerian Perindustrian pada 10-20 Oktober 2022. Sebanyak enam tersangka dari pihak swasta dan pemerintahan mengunggah 191.965 IMEI secara ilegal ke dalam sistem tersebut. KOMPAS/ADRYAN YOGA PARAMADWYA (YGA) 28-07-2023
JAKARTA, KOMPAS – Kepolisian mengungkap pendaftaran nomor IMEI ilegal yang terjadi pada Kementerian Perindustrian. Kerugian negara diestimasi mencapai Rp 353,7 miliar dengan mayoritas temuan telepon seluler bermerek iPhone milik Apple.
Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri mengungkap pendaftaran fasilitas sistem registrasi nomor identitas peralatan bergerak internasional atau International Mobile Equipment Identity (IMEI) ilegal pada aplikasi Centralized Equipment Identity Register (CEIR).
IMEI berupa nomor seri unik yang dimiliki semua telepon seluler dan smartphone. Deret angka itu berguna untuk mengidentifikasi telepon seluler GSM, WCDMA, dan iDEN, serta beberapa telepon satelit. Sementara, CEIR merupakan aplikasi basis data penyimpan nomor-nomor IMEI yang dapat diakses sejumlah lembaga. Mereka adalah Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Direktorat Jenderal (Dirjen) Bea dan Cukai, serta operator telepon seluler.
Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Wahyu Widada mengatakan, pihaknya telah mengamankan enam tersangka. Sebanyak empat di antaranya, yakni P, D, E, dan P adalah pemasok perangkat elektronik ilegal dari pihak swasta. Sisanya adalah oknum aparatur sipil negara (ASN) Kemenperin berinisial F serta oknum (ASN) Dirjen Bea dan Cukai berinisial A.
Sebelumnya, pihaknya memeriksa 15 orang saksi dan 4 orang saksi ahli. Pada 10-20 Oktober 2022, telah terjadi pengunggahan IMEI ke dalam sistem CEIR Kemennperin sejumlah 191.995. Diketahui pula, ada akun e-commerce yang menjual jasa buka blokir IMEI yang mengatasnamakan Kemenperin secara tak sah.
“Modus operandi pelaku ini adalah tidak melakukan proses permohonan IMEI ini hingga mendapatkan persetujuan Kemenkominfo atau secara tanpa hak langsung memasukan data IMEI tersebut ke dalam aplikasi CEIR,” ujarnya di Jakarta, Jumat (28/7/2023).
“Modus operandi pelaku ini adalah tidak melakukan proses permohonan IMEI ini hingga mendapatkan persetujuan Kemenkominfo atau secara tanpa hak langsung memasukan data IMEI tersebut ke dalam aplikasi CEIR”
Tindakan para pelaku mengakibatkan kerugian negara. Dari rekapitulasi IMEI ilegal dihitung dengan pajak penghasilan (PPh) 11,5 persen, maka dugaan kerugian mencapai Rp 353,7 miliar.
Tahapan verifikasi
Direktur Tindak Pidana Siber (Dirsiber) Bareskrim Polri Adi Vivid Agustiadi mengatakan, permasalahan bermula ketika suatu perusahaan pemohon berupaya memasukkan nomor IMEI pada Kemenperin. Dalam prosesnya, terdapat tahapan verifikasi data untuk meminta persetujuan dari Kemenkominfo untuk dimasukkan pada CEIR.
“Nah, tahapan di Kemenperin inilah yang tidak dilakukan oleh salah satu tersangka dengan inisial F yang seharusnya di situ ada pembayaran, dan segala macam, tidak dilakukan,” kata Adi.
Ia menambahkan, mayoritas telepon seluler yang ditemukan adalah iPhone milik Apple. Merek itu mendominasi 176.874 perangkat atau 92 persen dari total.
“Nah, tahapan di Kemenperin inilah yang tidak dilakukan oleh salah satu tersangka dengan inisial F yang seharusnya di situ ada pembayaran, dan segala macam, tidak dilakukan”
Para pelaku dipersangkakan pasal 46 ayat 1, pasal 30 ayat 1, pasal 48 ayat 1 juncto (jo) pasal 32 ayat 1, pasal 51 ayat 1 jo pasal 35 Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan UU Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Mereka dilapis dengan UU Tindak Pidana Pencucian Uang dengan ancaman pidana penjara 12 tahun ataupun denda Rp 12 miliar.
Perlindungan data pribadi
Kepolisian menyatakan bahwa kasus IMEI ilegal tak berkaitan dengan identitas pribadi. Sebab, kasus ini ada pada ranah perusahaan yang belum menyentuh data privasi.
Menurut Adi, dalam prosedur pendaftaran IMEI ini tak diperlukan identitas pribadi. Hal itu digunakan ketika seseorang membeli telepon seluler. “Ada dugaan kita beli handphone (HP) secara resmi, tapi ternyata HP yang kita beli ini bajakan (IMEI),” kata dia.
“Ada dugaan kita beli handphone (HP) secara resmi, tapi ternyata HP yang kita beli ini bajakan (IMEI)”
Direktur Eksekutif Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar menilai, nomor IMEI sebenarnya sudah masuk dalam ranah data pribadi. Sebab, data itu harus memenuhi dasar hukum dalam pemrosesan. Salah satunya persetujuan dari pengguna sebagai subjek data.
Sementara, ada kewajiban registrasi IMEI di Indonesia. Alhasil, dasar hukum pemrosesan data berdasarkan kewajiban itu dapat digunakan.
Ketika syarat-syarat itu tak terpenuhi, maka ada tindakan pelanggaran terhadap perlindungan data pribadi. Misalnya, ketika ada penggunaan secara tidak sah, maka dapat masuk kualifikasi tindak pidana mengacu Undang-Undang (UU) Perlindungan Data Pribadi (PDP). Hal itu dapat dijerat dengan ketentuan pada pasal 65 dan 67 UU PDP.
“Adanya UU PDP yang berlaku hari ini mungkin bisa jadi semacam langkah awal bagaimana seharusnya melakukan tindak penyidikan dan lampiran perlindungan data pribadi yang ada kaitannya dengan tindak pidana,” kata Wahyudi menambahkan.