Penyerahan salinan daftar pemilih tetap dari KPU ke parpol pada empat bulan sebelum masa kampanye bisa mendorong kampanye di luar jadwal kian masif.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pemberian salinan daftar pemilih tetap dari Komisi Pemilihan Umum kepada partai politik peserta Pemilu 2024, termasuk data agregat kependudukan berupa nama, jenis kelamin, usia, dan alamat, berpotensi digunakan untuk kepentingan kampanye di luar tahapan pemilu. Tak hanya itu, potensi sumber kebocoran data menjadi semakin terbuka. KPU bersama Badan Pengawas Pemilu diminta untuk memastikan salinan data itu tidak bocor.
Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Ihsan Maulana, mengatakan, kampanye pada Pemilu 2024 berpotensi dilakukan berbasis data. Terlebih setelah parpol mendapatkan salinan DPT dari KPU yang memuat nama, jenis kelamin, usia, dan alamat pemilih. ”Data pemilih yang dari KPU berpotensi digunakan untuk kepentingan kampanye karena memuat data penting dari pemilih,” ujarnya, Selasa (11/7/2023).
KPU telah menetapkan DPT Pemilu 2024 sebanyak 204.807.222 pemilih, terdiri dari 203.056.748 pemilih di dalam negeri dan 1.750.474 pemilih luar negeri. Dari segi usia, pemilih muda (17-40 tahun) sekitar 52 persen. Kemudian, pemilih yang berusia lebih dari 40 tahun sekitar 48 persen.
Menurut Ihsan, data pemilih sangat berharga dalam pemilu. Di tengah kemajuan teknologi, penggunaan data sebagai basis untuk kampanye tidak terelakkan. Data pemilih bisa menjadikan kampanye yang dilakukan menjadi lebih efektif dan efisien karena tepat sasaran.
Salinan DPT yang dimiliki parpol yang memuat usia, jenis kelamin, dan alamat menjadi basis untuk kampanye di media sosial (medsos). Parpol bisa memetakan pemilih muda, misalnya, untuk dijadikan sasaran kampanye di medsos. Apalagi, pemasang iklan di medsos bisa mengatur jangkauan lokasi ataupun pengguna yang akan terpapar dengan iklan. ”Data pemilih bahkan juga bisa disalahgunakan untuk memetakan target politik uang,” katanya.
Menurut Ihsan, pemberian DPT pada empat bulan sebelum masa kampanye resmi (28 November 2023-10 Februari 2024) bahkan berpotensi disalahgunakan untuk kampanye di luar jadwal. Setelah mengetahui target pemilih, peserta pemilu bisa segera mendekati para pemilih karena masa kampanye selama tiga bulan cenderung sangat terbatas. Oleh karena itu, kesempatan kampanye di luar jadwal berkedok sosialisasi bisa dilakukan lebih lama dengan target pemilih yang lebih terarah.
Kebocoran data
Lebih jauh, pemberian salinan DPT berpotensi membuat kebocoran data pemilih lebih tinggi. Sebab, potensi sumber kebocoran data menjadi lebih banyak, selain KPU, juga parpol peserta pemilu dan Bawaslu yang turut memiliki salinan data pemilih. Padahal, pengelolaan data di lembaga-lembaga tersebut tidak memiliki standar yang sama sehingga tingkat keamanan datanya berbeda.
”Kalau ada kebocoran data pemilih, tanggung jawab tetap berada pada penyelenggara pemilu. Oleh karena itu, KPU dan Bawaslu harus memastikan salinan data yang diberikan tidak bocor, jangan sampai saling lempar tanggung jawab seandainya data diretas,” ujarnya.
Anggota KPU, Betty Epsilon Idroos, mengatakan, penyusunan DPT telah mengikuti ketentuan di sejumlah undang-undang, salah satunya Undang- Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Pelindungan Data Pribadi. Sebagai pengendali data pribadi, KPU memegang sejumlah prinsip, yakni menjaga kerahasiaan data pribadi, mengawasi setiap pihak yang terlibat dalam pemrosesan data, melindungi data pribadi dari pemrosesan yang tidak sah, dan mencegah data pribadi diakses secara tidak sah.
”Pencegahan dilakukan dengan sistem keamanan terhadap data pribadi yang diproses dengan sistem elektronik secara andal, aman, dan bertanggung jawab,” ujarnya.
Menurut Juru Bicara Badan Siber dan Sandi Negara Ariandi Putra, isu indikasi kebocoran data yang dibagikan atau diperjualbelikan pada forum darkweb dan web defacement pada sejumlah sistem elektronik penyelenggara pemilu juga menjadi perhatian pihaknya. ”Kami melakukan berbagai upaya pengamanan,” ujarnya.
Terkait tahapan pencalonan anggota legislatif, KPU memutuskan memberikan waktu tambahan selama tujuh hari, pada 10-16 Juli 2023, kepada parpol peserta Pemilu 2024 untuk mengganti atau melengkapi dokumen perbaikan persyaratan bakal calon anggota legislatif (caleg).
Anggota KPU, Idham Holik, menegaskan, dalam waktu tambahan itu, parpol tidak dapat mengganti bakal calon yang telah didaftarkan atau diganti saat masa pengajuan perbaikan dokumen persyaratan bakal caleg, 26 Juni hingga 9 Juli lalu.
Jika parpol masih ingin mengganti bakal caleg ataupun nomor urut, baru bisa saat pencermatan rancangan daftar caleg sementara (DCS) pada 6-11 Agustus, pengajuan pengganti caleg sementara pascamasukan dan tanggapan publik atas DCS (14-20 September), serta pencermatan rancangan daftar caleg tetap (24 September hingga 3 Oktober).