Hakim MK Marah Kuasa Pemohon Tak Pernah Hadir, Akankah Era Sidang Daring di MK Berakhir?
Hakim MK Saldi Isra tampak terpantik amarahnya karena kuasa pemohon uji materi UU Kejaksaan tak hadir secara fisik di sejumlah persidangan di Gedung MK, Jakarta. Sejak PPKM dicabut, MK menerapkan lagi sidang tatap muka.
Pemohon uji materi Undang-Undang Kejaksaan terkait apakah Jaksa Agung harus dari unsur jaksa/mantan jaksa ataukah nonjaksa, Jovi Andrea Bachtiar, dan kuasa hukumnya mendapatkan peringatan untuk kesekian kalinya dari majelis hakim Mahkamah Konstitusi. Pasalnya, tidak ada satu pun dari tim kuasa hukum pemohon yang hadir secara fisik dalam persidangan di Gedung Mahkamah Konstitusi. Padahal, kantor mereka berada di Jakarta Selatan.
”Ini kuasa hukum kantornya di mana?” tanya Wakil Ketua MK Saldi Isra yang memimpin sidang pembuktian pengujian UU Kejaksaan, Rabu (5/7/2023).
Pada saat itu, dua kuasa hukum pemohon, Welly Anggara dan Alvin Julian Nanda, hadir secara daring melalui Zoom. ”Izin Yang Mulia, kantor saya di Jakarta Selatan,” kata Welly.
”Anda harus usahakan datang, ya. Ini Anda sebagai pemohon sering kali tidak datang ke sini. (Kuasa pemohon) Yang lain-lain datang secara fisik,” kata Saldi dengan nada tinggi, tampak terpantik amarahnya.
Perintah itu pun disambut Welly dengan janji akan hadir pada sidang-sidang berikutnya.
Menurut risalah persidangan, 5 Juli kemarin, pemohon juga tak hadir secara fisik pada persidangan 20 Juni 2023 lalu dengan agenda mendengarkan keterangan Kejaksaan Agung yang diwakili Jaksa Agung Muda Pembinaan (Jambin) Bambang Sugeng Roekmono.
Pada sidang 20 Juni tersebut, Hakim Konstitusi Suhartoyo juga sudah secara gamblang mempersoalkan masalah yang sama. Saat itu, Suhartoyo bertanya kepada Bambang Roekmono sebenarnya posisi Jovi Andrea Bachtiar di mana. Jovi merupakan pegawai Kejaksaan Agung yang saat ini bertugas sebagai analis penuntutan (calon jaksa) di Kejaksaan Negeri Tojo Una Una Wakai, Kepulauan Togean, Sulawesi Tengah. Menurut Bambang Roekmono, saat mengajukan permohonan di MK, Jovi tengah cuti ke Jakarta.
”Kami pada persidangan sebelumnya sudah mengingatkan pemohon sebenarnya atau kuasa hukumnya. Karena setelah kami tracing posisinya dari Jakarta. Khususnya untuk kuasa hukum, supaya hadir di persidangan sehingga kami perlu konfrontasi atau hal-hal yang perlu kami cross bisa langsung diberi penjelasan,” kata Suhartoyo.
Baca juga : Pemohon Sebut Sidang Daring Merugikan, Minta MK Sidang Luring
Persidangan secara daring bukanlah hal yang tabu karena MK pun memungkinkan persidangan jarak jauh. Hal itu telah diatur pada Peraturan MK Nomor 18 Tahun 2009, khususnya untuk perkara-perkara sengketa pemilu ataupun pilkada dengan saksi-saksi berada di luar Jakarta.
Ketika pandemi Covid-19 melanda, pelaksanaan sidang daring di MK kian diintensifkan sejak 21 April 2020, tepatnya setelah pemerintah mengeluarkan kebijakan tentang bekerja dari rumah (WFH) bagi aparatur sipil negara (ASN). Tujuannya adalah untuk mencegah penyebaran Covid -19. MK pun mengaturnya dalam Peraturan MK Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Persidangan Jarak Jauh.
Setelah pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang menjadi upaya pengendalian penularan Covid-19 diumumkan dicabut oleh Presiden Joko Widodo pada akhir Desember 2022 lalu, MK kembali menggelar sidang tatap muka untuk pertama kalinya pada 24 Januari 2023. Pelaksanaan sidang tatap muka untuk pertama kalinya, setelah dua tahun sidang di MK digelar secara daring, itu disampaikan Ketua MK Anwar Usman pada 17 Januari 2023 saat menggelar sidang pengujian UU Pemilu terkait pengujian sistem proporsional terbuka.
”Untuk diketahui pula, sidang 24 Januari 2023 sekaligus menjadi pertama atau pembuka sidang luring atau sidang tatap muka pada sidang atau perkara-perkara lainnya,” kata Anwar.
Setelah pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) yang menjadi upaya pengendalian penularan Covid-19 diumumkan dicabut oleh Presiden Joko Widodo pada akhir Desember 2022 lalu, MK kembali menggelar sidang tatap muka untuk pertama kalinya pada 24 Januari 2023.
Baca juga : PPKM Dicabut, Presiden Minta Masyarakat Tetap Kenakan Masker
Sejak saat itu, persidangan di MK mulai dihadiri para pemohon, kuasa pemohon, kuasa Presiden dan DPR selaku pemberi keterangan, para ahli, ataupun saksi yang dihadirkan para pihak. Pada 21 Juni 2023, pemerintah juga telah mencabut status pandemi dan Indonesia mulai memasuki masa endemi Covid-19 yang diumumkan Presiden.
Demikian pula terhadap persidangan terakhir, uji materi UU Kejaksaan yang diajukan Jovi Andrea Bachtiar, yang memantik kemarahan hakim mahkamah Saldi Isra, semestinya dihadiri para pemohon dan kuasa pemohon. Apalagi tak ada kendala finansial, seperti biaya transportasi, bagi kuasa hukum untuk menuju Gedung MK karena mereka berkantor di Jakarta.
Baca juga : Status Pandemi Covid-19 Dicabut, Indonesia Memasuki Masa Endemi
Ketua MK Anwar Usman, saat menutup sidang uji materi UU Kejaksaan pada 20 Juni lalu, juga sudah meminta dengan jelas supaya kuasa hukum Jovi Andrea Bachtiar hadir secara fisik di persidangan. ”Untuk kuasanya, diharapkan nanti bisa hadir pada sidang berikutnya, supaya ada komunikasi yang... ya, beda memang kalau melalui daring... tanpa mengurangi haknya. Ya, memang haknya memang,” kata Anwar.
Pemerintah keberatan
Dalam persidangan pada Rabu kemarin, kuasa Presiden yang diwakili Surdiyanto dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia pun mengatakan sangat keberatan dengan sikap para pemohon, terutama kuasa hukumnya, yang tidak mau hadir secara fisik dalam persidangan. Pihaknya meminta MK untuk mempertimbangkan kondisi ini.
”Karena dalam UU MK itu bahwa para pihak wajib... wajib hadir. Nah, kalau tidak hadir, berarti para pemohon tidak bisa dipertimbangkan harusnya. Ini harusnya menjadi perhatian. Kami dari kuasa Presiden merasa keberatan apabila tidak hadir sama sekali,” ungkap Surdiyanto.
Saldi Isra pun menggarisbawahi hal tersebut. MK sudah mengingatkan para pemohon. ”Memang ini masih ada sisa... apa namanya... sistem online dan offline dari sisa Covid itu. Jadi, kita akan mulai tegaskan yang begini-begini ke depan, kecuali memang jaraknya tidak memungkinkan. Ini karena ada di Jakarta, maka kami ingatkan tadi,” kata Saldi.
Hingga saat ini, berdasarkan penelusuran risalah sidang, perkara pengujian UU Kejaksaan yang teregister dengan nomor 30/PUU-XXI/2023 tersebut sudah disidangkan tujuh kali. Dalam sidang perdana yang digelar pada 3 Mei 2023, Jovi hadir secara fisik di Jakarta. Ia tengah mengajukan cuti tahunan selama empat hari dan berada di Jakarta sehingga bisa mengikuti persidangan secara langsung.
Pada sidang kedua, 22 Mei, Jovi sudah kembali ke tempat tugas sehingga tidak hadir secara fisik. Namun, kuasa hukum Jovi pun juga tidak menghadiri persidangan di Gedung MK. Mereka mengikutinya secara daring. Pada sidang ketiga, 22 Mei, kuasa hukum pemohon juga kembali tidak hadir secara fisik.
Baca juga : Berselisih Hasil di Tengah ”Badai” Pandemi Covid-19
Pada sidang keempat, 5 Juni, kuasa hukum pemohon hadir secara fisik. Pada sidang kelima, 12 Juni, pihak kuasa hukum hadir secara daring. Begitu juga pada persidangan keenam, 20 Juni, dan ketujuh, 5 Juli, mereka hanya hadir secara daring.
Sementara itu, kuasa Presiden selalu hadir full team dalam persidangan di Gedung MK. Ada enam kuasa Presiden dari Kemenkumham. Pada sidang 20 Juni, Jaksa Agung Muda Pembinaan didampingi delapan orang dari kejaksaan juga hadir secara fisik di ruang pleno lantai 2 Gedung MK.
Terkait dengan uji materi yang diajukan, Jovi Bachtiar menguji Pasal 1 angka 3, Pasal 19 Ayat (2), Pasal 20, dan Pasal 21 UU Kejaksaan yang dinilai bertentangan dengan sejumlah pasal dalam konstitusi. Pasal 20 UU Kejaksaan membuka kemungkinan bagi seorang yang tidak pernah mengikuti program pendidikan dan pelatihan pembentukan jaksa untuk dapat diangkat menjadi Jaksa Agung. Ketentuan itu melanggar hak konstitusional kliennya yang hanya untuk menjadi jaksa harus mengikuti dan dinyatakan lulus pada program diklat PPPJ. Pasal tersebut dinilai melanggar prinsip kesamaan di depan hukum dan pemerintahan yang dijamin Pasal 27 Ayat (1) UUD 1945.
Sidang pengujian konstitusionalitas sebuah norma di MK biasanya menjadi pertukaran gagasan yang berlangsung dengan sangat serius.
Sementara Pasal 19 Ayat (2) UU Kejaksaan mengatur pengangkatan dan pemberhentian Jaksa Agung oleh Presiden. Ketentuan tersebut dinilai membuka ruang/kesempatan yang besar tanpa batas bagi Presiden sebagai organ politik, baik untuk kepentingan pribadi atau golongan tertentu, melakukan intervensi terhadap pelaksanaan tugas, fungsi, dan kewenangan penegakan hukum yang dilakukan kejaksaan. Proses pengangkatan Jaksa Agung dilakukan tanpa fit and proper test oleh DPR sebagai mekanisme kontrol antarkekuasaan (mekanisme checks and balances).
Sidang pengujian konstitusionalitas sebuah norma di MK biasanya menjadi pertukaran gagasan yang berlangsung dengan sangat serius. Lontaran pertanyaan dan jawaban dikemukakan hakim, pemohon, dan kuasa Presiden terhadap ahli-ahli yang diajukan. Masing-masing mempertahankan argumentasinya, mendalami, dan men-challenge pendapat yang dilontarkan. Tak jarang hakim meminta keterangan tambahan yang diharapkan bisa diserahkan melalui keterangan tertulis pada persidangan berikutnya.
Karena itulah, kehadiran para kuasa hukum pemohon dipersoalkan.