Polisi, Mantan Penyidik KPK, Disebut Bertransaksi hingga Rp 300 Miliar
Tri Suhartanto, mantan penyidik KPK, mengaku bahwa uang tersebut merupakan hasil bisnis pribadi dan bukan terkait penanganan perkara. Tri pun mengaku sudah diperiksa Mabes Polri.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Seorang polisi, mantan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Ajun Komisaris Besar Tri Suhartanto, disebut memiliki transaksi hingga Rp 300 miliar. Transaksi itu disebut pernah dilaporkan ke Dewan Pengawas KPK. Sementara KPK menyatakan, transaksi itu telah dikonfirmasi dan diketahui berasal dari transaksi bisnis yang dijalani Tri sejak 2004 sampai 2018.
Transaksi lumayan besar di rekening Tri itu diungkap oleh mantan penyidik KPK Novel Baswedan di kanal Youtube pribadinya. Hal itu ia benarkan saat dikonfirmasi pada Senin (3/7/2023). ”Transaksi mencurigakan ini terungkap berdasarkan laporan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan),” ucap Novel.
Berdasarkan keterangan KPK, Tri bergabung dengan KPK pada akhir 2018 hingga Februari 2023. Saat menjabat sebagai Kepala Satuan Tugas Penyidik di KPK, Tri menangani kasus dugaan korupsi Mardani H Maming, Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, periode 2010-2018. Kini, Tri menjabat sebagai Kepala Polres Kotabaru di Kalimantan Selatan.
Adapun Mardani telah divonis 10 tahun penjara karena terbukti melakukan tindak pidana korupsi terkait izin usaha pertambangan di Tanah Bumbu. Ia juga harus membayar uang pengganti Rp 110,6 miliar.
Terkait dengan transaksi hingga ratusan miliar rupiah itu, Tri yang dihubungi dari Jakarta menyampaikan bahwa uang itu hasil bisnis pribadinya, bukan terkait dengan penanganan perkara. Untuk transaksi tersebut, ia mengaku sudah diperiksa oleh Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Polri.
”Sudah diperiksa juga, kok, saya sama Tipikor Mabes (Polri). Rekening keluar masuk (uang) saya dari tahun 2004 sampai 2018 memang tidak ada sama sekali terkait kasus, baik saya di Polri maupun saat di KPK,” ucapnya.
Tri yang dihubungi dari Jakarta menyampaikan bahwa uang itu hasil bisnis pribadinya, bukan terkait dengan penanganan perkara.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, dari hasil konfirmasi KPK terhadap Tri terkait dengan transaksi hingga Rp 300 miliar itu, diperoleh keterangan bahwa transaksi tersebut hanya uang yang berputar di rekening karena ada bisnis pribadi milik Tri sejak 2004, dan itu jauh sebelum Tri bergabung dengan KPK. ”Bahkan, sejak tahun 2018, rekening dimaksud juga sudah ditutup,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Dewan Pengawas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean dan anggota Dewan Pengawas KPK, Albertina Ho, belum merespons pertanyaan Kompas mengenai transaksi ini.
Novel mengatakan, untuk menjawab semua hal itu, transaksi hingga Rp 300 miliar itu harus diperiksa dengan benar. ”Hal ini tidak boleh dibiarkan. Semoga Polri bisa mengungkap hal ini,” ucapnya.
Pakar tindak pidana pencucian uang (TPPU) Yenti Garnasih mengatakan, TPPU sangat mungkin dilakukan melalui bisnis. Namun, harus ditemukan uang asal TPPU tersebut. ”Permasalahannya yang ditempatkan di bisnis itu uang halal atau uang haram hasil kejahatan? Artinya, bisnis yang ada transaksi Rp 300 miliar itu dari hasil apa?” kata Yenti.
Ia mempertanyakan apakah mungkin Tri bisa memperoleh Rp 300 miliar dari bisnis hanya dalam kurun waktu tahun 2004-2018. Supaya tidak menimbulkan kecurigaan, PPATK harus menelusuri transaksi yang dilakukan Tri ke bank dan menganalisisnya serta menyampaikan laporan hasil analisis (LHA) ke aparat penegak hukum, seperti kejaksaan, agar tidak terjadi konflik kepentingan. Yenti juga mendorong Kepala Polri untuk melihat kasus ini dengan serius.
Yenti mengingatkan, kasus Mardani H Maming belum tuntas karena tidak ada TPPU di dalam kasus tersebut. Selain itu, uang pengganti dari kasus ini belum dibayarkan. Itu menunjukkan hasil kejahatan Mardani belum dirampas untuk negara. Ia mendorong agar setiap kasus korupsi yang ditangani aparat penegak hukum juga diusut TPPU-nya.