Putusan MK Beri Kepastian Hukum
MK menolak permohonan uji materi sistem pemilu proporsional terbuka yang diajukan sejumlah pihak. Pemilu 2024 tetap menggunakan sistem proporsional daftar terbuka.
JAKARTA, KOMPAS — Putusan Mahkamah Konstitusi yang mempertahankan sistem proporsional terbuka di Pemilu 2024 mengakhiri kekhawatiran bakal calon legislatif serta sejumlah partai politik. Kini semua pemangku kepentingan dapat melanjutkan tahapan pemilu yang sudah berjalan. Putusan ini juga dinilai memberi kepastian hukum.
MK dalam sidang putusan uji materi Undang-Undang Pemilu, Kamis (15/6/2023), menolak permohonan sejumlah kader partai dan bakal calon anggota legislatif untuk mengubah sistem pemilu jadi proporsional tertutup atau coblos partai. Sistem proporsional terbuka dinilai lebih dekat dengan konstitusi yang mengamanatkan kedaulatan di tangan rakyat.
Baca Berita Seputar Pemilu 2024
”Menyatakan menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Anwar Usman saat membaca putusan uji materi.
Keputusan diambil oleh delapan dari sembilan hakim konstitusi. Saat rapat permusyawaratan hakim, hakim Manahan Sitompul sedang dinas ke luar negeri. Adapun hakim konstitusi Arief Hidayat memiliki pendapat berbeda.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari mengatakan, putusan MK memberikan kepastian hukum bagi penyelenggaraan pemilu. Artinya, tahapan pemilu akan berjalan sesuai ketentuan sistem proporsional dengan daftar calon terbuka yang diatur di UU 7/2017 tentang Pemilu. ”Putusan MK menyatakan sistem pemilu proporsional dengan daftar calon terbuka itu tetap konstitusional,” kata Hasyim di Gedung KPU di Jakarta.
Hapus kekhawatiran
Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar mengatakan, putusan MK telah membuat keterpilihan caleg akan sepenuhnya berdasar pada kinerja di daerah pemilih. Caleg harus bisa menyampaikan visi, misi, dan program pada masyarakat untuk bisa menarik suara pemilih. Dia juga berpesan agar para caleg PKB tak lagi khawatir soal nomor urut.
”Kepada caleg diminta untuk meneruskan seluruh kerja politik, rebut hati, dan suara rakyat dalam Pemilu 2024. Lanjutkan semua kerja-kerja politik saat ini. Nomor berapa pun dalam daftar caleg tidak ada bedanya,” kata Muhaimin.
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono melalui akun Twitter miliknya, Kamis, menyampaikan apresiasinya atas putusan MK yang tetap meminta Pemilu 2024 menggunakan sistem pemilu proporsional terbuka. Dengan putusan ini, MK dinilai berpihak pada suara rakyat.
Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto mengatakan, PDI-P menghormati putusan MK karena sejak awal PDI-P percaya pada sikap kenegarawanan dari seluruh hakim MK untuk mengambil keputusan terbaik. PDI-P meyakini, putusan itu diambil dengan melihat seluruh dokumen autentik terkait dengan amendemen UUD 1945.
PDI-P tentu mendukung putusan MK meskipun putusan itu berbeda dengan keyakinan politik PDI-P. Bagi PDI-P, anggota dewan di seluruh tingkatan memiliki tugas yang sangat penting, yakni menyelesaikan masalah-masalah rakyat dan membangun desain masa depan melalui keputusan politik. Anggota dewan di seluruh tingkatan juga harus dipersiapkan secara kapasitas kepemimpinan serta kapasitas legislasi. Dengan demikian, tugas anggota dewan dapat dijalankan sebaik-baiknya.
Putusan Mahkamah Konstitusi disambut gembira Dewan Perwakilan Rakyat yang menghadiri persidangan. Setelah ini, seluruh pihak, termasuk para calon anggota legislatif dapat melanjutkan tahapan pemilihan umum yang sudah berjalan.
Dalam sidang pembacaan putusan uji materi sistem pemilihan umum (pemilu) proporsional daftar terbuka, setidaknya ada empat anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang hadir. Mereka berasal dari Komisi III, yakni Habiburokhman dari Fraksi Partai Gerindra, Aboe Bakar Al-Habsyi (Fraksi Partai Keadilan Sejahtera), dan Supriansa (Fraksi Partai Golkar) yang menolak sistem proporsional tertutup. Sementara ada pula Arteria Dahlan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang mendorong sistem tersebut diberlakukan.
”Kami mensyukuri bahwa apa yang diputuskan sesuai dengan harapan kita semua, bahkan dengan beberapa catatan untuk kami yang justru merupakan penguatan terhadap sistem pemilu proporsional terbuka,” ujar Habiburokhman.
Ia menyambut positif masukan-masukan hakim MK guna memperkuat sistem proporsional terbuka. Beberapa di antaranya, perubahan diharapkan tak terlalu sering dilakukan demi terwujudnya kepastian hukum suatu sistem pemilu. Perubahan juga harus dilakukan beberapa tahun sebelum pelaksanaan pemilu.
Supriansa menambahkan, putusan ini menjadi gambaran bahwa kedaulatan tetap ada di tangan rakyat. Mereka juga yang akan menentukan siapa wakil-wakilnya yang akan duduk di kursi parlemen dari tingkat daerah hingga nasional.
Ia turut menyoroti praktik politik uang yang kerap terjadi dalam pemilu. Sebab, isu ini juga dibahas dalam persidangan. Supriansa berharap agar Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) ikut berperan hingga ke bawah.
”Jika ada yang ditemukan bermain money politic, tidak tertutup kemungkinan diajukan untuk dicabut izin daripada parpolnya,” kata Supriansa.
Sementara itu, Arteria yang mewakili PDI-P sebagai parpol pendukung sistem pemilu proporsional tertutup menerima dan menghormati putusan MK. Hal ini juga dianggap sebagai penguatan demokrasi.
Baca juga:Delapan Fraksi di DPR Tolak Kembali ke Sistem Proporsional Tertutup
”Harus kita akui ulasannya begitu komprehensif daripada pengayaan dalam konteks kehidupan hukum, khususnya dalam hukum bernegara dan demokrasi,” kata Arteria.
Ia menambahkan, demokrasi saat ini tak cukup seperti yang ada di parlemen, yakni satu orang, satu suara, dan satu nilai. Namun, kesetaraan di lapangan yang lebih penting dan esensial. ”Mudah-mudahan ini jadi bagian dalam penguatan dan mengingatkan kita semua bahwa demokrasi prosedural harus (diterapkan), tapi demokrasi substansial harus jadi PR kita ke depan,” ujar anggota Komisi III ini.
Pertimbangan
Dalam pertimbangan putusannya, MK menolak dalil-dalil yang diajukan para pemohon, seperti membuat maraknya politik uang, politik berbiaya tinggi, dan melahirkan korupsi politik. Dalil sistem proporsional terbuka mengakibatkan banyak suara tidak sah karena pemilih kebingungan saat mencoblos serta membuat pemilu menjadi sangat rumit juga ditolak. Begitu pula dalil sistem proporsional terbuka lebih menonjolkan individu dan mengurangi peran partai politik yang dalam UUD 1945 disebut sebagai peserta pemilu juga ditolak.
Hakim Konstitusi Saldi Isra mengungkapkan, parpol masih memiliki kewenangan untuk recall atau mengganti anggota DPR/MPR dari partainya karena sejumlah alasan tertentu. ”Parpol menjadi satu-satunya pintu untuk menjadi anggota legislatif,” tuturnya.
Dalam pertimbangan putusannya, MK menggunakan penafsiran tekstual atau original intent selain penafsiran sistematis. MK menilai sistem pemilu proporsional terbuka lebih dekat dengan konsep pemilu dalam UUD 1945. Konstitusi mengamanatkan kedaulatan ada di tangan rakyat, sehingga jika caleg terpilih ditentukan partai, hal itu dinilai mengingkari kedaulatan rakyat.
Hakim konstitusi Arief Hidayat memiliki pendapat berbeda. ”Saya berpendapat bahwa permohonan pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian oleh karenanya harus dikabulkan sebagian,” katanya.
Laporkan Denny
Dalam keterangan pers usai sidang, Wakil Ketua Hakim Konstitusi Saldi Isra mengatakan, MK akan melaporkan Guru Besar Hukum Tata Negara Denny Indrayana ke organisasi advokat, di dalam maupun luar negeri. Harapannya, organisasi yang menaungi Denny dapat menilai apakah perilakunya melanggar etik.
Sebelumnya, Denny mengaku menerima kabar MK akan mengembalikan sistem pemilu proporsional terbuka jadi tertutup. Artinya, rakyat hanya akan memilih berdasar gambar atau simbol partai. Komposisi putusannya adalah enam mengabulkan dan tiga berpendapat berbeda. Ia membagikan informasi ini di laman media sosialnya pada 28 Mei 2023 (Kompas.id, 28/5/2023).
Saldi menjelaskan alasan MK baru menyatakan sikap setelah pembacaan putusan. Pertama, perkara yang diajukan menciptakan suasana sensitif bagi beragam pihak. Alhasil, hakim ingin fokus menangani perkara ini. Selain itu, MK mengantisipasi respons publik jika hakim bersikap setelah unggahan Denny beredar. Publik dapat menafsirkan posisi hakim sehingga mereka menghindari hal itu. Karena itu, MK menegaskan unggahan Denny pada 28 Mei tak benar. Selain putusan baru diambil pada 7 Juni 2023, komposisi hakim juga berbeda seperti yang dikabarkan Denny.
Langkah MK yang akan mengadukan Denny Indrayana dinilai tidak tepat oleh tim kuasa hukum Denny. Selain karena tidak ada satu klausul pun di kode etik advokat yang dilanggar, kubu Denny menilai pernyataan Denny sebelumnya merupakan pendapat dalam kapasitasnya sebagai guru besar di bidang hukum tata negara dan konstitusi.
Parpol berbenah
Pengajar Hukum Pemilu di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Titi Anggraini, mengatakan, partai politik perlu menindaklanjutinya serius terkait putusan MK ini. Sebab, betapa mendesaknya parpol untuk berbenah dan menerapkan demokrasi internal partai terutama kaderisasi dan praktik politik yang antikorupsi. Sistem pemilu adalah hilir, sedangkan hulunya terletak pada kualitas dan komitmen demokrasi partai politik.
”Selama parpol tidak berbenah, apa pun pilihan sistem pemilunya tetap akan ada dampak buruk yang terjadi. Penegakan hukum atas praktik politik uang dan korupsi politik harus jadi komitmen serius dari pihak-pihak yang punya otoritas terutama Bawaslu, aparat penegak hukum, dan seluruh elemen negara lainnya. Termasuk juga konsistensi parpol untuk menjaga kadernya,” kata Titi.
Dengan sistem pemilu proporsional terbuka, pemenangan partai menjadi lebih bergairah untuk menggerakkan caleg untuk bekerja mencari suara bagi perolehan kursi partai. ”Semua caleg punya peluang keterpilihan yang sama sepanjang mampu menjangkau pemilih dengan cara-cara yang tepat dan menggerakkan pemilih untuk ke TPS dan mencoblos mereka secara langsung. Mesin partai tak hanya digerakkan elite, tetapi juga oleh seluruh caleg dan tim pemenangannya,” tambah Titi.
Meski demikian, durasi kampanye hanya 75 hari, lanjut Titi, harus turun dan bertemu masyarakat pemilih sejak saat ini. Caleg juga harus memperhatikan cara-cara yang tidak melanggar hukum, yaitu sosialisasi politik seperti yang telah diatur oleh Komisi Pemilihan Umum.
”Pada Pemilu 2019 saja ada 17,5 juta suara tidak sah atau setara 11,12 persen pengguna hak pilih. Partai, caleg, dan KPU harus bekerja keras dalam memberikan edukasi dan pemahaman kepada pemilih agar bisa mencoblos dengan sah dan benar," katanya. (DEA/BOW/ANA/Z04/Z17)