Dugaan Korupsi Tunjangan Kinerja di Kementerian ESDM Rugikan Negara Rp 27,6 Miliar
KPK menahan sembilan dari sepuluh tersangka kasus dugaan korupsi tunjangan kinerja di Kementerian ESDM. Kasus ini diduga merugikan keuangan negara hingga Rp 27,6 miliar.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kasus dugaan korupsitunjangan kinerja di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral merugikan keuangan negara hingga Rp 27,6 miliar. Uang tersebut digunakan, antara lain, diduga untuk pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan, operasional kegiatan kantor, dan keperluan pribadi.
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengungkapkan, Kementerian ESDM merealisasikan tunjangan kinerja sebesar Rp 221,92 miliar selama 2020 sampai dengan 2022. Dalam periode tersebut, pejabat perbendaharaan dan pegawai lainnya di Bagian Keuangan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara yang berjumlah 10 orang diduga memanipulasi dan menerima pembayaran tunjangan kinerja yang tidak sesuai ketentuan.
Manipulasi tersebut dilakukan seperti pengondisian Daftar Rekapitulasi Pembayaran dan Daftar Nominatif, menyisipkan nominal tertentu kepada 10 orang secara acak, dan pembayaran ganda atau lebih kepada 10 orang yang telah ditentukan. Akibatnya, dari jumlah tunjangan kinerja yang seharusnya dibayarkan sebesar Rp 1,39 miliar, dibayarkan sebesar Rp 29,003 miliar atau terjadi selisih sebesar Rp 27,6 miliar.
Uang yang diperoleh tersebut diduga untuk keperluan pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sekitar Rp 1,035 miliar, dana taktis untuk operasional kegiatan kantor, serta keperluan pribadi, seperti kerja sama umrah, sumbangan nikah, pengobatan, dan pembelian aset.
Manipulasi tersebut dilakukan seperti pengondisian Daftar Rekapitulasi Pembayaran dan Daftar Nominatif, menyisipkan nominal tertentu kepada 10 orang secara acak, dan pembayaran ganda atau lebih kepada 10 orang yang telah ditentukan.
”Dengan adanya penyimpangan tersebut, diduga telah mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya bernilai sekitar Rp 27,6 miliar,” kata Firli dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (15/6/2023).
Firli mengatakan, KPK telah menerima pengembalian sebesar Rp 5,7 miliar dan logam mulia 45 gram sebagai salah satu upaya optimalisasi pengembalian aset hasil korupsi yang dinikmati pelaku dalam perkara ini.
Sepuluh tersangka dalam kasus ini adalah Subbagian Perbendaharaan Priyo Andi Gularso, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Novian Hari Subagio, PPK Haryat Prasetyo, Staf PPK Lernhard Febian Sirait, Bendahara Pengeluaran Abdullah, Bendahara Pengeluaran Christa Handayani Pangaribowo, Operator Surat Perintah Membayar (SPM) Beni Arianto, Penguji Tagihan Hendi, Petugas Pengelolaan Administrasi Belanja Pegawai (PPABP) Rokhmat Annashikhah, serta Pelaksana Verifikasi dan Perekaman Akuntansi Maria Febri Valentine.
Selain Abdullah, sembilan tersangka ditahan untuk masa penahanan pertama selama 20 hari ke depan mulai 15 Juni sampai dengan 4 Juli 2023. Abdullah belum ditahan karena masih menjalani pemeriksaan kondisi kesehatan.
Selain Abdullah, sembilan tersangka ditahan untuk masa penahanan pertama selama 20 hari ke depan mulai 15 Juni sampai dengan 4 Juli 2023. Abdullah belum ditahan karena masih menjalani pemeriksaan kondisi kesehatan.
Firli mengingatkan, setiap gaji yang diterima seorang aparatur sipil negara adalah hasil keringat rakyat. Karena itu, penggunaannya harus taat peraturan dan prosedur yang berlaku sebagai pertanggungjawaban atas amanah yang diberikan. KPK berkomitmen mengembangkan perkara ini hingga tuntas demi keadilan hukum pemberantasan korupsi di Indonesia. Seusai konferensi pers, para terdakwa enggan berbicara kepada wartawan.