Pelaksana Harian Dirjen Minerba Mangkir dari Panggilan KPK
Salah satu tersangka kasus dugaan korupsi pembayaran tunjangan kinerja di Kementerian ESDM merupakan pejabat pembuat komitmen. Dirjen Mineral dan Batubara Kementerian ESDM Idris Sihite yang dipanggil KPK mangkir.
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pelaksana Harian Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Idris F Sihite mangkir dari panggilan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi pembayaran tunjangan kinerja di Kementerian ESDM. KPK terus berupaya menemukan bukti yang terkait dengan perkara ini.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengungkapkan, Idris sudah dijadwalkan untuk dimintai keterangan pada Kamis (30/3/2023). Namun, yang bersangkutan tidak bisa hadir dan belum mengirimkan surat alasan ketidakhadirannya.
”Tentunya nanti kami akan lakukan pemanggilan ulang agar yang bersangkutan juga bisa hadir karena mungkin hari ini ada kegiatan. Kita tunggu,” kata Asep di Jakarta, Kamis (30/3/2023).
Asep menjelaskan, para tersangka berasal dari bagian keuangan di Ditjen Minerba. Salah satu tersangka merupakan pejabat pembuat komitmen. Mereka mengetahui ada uang yang tidak digunakan sehingga bersekongkol memasukkannya ke tunjangan kinerja dengan cara seolah-olah salah ketik.
Tentunya nanti kami akan lakukan pemanggilan ulang agar yang bersangkutan juga bisa hadir karena mungkin hari ini ada kegiatan. Kita tunggu.
”Sepuluh orang (tersangka) nih, berapa ngeluarin-nya tidak bisa besar-besar. Tunjangan ini seperti typo. Kalau ada yang memeriksa salah ketik, di bulan berikutnya tidak ketahuan, begitu lagi. Lama-lama ketahuan,” kata Asep.
Setelah diaudit rutin, kata Asep, ditemukan penyimpangan. Namun, ia belum bisa menyebutkan jumlah tunjangan kinerja yang dikorupsi.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri menambahkan, pada Rabu (29/3/2023), tim penyidik telah menggeledah di wilayah Kota Depok dan Kota Bekasi, Jawa Barat, serta Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
”Tempat yang dituju adalah tiga rumah dan satu unit apartemen milik para pihak yang terkait dengan perkara ini. Tim penyidik kembali menemukan dan mengamankan berbagai dokumen dan alat elektronik yang terindikasi adanya aliran sejumlah uang pada beberapa pihak terkait,” kata Ali.
Capaian kinerja
Peneliti Sekretaris Jenderal Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra) Gurnadi Ridwan mengatakan, tunjangan kinerja merupakan tunjangan di luar gaji pokok yang diberikan kepada pegawai. Meskipun besaran tunjangan kinerja diatur dalam regulasi, tidak semua pegawai bisa mendapatkannya secara penuh. Sebab, adanya indikator capaian kinerja yang menjadi perhitungan besaran tunjangan kinerja yang bisa diterima.
Berdasarkan Pasal 13 Peraturan Menteri ESDM Nomor 44 tahun 2018 tentang Pemberian Tunjangan Kinerja Kepada Pegawai di Lingkungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, realisasi kinerja yang terdiri atas kinerja organisasi dan individu memiliki bobot 60 persen. Bobot kehadiran menurut hari dan jam kerja di lingkungan satuan organisasi sebesar 40 persen.
Jika tunjangan kinerja di Kementerian ESDM dikorupsi, maka akan menyebabkan turunnya etos kerja pegawai di Kementerian ESDM. Sebab, tunjangan kinerja bertujuan untuk memberikan semangat dan penghargaan kepada pegawai yang memiliki kinerja baik.
Menurut Gurnadi, jika tunjangan kinerja di Kementerian ESDM dikorupsi, akan menyebabkan turunnya etos kerja pegawai di Kementerian ESDM. Sebab, tunjangan kinerja bertujuan untuk memberikan semangat dan penghargaan kepada pegawai yang memiliki kinerja baik.
Jika besaran tunjangan kinerja dimanipulasi dengan cara digelembungkan nilainya, maka substansinya akan hilang. Pemberian tunjangan kinerja juga harus didasarkan pada kriteria kesiapan kementerian/lembaga dalam melaksanakan reformasi birokrasi secara berkesinambungan. Kasus potensi korupsi tunjangan kinerja bisa menjadi preseden buruk bagi semangat reformasi birokrasi di Kementerian ESDM.
Jika benar dalam kasus ini ada keterlibatan auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kata Gurnadi, maka menjadi rapor merah bagi BPK. Sebab, kasus serupa juga pernah terjadi di Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi serta Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor, yaitu dengan memberikan gratifikasi untuk mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Atas permasalahan tersebut, Seknas Fitra merekomendasikan agar ada keterbukaan informasi di biro keuangan/kepegawaian. Alhasil, setiap pegawai bisa mengetahui dan menilai kelayakan tunjangan kinerja yang didapat. Keterbukaan informasi ini bisa memberikan efek check and balance di internal sehingga kasus yang sama tidak terulang lagi.
Gurnadi juga mendorong peran aktif Komite Pengarah Reformasi Birokrasi Nasional (KPRBN) dan Tim Reformasi Birokrasi Nasional (TRBN) dalam membuat sistem atau mekanisme laporan tunjangan kinerja yang terintegrasi sesuai dengan prinsip pemberian besaran tunjangan kinerja sesuai dengan harga jabatan dan pencapaian kinerja.
Jika benar terjadi keterlibatan auditor BPK dalam kasus dugaan korupsi ini, maka Presiden Joko Widodo perlu membenahi internal BPK dan memberikan sangsi tegas kepada pemeriksa/auditor yang berpotensi bermain mata dalam melakukan pemeriksaan.