Di Pulau Satonda, Kabupaten Dompu, Nusa Tenggara Barat, ada danau air asin seperti Laut Mati. Pulau ini termasuk fokus Ekspedisi Jala Citra 3 yang digelar Pushidrosal.
Oleh
EDNA CAROLINE PATTISINA
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pusat Hidro-Oseanografi TNI Angkatan Laut atau Pushidrosal memulai Ekspedisi Jala Citra 3-2023 di perairan Laut Flores, Rabu (29/3/2023). Ekspedisi ini akan berlangsung hingga 28 Mei mendatang, yang diikuti sekitar 90 peneliti dari 22 perguruan tinggi dan empat lembaga pemerintah. Tujuan utamanya memetakan potensi di bawah laut.
Ekspedisi yang menggunakan kapal riset KRI Spica-934 itu dilepas Komandan Pushidrosal Laksamana Madya Nurhidayat. Tujuan ekspedisi ini melihat potensi sekaligus risiko di wilayah riset. Kepala Staf TNI AL Laksamana Muhammad Ali dalam sambutan tertulisnya mengatakan, ekspedisi dibagi menjadi empat etape penelitian di laut dan satu etape di darat. Tiap-tiap etape akan meliputi aspek hidrografi, oseanografi, geologi, geofisika, meteorologi, geososial, dan pertahanan keamanan. Data kelautan yang tepat dari hasil ekspedisi dinilai akan sangat mendukung proses pembangunan.
Menurut Nurhidayat, Pushidrosal melibatkan banyak peneliti agar hasilnya dapat komprehensif. ”Kita bisa berkolaborasi sesuai dengan kapasitas keilmuan dari para peneliti itu untuk mendapatkan data,” kata Nurhidayat.
Selain potensi pembangunan, ekspedisi ini juga akan mengukur potensi bencana. Misalnya, diketahui ada dugaan adanya gunung di bawah laut. Ekspedisi ini di antaranya ingin menghitung potensi risiko bencananya. ”Di ekspedisi ketiga ini ada Pulau Satonda itu sebenarnya kaldera juga. Jadi, di utara sudah ada kaldera, di selatan ada kaldera. Kemudian di Banda Naira juga ada kaldera,” kata Nurhidayat.
Di ekspedisi ketiga ini ada Pulau Satonda itu sebenarnya kaldera juga. Jadi, di utara sudah ada kaldera, di selatan ada kaldera. Kemudian di Banda Naira juga ada kaldera.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Deputi Bidang Koordinasi Sumber Daya Maritim Kementerian Koodinator Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) Mochammad Firman Hidayat menyampaikan, selain melengkapi data kelautan, Ekspedisi Jala Citra 3 juga bertujuan mengantisipasi bencana alam, seperti tsunami. Ia mengatakan, pemerintah ingin terus melakukan pemetaan bawah laut. Tujuannya, mendukung rencana pembangunan jangka panjang.
Kurang kapal survei
Firman mengakui kurangnya kapal survei untuk mengetahui potensi bawah laut. Selain dua kapal survei yang dimiliki TNI AL, tahun 2025 direncanakan akan datang satu kapal survei lagi. Menurut Firman, selain jumlah, dari sisi kemampuan juga dibutuhkan kemampuan untuk bisa menyurvei sampai kedalaman sekitar 10.000 meter. Hingga saat ini, kemampuan untuk survei yang dimiliki Indonesia baru sampai sekitar 6.000 meter. Kemampuan survei itu baru diperkuat setelah kedatangan kapal survei tahun 2016.
Sambil menunggu, kita ada kapal survei cukup, kita akan kerja sama dengan negara dan lembaga swasta asing, seperti OceanX.
Tentang kebutuhan kapal, Nurhidayat menambahkan, kebutuhan kapal survei Indonesia idealnya sekitar 30 kapal. Ia merujuk pada Korea yang wilayah lautnya sekitar sepertiga Indonesia, tetapi memiliki 12 kapal survei bawah laut. Namun, menurut dia, untuk menutup kekurangan kapal sementara, hal itu dapat teratasi dengan kerja sama.