KPK Masih Dalami Pidana Asal Kekayaan Tidak Wajar Rafael Alun
KPK masih membutuhkan waktu untuk mencari tindak pidana asal kekayaan tak wajar Rafael Alun sebelum menjeratnya dengan pasal pencucian uang. Pidana asal ini disebut bisa berupa pidana korupsi, suap, atau gratifikasi.
Oleh
Ayu Octavi Anjani
·2 menit baca
AYU OCTAVI ANJANI
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat doorstop di Gedung KPK di Jakarta, Jumat (17/3/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi masih mencari tindak pidana asal kekayaan tidak wajar mantan Kepala Bagian Umum Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Selatan Rafael Alun Trisambodo sebelum menjeratnya dengan pidana pencucian uang. Hingga saat ini tim penyelidik masih meminta keterangan sejumlah pihak untuk menemukan peristiwa pidana asal tersebut.
”Tindak pidana pencucian uang (TPPU) memerlukan tindak pidana asal. Hal ini yang masih kami dalami hingga saat ini. Tindak pidana asal tersebut dapat berupa pidana korupsi, suap, atau gratifikasi,” tutur Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri saat ditemui di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (17/3/2023).
Sebelumnya, Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK Pahala Nainggolan menyatakan, timnya masih fokus mendalami transaksi yang dilakukan Rafael melalui perantara. Pahala mengungkapkan, kasus ini telah masuk pada tahap penyelidikan di Kedeputian Bidang Penindakan KPK (Kompas.id, 6/3/2023).
KPK juga akan terus meminta keterangan sejumlah pihak lain yang akan dilakukan oleh gabungan tim pemeriksa laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) dan tim penyelidik KPK setelah memeriksa Kepala Kantor Bea Cukai Makassar Andhi Pramono dan pegawai pajak Wahono Saputro.
Bekas pejabat eselon III Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Rafael Alun Trisambodo (tengah) selesai diperiksa di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Rabu (1/3/2023).
Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Jakarta, Abdul Fickar Hadjar, menilai, KPK perlu menelusuri lebih jauh asal usul harta kekayaan para pejabat negara yang tidak masuk akal untuk mendapatkan tindak pidana asalnya. Fickar berpendapat dugaan adanya permainan besar kecilnya pembayaran pajak dapat dijadikan bukti kuat.
”Transaksi-transaksi ilegal yang berkaitan dengan pembayaran pajak mereka itu sebenarnya bisa jadi bukti kuat. Disinyalir mereka (pejabat) banyak menerima dari wajib pajak dengan jumlah besar dan membayar pajak dengan jumlah kecil pada negara,” jelas Fickar.
Belum semua dipantau
KPK terus mengingatkan para penyelenggara negara dan wajib lapor untuk segera menyampaikan LHKPN periode 2022 hingga batas waktu, yakni 31 Maret 2023. KPK mencatat, sebanyak 302.433 atau 81 persen dari total 372.783 wajib lapor telah menyerahkan LHKPN ke KPK. Sementara itu, 19 persen atau 70.350 wajib lapor belum menyerahkan LHKPN ke KPK.
”Salah satunya di jajaran yudikatif, sebanyak 18.095 dari total 18.648 wajib lapor atau sebesar 97 persen telah menyerahkan LHKPN,” kata Juru Bicara Pencegahan KPK Ipi Maryati dalam keterangan tertulis, Jumat.
Selanjutnya, di jajaran legislatif, baik pusat maupun daerah, sebanyak 10.348 dari total 20.078 wajib lapor atau sebesar 52 persen sudah melaporkan LHKPN. Di jajaran eksekutif pusat dan daerah, sebanyak 243.307 dari total 291.360 wajib lapor atau 84 persen. Di jajaran badan usaha milik negara/daerah, 30.683 dari total 42.697 wajib lapor atau sebesar 72 persen sudah lapor.
Hingga saat ini, jumlah sumber daya manusia (SDM) tim LHKPN seluruhnya sebanyak 51 orang termasuk direktur. Namun, jumlah orang yang bertugas memeriksa LHKPN hanya 17 orang.
KOMPAS/PRAYOGI DWI SULISTYO
Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ipi Maryati Kuding
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana berpendapat, salah satu kunci keberhasilan KPK adalah memperbarui SDM. Jumlah penyelenggara negara atau wajib lapor yang perlu menyerahkan LHKPN tidak bisa ditangani hanya dengan 17 orang.
”KPK perlu memperbaiki SDM sebagai pemeriksa LHKPN saat ini. Dengan adanya kasus Rafael Alun ini, seharusnya dapat menjadi momentum untuk memperbaiki kinerja, salah satunya itu (pemeriksa LKHPN),” kata Kurnia saat dihubungi.