Plt Bupati Mimika ajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi soal ketentuan hukum yang dianggap sewenang-wenang saat menetapkannya sebagai tersangka dalam kasus pengadaan pesawat dan helikopter.
Oleh
Ayu Octavi Anjani
·2 menit baca
—
Pelaksana tugas Bupati Mimika, Papua Tengah, Johannes Rettob, Senin (6/3/2023), mengajukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi.Kuasa hukumnya,M Yasin Djamaludin, mengatakan, uji materi ke MK dilakukan untuk menguji Pasal 82 KUHAP dan Pasal 30 Ayat (1) huruf d Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan RI yang sebelumnya digunakan Kejaksaan Tinggi Papua secara sewenang-wenang.
Uji materi diajukan karena Kejaksaan Tinggi Papua menetapkan kliennya sebagai tersangka pengadaan pesawat Cessna Grand Caravan dan helikopter Airbus H-125. Padahal,berdasarkan auditBadan Pemeriksa Keuangan (BPK), belum ditemukan adanya kerugiannegara dalam pengadaan kedua pesawat dan helikopter tersebut. Bahkan, KPK juga belum pernah memeriksa saksi dan saksi ahli dalam kasusnya sehingga belum menetapkan tersangka.
Namun, KajatiPapua mengambil alih penyidikan dan perkaranya serta menjadikan kliennya tersangka. Karena itu, MK diminta menafsirkan kedua ketentuan itu agar Kejati tidak sewenang-wenang menerapkan hukum. Adapun dengan uji materi tersebut pokok perkaranya ditangguhkan dan praperadilannya yang telah diajukan kuasa hukumnya tetap dapat berlanjut hingga putusan akhir.
Pihak Johannes mengajukan uji materi terhadap dua ketentuan hukum setelah sebelumnya melakukan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jayapura, Jumat (24/2/2023).
”Selain hasil audit BPK yang bersih (tidak ada kerugian negara), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) juga telah melakukan penyidikan dan tidak ditemukan bukti kuat untuk menetapkan klien kami sebagai tersangka,” ujar Yasin Djamaludin dalam konferensi pers di Cikini, Jakarta Pusat.
Selain hasil audit BPK yang bersih (tidak ada kerugian negara), Komisi Pemberantasan Korupsi juga telah melakukan penyidikan dan tidak ditemukan bukti kuat untuk menetapkan klien kami sebagai tersangka.
Lebih jauh, kuasa hukum lainnya, Janses Sihalolo, mengatakan, pengajuan uji materi atau judicial review dilakukan agar MK dapat menafsirkan dua ketentuan hukum tersebut. Pasalnya, perkara praperadilan yang sedang berlangsung akan secara otomatis gugur jika perkara pokoknya sudah dilimpahkan ke pengadilan dan Kejaksaan Agung, terlebih sudah dilakukan pemeriksaan.
”Kami minta MK menafsirkan, yang ditangguhkan itu adalah perkara pokoknya, tetapi putusan praperadilannya tetap lanjut hingga putusan akhir,” tutur Janses menambahkan.
Sebelumnya, pekan lalu, Kajati Jayapura menetapkan Plt Bupati Mimika Johannes Rettob sebagai tersangka kasus korupsi pengadaan dua pesawat Cessna Grand Caravan dan helikopter Airbus H-125 di Dinas Perhubungan (Dishub) Kabupaten Mimika, Papua, pada 2015. Selain Johannes Rettob, terdapat satu tersangka lain sebagai pihak ketiga dari pengadaan pesawat dan helikopter itu.
Namun, Johannes Rettob mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jayapura atas penetapan tersangka kasus pengadaan pesawat oleh Kejaksaan Tinggi Papua. Gugatan diajukan karena hasil temuan audit BPK terhadap pengadaan pesawat dan helikopter tersebut tidak merugikan negara.
Sah-sah saja bagi tersangka untuk mengajukan judicial review setelah sebelumnya mengajukan praperadilan. Pasalnya, itu hak tersangka untuk mengontrol tindakan penegak hukum berdasar hukum atau tidak.
Saat ditanya pendapatnya, pakar hukum pidana Universitas Trisakti, Abdul Ficar, menyatakan, sah-sah saja bagi tersangka untuk mengajukan judicial review setelah sebelumnya mengajukan praperadilan. Pasalnya, itu hak tersangka untuk mengontrol tindakan penegak hukum berdasar hukum atau tidak.
Khawatir dwifungsi
Terkait dengan ketentuan Pasal 82 KUHAP dan Pasal 30 Ayat (1) huruf d UU No 16/2004 tentang Kejaksaan RI yang diuji materi, pihak Johannes menyoroti jaksa yang seolah bertindak sebagai penyidik dan penuntut umum. Hal ini membuatnya menimbulkan kekhawatiran dapat menyebabkan dwifungsi kedua ketentuan tersebut jika tidak diuji MK.
Pasal 30 Ayat (1) huruf d UU No 16/2004 tentang Kejaksaan RI berbunyi, ”Di bidang pidana, kejaksaan mempunyai tugas dan wewenang dan melakukan penyidikan terhadap tindak pidana tertentu, berdasarkan undang-undang”.
”Harapan kami ketika uji materi Pasal 30 Ayat (1) huruf d ini, semoga MK dapat memberikan putusan penyidik dan penuntut umum tidak dapat disatukan,” ucap Yasin.