Jaga Kualitas Pemilu, Aturan Kampanye di Luar Jadwal Mendesak Diterbitkan
Pengabaian terhadap pembentukan aturan kampanye di luar jadwal bisa berdampak besar pada kualitas pemilu.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Satu tahun menjelang pemilu, para calon kontestan semakin intens menyosialisasikan diri kepada masyarakat melalui baliho, seperti terlihat di kawasan Lengkong Wetan, Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Sabtu (4/2/2023).
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah masyarakat sipil mendesak penyelenggara pemilu untuk segera menerbitkan aturan mengenai kampanye di luar jadwal yang telah ditetapkan. Pengabaian pengaturan di ruang ”abu-abu” dikhawatirkan berdampak pada kualitas pemilu karena tidak ada penindakan pelanggaran kampanye di luar tahapan.
Desakan terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) agar segera menerbitkan atutan tentang sosialisasi di luar tahapan kampanye dilontarkan oleh Kata Rakyat, Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), dan Lingkar Madani Indonesia saat diskusi bertajuk ”Apa Kata Rakyat tentang Kampanye dan Dana Kampanye di Pemilu 2024”, di Kantor Bawaslu, Jakarta, Senin (20/2/2023).
Baca Berita Seputar Pilkada 2024
Pahami informasi seputar Pilkada 2024 dari berbagai sajian berita seperti video, opini, Survei Litbang Kompas, dan konten lainnya.
Direktur Kata Rakyat Alwan Ola Riantoby mengatakan, kegiatan kampanye sejatinya sudah terjadi sejak KPU menetapkan 18 partai politik (parpol) peserta Pemilu 2024 pada 14 Desember 2022. Sejak saat itu, parpol dan bakal calon anggota legislatif mulai berlomba menarik simpati publik agar memilihnya di Pemilu 2024.
Ia pun meyakini, dua bulan terakhir sejak penetapan parpol peserta Pemilu 2024, parpol dan bakal calon anggota legislatif telah melakukan berbagai kegiatan untuk menyosialisasikan diri, bahkan mengajak masyarakat memilih. Kegiatan itu tidak mungkin baru dilakukan pada masa kampanye resmi di Desember 2023 karena waktunya yang sangat sempit.
Padahal, data Bawaslu tentang kampanye di Pemilu 2019 menunjukkan aktivitas kampanye paling banyak adalah pertemuan terbuka mencapai 6.284 kegiatan atau 49,4 persen disusul pertemuan terbatas mencapai 4.586 kegiatan atau 36 persen dari seluruh aktivitas kampanye. ”Hari ini, saya yakin pertemuan-pertemuan itu sudah dilakukan oleh bacaleg ataupun bakal capres,” ujar Alwan.
Oleh karena itu, lanjutnya, aktivitas kampanye mesti segera diatur oleh penyelenggara pemilu. Peraturan KPU yang sempat ditargetkan selesai di akhir Januari mesti segera diselesaikan agar kegiatan sosialisasi ataupun yang mengarah ke kampanye bisa diawasi. Sebab, bukan tidak mungkin aktivitas tersebut mengandung unsur pelanggaran kampanye, tetapi tidak bisa ditindak akibat kekosongan aturan.
Pengabaian terhadap pembentukan aturan soal sosialisasi di luar tahapan kampanye bisa berdampak besar pada kualitas pemilu. Sebab, isu hoaks, politik identitas, dan polarisasi bisa berkembang tanpa ada pengawasan dan penindakan karena banyak pihak yang memanfaatkan kampanye sebelum ada jadwalnya.
Di samping itu, masa kampanye 75 hari di Pemilu 2024 dinilai sangat pendek. Pemilih dikhawatirkan tidak bisa mengenal dan mengkaji peserta pemilu yang akan dipilih. Maka, sosialisasi sebelum tahapan kampanye tetap diperlukan agar pemilih bisa lebih mengenal caleg yang akan dipilih untuk mewakili di parlemen.
”Pengabaian terhadap pembentukan aturan soal sosialisasi di luar tahapan kampanye bisa berdampak besar pada kualitas pemilu. Sebab, isu hoaks, politik identitas, dan polarisasi bisa berkembang tanpa ada pengawasan dan penindakan karena banyak pihak yang memanfaatkan kampanye sebelum ada jadwalnya,” ujar Alwan.
Manajer Pemantauan JPPR Aji Pangestu mengatakan, masa kampanye akan lebih pendek setelah pemerintah menerbitkan Perppu Nomor 1 Tahun 2022 tentang Pemilu. Masa kampanye yang sebelumnya disepakati selama 75 hari akhirnya diperpendek menjadi 53 hari untuk pemilihan anggota DPR dan 63 hari untuk pemilihan presiden.
KOMPAS/IQBAL BASYARI
Suasana diskusi bertajuk ”Apa Kata Rakyat tentang Kampanye dan Dana Kampanye di Pemilu 2024” di Kantor Bawaslu, Jakarta, Senin (20/2/2023).
Di sisi lain, ada ambiguitas mengenai sosialisasi antara Peraturan KPU No 9/2022 tentang Partisipasi Masyarakat dengan PKPU No 33/2018 tentang Kampanye. Di PKPU No 9/2022, parpol dapat melakukan kegiatan peningkatan partisipasi masyarakat yang melibatkan pihak eksternal. Namun, di PKPU No 33/2018, pendidikan pemilih terbatas hanya untuk internal parpol.
”Ambiguitas ini harus segera ada solusi dengan merevisi PKPU No 33/2018 karena selama belum direvisi, aturan itu masih berlaku,” kata Aji.
Selain itu, lanjut Aji, aturan pemasangan alat peraga berupa baliho, spanduk, dan lainnya tidak seragam antarkabupaten/kota. Ada daerah yang memperbolehkan pemasangan baliho di suatu lokasi, tetapi ada daerah lain yang melarang pemasangan baliho di lokasi yang sama. Penggunaan dana sosialisasi pun semestinya dilaporkan kepada penyelenggara pemilu untuk menjamin prinsip transparansi dan akuntabilitas agar bisa diawasi oleh Bawaslu.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Poster Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin saat kampanye pemilihan calon presiden dan calon wakil presiden pada Pemilu 2019 masih terpasang di sebuah warung di Cipayung, Tangerang Selatan, Banten, Minggu (28/8/2022).
Direktur Lingkar Madani Ray Rangkuti berpendapat, bacaleg harusnya bisa mengadakan sosialisasi. Sebab, pemilih cenderung memilih nama calon dibandingkan tanda gambar partai. ”Yang membuat orang ke TPS bukan partai, melainkan caleg,” ujarnya.
Tenaga Ahli Bawaslu, Bachtiar, mengatakan, Bawaslu mengimbau calon peserta pemilu tidak melakukan kampanye di luar jadwal. Pihaknya juga telah bersurat kepada parpol untuk menertibkan kadernya yang memasang baliho karena bisa dianggap mencuri start kampanye. Pemda pun telah diimbau untuk menertibkan baliho-baliho kampanye karena masa kampanye belum dimulai.